• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #67: Wahyudin dan Tradisi Keluarga Peternak

CERITA ORANG BANDUNG #67: Wahyudin dan Tradisi Keluarga Peternak

Berternak hewan kurban di tengah Kota Bandung memiliki kesulitan tersendiri. Rumput susah di cari karena terdesak pesatnya permukiman penduduk.

Wahyudin (32 tahun), pedagang domba untuk hewan kurban di jalan Jalan Terusan Jakarta, Bandung, Selasa (27/6/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul28 Juni 2023


BandungBergerak.id“Dagang domba udah turun-temurun dari keluarga saya, dari zaman kakek, bapak, bahkan sampai sekarang saya udah jadi tradisi di keluarga kami ngurus hewan ternak,” demikian Wahyudin (32 tahun), salah satu pedagang hewan kurban di Jalan Terusan Jakarta mulai bercerita, Selasa (27/6/2023).

Wahyu, demikian ia kerap disapa, membuka lapak jualan hewan kurban di salah satu ruas di pinggir jalan arah timur Bandung. Lapak jualannya dibangun dengan rangka bambu, terpal biru jadi atapnya. Di dalam lapak terdapat kandang domba yang disekat-sekat, beberapa domba yang berada di luar kandang diikat ke sebilah bambu panjang.

Domba-domba yang berada di dalam kandang sebagian sudah dibeli oleh konsumen, tetapi masih dititipkan sementara selama menunggu waktu penyembelihan hewan kurban. Biasanya hewan yang sudah dibayar itu baru diantar satu hari sebelum kurban. Sedangkan hewan-hewan yang diikat di bilah bambu panjang adalah domba-domba yang belum laku. Ada tujuh ekor domba di sana.

Di sepanjang Jalan Jakarta memang jamak ditemui lapak pedagang hewan kurban. Mayoritas menjual kambing dan domba. Di penghujung Jalan Jakarta menuju Arcamanik, di lahan yang lebih luas, terdapat beberapa lapak yang menjual sapi.

Wahyu menyebutkan, di musim kurban tahun 2023 ini, ia bersama kakaknya hanya menjual domba saja. Tahun-tahun yang lalu ia pernah menjual sapi. Domba-domba yang ia jual sebagian dipeliharan sendiri. Sebagian lagi dibeli dari peternak.

Lapak dagangan itu dijaga selama 24 jam. Jika tidak dijaga penuh waktu, dikhawatirkan domba itu terlepas ke jalanan. Meskipun di malam hari, lapak itu akan ditutupi dan domba-domba dimasukkan ke dalam kandang. Adapun yang menjaga biasa tidur di atas kandang domba.

Wahyu merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Wahyu dikaruniai dua orang anak, keduanya laki-laki. Saat BandungBergerak.id mendatangi lapaknya itu, ia ditemani anaknya dan kakaknya. Salah satu kakaknya juga membuka lapak dagangan hewan kurban di salah satu ruas yang lain di Jalan Terusan Jakarta. Saat malam hari, mereka saling menjaga.

“Kalau musim kurban emang banyak (laku), soalnya kan rata-rata orang muslim berkurban. Kalau hari biasa mah paling buat yang syukuran aqiqah saja,” beber Wahyu sambil tersenyum.

Di luar musim kurban, Wahyu dan kakaknya rutin menjual hewan ternak. Kebanyakan konsumen membelinya untuk syukuran atau hajatan aqiqah kelahiran anak. Di hari-hari biasa itu, normalnya dalam seminggu ada dua ekor domba yang terjual. Maka dalam sebulan sekitar delapan domba yang laku terjual.

“Kita jualan seminggu, kita pasang lapak di sini, ya bisa laku dari 20 sampai 60 ekor kalau pas hari kurban. Emang lebih ramai (laku) kalau hari kurban,” ungkap Wahyu lagi.

Pada momen Hari Raya Idul Adha tidak hanya penjualan hewan kurban oleh pedagang hewan yang meledak. Orang yang tadinya bukan peternak juga mendadak jualan hewan kurban. Beda dengan Wahyu yang setiap hari memang menjual hewan ternak.

Soal harga, Wahyu mengungkapkan tergantung bobot atau berat hewan ternaknya. Misalnya, bobot domba 25 kilogram, harganya berkisar tiga juta rupiah sampai 3,5 juta rupiah. Adapun jika berat domba mencapai 45 hingga 50 kilogram, harganya bisa mencapai lima juta rupiah lebih.

“Hari ini alhamdulillah laku empat,” ungkap Wahyu.

Domba-domba kurban yang yang dijual Wahyu di jalan Jalan Terusan Jakarta, Bandung, Selasa (27/6/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Domba-domba kurban yang yang dijual Wahyu di jalan Jalan Terusan Jakarta, Bandung, Selasa (27/6/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Tradisi Keluarga Peternak

Wahyu menjual hewan kurban di lapaknya bersama saudara kandungnya yang ketiga. Wahyu dan keluarganya tinggal di Terusan Kalijati. Di kawasan itu, keluarganya memiliki lahan seluas 10 tumbak atau sekitar 140 meter persegi digunakan untuk lahan beternak.

Di lahan itu keluarga Wahyu berternak unggas seperti bebek dan ayam, sapi, kerbau, domba, dan kuda. Adapun kuda yang dipelihara dijadikan kuda tunggang dan kuda kretek. Beternak sudah menjadi tradisi di keluarga ini.

Wahyu sejak kecil sudah terbiasa dengan hewan ternak. Di setiap musim kurban, ia ikut membantu berjualan atau sekedar main di lapak. Kebiasaan ini pula yang ia coba turunkan ke anaknya. Meski anaknya yang pertama belum akrab dengan hewan ternak karena tidak suka baunya.

Kakak ketiga Wahyu merupakan seorang peternak tulen. Beda dengan Wahyu yang juga bekerja di pabrik suku cadang pesawat. Makanya untuk mengurusi hewan-hewan ternak, Wahyu juga dibantu oleh anggota keluarga yang lain.

“Ya yang jalanin kita gak sendiri, ada anak-anak juga. Misalkan ada keponakan. Jadi emang itu udah turun-temurun, udah jadi tradisi di keluarga kami,” ungkap Wahyu.

Lahan-lahan di Bandung sudah banyak yang beralih fungsi menjadi perumahan. Kondisi ini menyulitkan peternak. Wahyu mengaku semakin kesulitan mencari rumput untuk pakan hewan-hewan ternak. Untuk mengakalinya, Wahyu tidak memberikan rumput sebagai pakan satu-satunya. Ia memberikan umpan pendamping seperti ampas tahu atau singkong.

Wahyu biasanya mencari rumput di komplek-komplek perumahan, di lahan-lahan kosong. Pekerjaan mencari rumput hitung-hitung membersihkan lahan sambil dapat untung berupa rumput untuk pakan ternak.

“Kadang-kadang ada yang suka ngasih juga buat rokok,” ungkap Wahyu sambil sedikit tertawa.

Ekspansi perumahan-perumahan di Kota Bandung juga melahirkan persoalan lain. Masyarakat yang mendiami perumahan-perumahan baru ini kadang mengeluhkan dengan keberadaan peternakan yang menimbulkan bau. Namun Wahyu menepis pula keluhan itu. Menurutnya, lahan yang dipakai ternak itu bahkan telah ada sejak lama, lebih dulu daripada perumahan.

“Tapi kan kalau kita hitung di sisi lainnya kita udah duluan yang datang daripada perumahan. makanya mau tidak mau kita duluan, kita pribumi di sana,” tandas Wahyu.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #64: Empat Puluh Tahun Aah Asia Berjualan Tahu Tempe
CERITA ORANG BANDUNG #65: Kesetiaan Nce di Warung Kopi
CERITA ORANG BANDUNG #66: Personel Bengkel Ubeng Siap Membantu Pemotor yang Kebanjiran di Bojongsoang

Antara Pabrik dan Tradisi

Wahyu sudah 11 tahun bekerja di pabrik suku cadang pesawat. Kesibukannya di pabrik harus selalu diimbangi dengan kegiatan beternak dan menjual hewan kurban setiap Idul Adha datang. Wahyu mengaku, kebutuhan hidup keluarganya tidak akan terpenuhi kalau mengandalkan penjualan hewan ternak.

“Kalau mesin itu memang jurusan sekolah, kalau ternak emang tradisi dari keluarga. Ya sambil cari pengalaman yang lain gak fokus di jurusan peternakan saja,” ungkap Wahyu yang merupakan tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) teknik mesin.

Tidak semua saudara Wahyu fokus di peternakan, ada yang bekerja di bidang lain seperti akuntansi. Salah satu kakaknya bekerja di Dinas Peternakan. Informasi terkait virus maupun penyakit hewan bisa segera ia dapatkan dan diantisipasi dengan memberikan obat maupun vitamin yang dibutuhkan. Menurutnya, domba-domba yang ia jual saat ini sudah diperiksa oleh tim dari Dinas Kesehatan Hewan.

“Tadi juga diperiksa satu-satu, difoto, dicek juga barcodenya. Ya kita juga jual gak enaklah yang sakit. Apalagi ini kan buat kurban, buat ibadah,” terang Wahyu.

Adapun di musim kurban tahun ini, Wahyu memusatkan waktu dan perhatiannya menjual hewan kurban. Selama seminggu penuh ini ia libur kerja. Wahyu bekerja dengan sistem rolling. Kebetulan Senin dan Selasa kemarin adalah waktunya untuk libur.

“Terus Rabu sampai Jumat cuti bersama, jadi waktu buat ini,” ungkap Wahyu sambil menunjuk domba-dombanya.

Dagangan di tahun ini memang belum terlihat meningkat bila dibandingkan tahun 2022 lalu. Namun begitu, Wahyu berharap agar dagangan hewan kurbannya musim ini laris, membawa keberkahan untuknya, dan konsumen puas dengan pelayanannya. Sebagai daya tarik dari pelayanan itu Wahyu menyediakan jasa antar dan titip sementara hewan kurban.

“Belum seramai tahun-tahun lalu, belum mungkin. Soalnya para pembeli datangnya sebelum hari H kurban. Kalau hari-hari sebelumnya biasa pembeli masih survei harga dulu,” ungkap Wahyu, percaya diri.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//