• Opini
  • IUP Batu Bara, Jebakan Pemerintah Jokowi untuk Ormas Agama?

IUP Batu Bara, Jebakan Pemerintah Jokowi untuk Ormas Agama?

Mengapa pemerintahan Jokowi tidak menawarkan bisnis energi terbarukan berbasis komunitas pada ormas agama? Kenapa malah bisnis batu bara yang merusak alam?

Firdaus Cahyadi

Indonesia Team Leader, 350.org

Ilustrasi transisi energi. (Desain: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

19 Juni 2024


BandungBergerak.id – Bisnis energi kotor batu bara sedang di ujung tanduk. Pasalnya,  kini perbankan internasional mulai enggan memberikan pendanaan ke industri batu bara. Standard Chartered misalnya, salah satu bank terbesar di Inggris telah menghentikan dukungan pendanaan ke perusahaan batu bara PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Bank-bank internasional mulai menyadari bahwa batu bara adalah bisnis yang sebentar lagi akan menghilang, seiring dengan transisi energi dari energi fosil ke terbarukan.

Tren penggunaan energi mulai bergeser ke energi terbarukan. Selain persoalan krisis iklim, cepat atau lambat energi berbasis fosil, seperti batu bara akan habis. Secara ekonomi, semakin cepat beralih ke energi terbarukan akan semakin menguntungkan.

Penggunaan energi terbarukan bukan saja lebih ramah lingkungan namun juga mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Hasil penelitian Celios dan 350.org Indonesia, yang berjudul Dampak Ekonomi dan Peluang Pembiayaan Energi Terbarukan Berbasis Komunitas menunjukkan bahwa energi terbarukan berbasis komunitas mampu menciptakan kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar Rp10.529 triliun selama 25 tahun. 

Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa energi terbarukan berbasis komunitas juga mampu menurunkan angka kemiskinan hingga lebih dari 16 juta orang. Bukan hanya itu,  dari sisi ketenagakerjaan, energi terbarukan berbasis komunitas juga membuka peluang kerja sebesar 96 juta orang.

Di tengah pertanyaan, kenapa pemerintah tidak menawarkan pengelolaan energi terbarukan berbasis komunitas ini kepada ormas Islam terbesar di Indonesia seperti PBNU? Kenapa pemerintah justru menawarkan IUP (Ijin Usaha Pertambangan) kepada PBNU?

Baca Juga: Penghapusan Penggunaan Batu Bara di Indonesia demi Masa Depan Anak Cucu
Menyuarakan Pencemaran Lingkungan Dikriminalisasi, Kisah Pilu dari Karimun Jawa
Nestapa Adaptasi Petani Tambak Garam Cirebon dalam Impitan Perubahan Iklim dan Batu Bara

Mengapa Batu Bara?

Seperti diberitakan oleh berbagai media massa, Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia berjanji akan segera memberikan izin usaha pertambangan atau IUP kepada PBNU.

Pemberian ijin ini dilakukan setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2024 pada akhir Mei lalu. Regulasi ini merupakan revisi atas PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam regulasi terbaru itu, salah satunya, mengatur tentang pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

Dalam situasi ekonomi-politik global yang mulai meninggalkan bisnis batu bara, tawaran rejim Joko Widodo (Jokowi) kepada PBNU untuk mengelola tambang batu bara itu jelas merupakan sebuah jebakan. Pemerintah ingin menyeret ormas Islam terbesar di Indonesia itu ke kubangan bisnis energi kotor yang merusak alam.

Pembakaran batu bara menyebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK). Peningkatan konsentrasi emisi GRK inilah yang menyebabkan krisis iklim.  Bencana-bencana akibat krisis iklim kini bukan lagi wacana namun sudah terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.  

Asia menjadi kawasan yang sangat terdampak dari krisis iklim ini. Menurut laporan WMO (World Meteorological Organization) yang berjudul, State of the Climate in Asia 2023, mengunkapkan bahwa kecenderungan kenaikan pemanasan  di Asia telah meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.

Sementara menurut data dari Emergency Events Database, pada tahun 2023, di kawasan Asia telah terjadi 79 bencana iklim.  Bencana iklim itu, mayoritas (80%) berupa banjir dan badai. Bencana iklim di Asia itu telah menyebabkan lebih dari 2.000 korban jiwa.

Berbagai bencana iklim yang terjadi di Asia itu juga dirasakan Indonesia. Laporan dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), yang berjudul Data Bencana Indonesia 2023, mengungkapkan bahwa bencana yang terjadi pada tahun 2023 didominasi oleh kejadian hidrometeorologi akibat krisis iklim dengan 5.365 kejadian. Ini artinya, bencana yang terjadi di Indonesia selama 2023 didominasi oleh bencana yang diakibatkan krisis iklim.

Narasi Batu Bara 

Daya rusak batu bara bukan hanya terjadi saat dilakukan pembakaran. Sejak dalam proses penambangan batu bara telah memiliki daya rusak yang mematikan. Hal itu disebabkan tambang batu bara memiliki karakteristik mengubah bentang alam. Akibatnya, tambang batu bara akan menyebabkan penurunan kesuburan tanah, kualitas air, kualitas udara, terjadinya ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan pencemaran lingkungan lainnya di sekitar area tambang.

Daya rusak tambang batu bara tidak hanya berhenti sampai di situ, pasca operasi, tambang ini menyisakan lubang. Di Kalimantan Timur, menurut data dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur di tahun 2021 terdapat sebanyak 1.735 lubang bekas tambang. Lubang tambang itu telah menelan puluhan korban jiwa yang didominasi anak-anak.

Narasi nasionalisme sempit dari pemerintah yang selama ini melindungi industri energi kotor itu sudah tidak laku lagi. Bagaimana pemerintah akan menggunakan narasi nasionalisme, bila tambang batu bara juga banyak menimbulkan korban di dalam negeri? Narasi agama mungkin akan menjadi pilihan pemerintah untuk terus mempertahankan keberadaan industri kotor ini. Tawaran pengelolaan batu bara kepada PBNU adalah pintu masuk untuk menggunakan narasi agama itu.  

Pemerintah tampaknya ingin menjadikan gerakan lingkungan hidup dan NU saling berhadap-hadapan. Pemerintah ingin PBNU menjadi aktor terdepan dalam perang narasi melawan gerakan lingkungan hidup. Petinggi PBNU seharusnya sadar dengan jebakan ini. Kesadaran itu akan menyelamatkan ormas Islam terbesar itu dari keserakahan segelintir elite ekonomi-politik, yang ingin terus menumpuk laba dengan cara membuat merusak alam. Sebuah ironi bila ormas agama akhirnya berada dalam satu barisan dengan pihak yang selalu membuat kerusakan di muka bumi.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang lingkungan

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//