• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Ironi Film Vina Sebelum 7 Hari

MAHASISWA BERSUARA: Ironi Film Vina Sebelum 7 Hari

Polisi kemudian bergerak mencari pelaku pembunuhan yang masih buron setelah film “Vina Sebelum 7 Hari” viral.

Zahra Rizki Bintan

Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad)

Ilustrasi. Stop kekerasan seksual. (Ilustrator: Alfonsus Ontrano/BandungBergerak)

3 Juli 2024


BandungBergerak.id – Tak menganggap ada yang salah dengan menjadikan film horor sebagai medium eksploitasi nilai-nilai agama, dan jauh semakin kebablasan kejadian nyata kekerasan seksual (KS) diangkat ke dalam film horor yang berjudul  Vina: Sebelum 7 Hari. Film ini menuai kontroversi di media. Disebutkan bahwa film tersebut nirempati, tidak etis dan kurang berpihak pada korban kekerasan seksual. 

Pengangkatan kasus Vina Cirebon menjadi film bergenre film horor menjadi pertanyaan besar. Alih-alih menjadikannya sebagai dokumenter dengan menyoroti proses penyelidikan yang janggal, justru menjadi film horor dengan memuat adegan kekerasan seksual.

Hasil riset LSF bersama dengan  Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa genre horor menjadi genre favorit masyarakat Indonesia dibandingkan yang lain. Apabila dilihat berdasarkan hasil riset tersebut, menimbulkan spekulasi, apakah pembuatan film ini demi meraup keuntungan semata tanpa mempertimbangkan sensitivitas terhadap korban serta penyintas kekerasan seksual?

Pertanyaan tersebut muncul jika melihat pada film Vina: Sebelum 7 Hari, karena terhitung pada hari ke 19 penayangannya, film ini berhasil mencapai lebih dari 5 juta penonton.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Mencermati Generasi Z sebagai Pendorong Kesetaraan Gender dalam Dunia Bisnis
MAHASISWA BERSUARA: Menimbang Peran Media dalam Menghadapi Krisis Kemanusiaan di Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Membangun Peluang Bisnis Produk Lokal yang Menarik Generasi Z

Kasus Pembunuhan Vina

Meskipun banyak kritik yang diberikan,  nyatanya tak mengurungkan niat masyarakat untuk tetap menonton. Viralnya film garapan Anggy Umbara ini, membuat kasus Vina Cirebon  yang terjadi 2016 lalu kembali mencuat. Kasus meninggalnya seorang anak gadis di usia 16 tahun diduga menjadi korban pembunuhan dan mengalami kekerasan seksual oleh sekelompok geng motor di Cirebon.

Bertahun-tahun kasus ini redup. Setelah viral akibat diadaptasi ke dalam film, polisi baru bergerak untuk kembali melakukan penyelidikan ulang.

Situasi yang biasa di negeri ini, menunggu viral dulu baru ada pergerakan yang semestinya. Desakan, kritik, dan pandangan publik yang menilai adanya kejanggalan dalam proses penyidikan membuat kepolisian tak punya pilihan lain.

Kala itu, kasus ini telah diselesaikan dengan penangkapan 8 orang pelaku. Sampai tulisan ini dibuat (10 Juni 2024), ada tiga orang pelaku yang belum ditangkap. Polisi menetapkan tiga Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron. Mereka adalah Egi atau Pegi, Dani, dan Andi. Semakin runyam dan rumit ketika penangkapan Pegi yang dituduh sebagai otak pembunuhan Vina, mengaku pada media saat konferensi pers di Kepolisian Daerah Jawa Barat(26 Mei 2024), menyatakan dirinya bukan pembunuh.

Dikutip dari  kompas.com, Presiden Joko Widodo turut bersuara meminta Polri untuk terus mengawal dan mengusut kasus ini secara transparan. Dari kejadian ini, bisa dibenarkan bahwa sesuatu harus viral dulu, baru akan ditangani oleh pihak berwenang dengan sebagaimana mestinya. 

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//