Pengadaan Ruang Terbuka Hijau di Bandung Mesti Mengedepankan Aspek Ekologis daripada Estetika dan Ekonomi
Pemkot Bandung melakukan revitalisasi Bukit Mbah Garut sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Bandung membutuhkan lebih banyak lagi RTH.
Penulis Awla Rajul4 Juli 2024
BandungBergerak.id - Pemerintah Kota Bandung perlu mengedepankan aspek ekologis, alih-alih aspek estetika pada pembangunan ruang publik kota untuk memenuhi syarat minimal Ruang Terbuka Hijau (RTH). Meski tidak bisa dipungkiri aspek estetika diperlukan, namun luas RTH Kota Bandung saat ini amat kecil, yakni baru mencapai 12,25 persen. Minimal Kota Bandung memiliki 30 persen Ruang Terbuka Hijau.
Pj Wali Kota Bandung baru saja meluncurkan Revitalisasi Ruang Publik dan Penghijauan Bukit Mbah Garut, Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Selasa, 2 Juni 2024. Revitalisasi ini dilakukan Pemkot Bandung sebagai upaya menambah jumlah RTH dan menjadi upaya konservasi yang mempunyai nilai kebermanfaatan sebagai ruang publik.
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar Rian Irawan menerangkan, pemerintah memang harus memenuhi syarat minimal RTH, sebagaimana diamanatkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang minimal seluas 30 persen dari total luas wilayah perkotaan.
Rian menyebut dalam upaya memenuhi RTH, pemerintah perlu melakukan identifikasi jejaring ekologi ruang terbuka hijau di Kota Bandung. Identifikasi jejaring ekologi ini dilakukan untuk mengetahui, menghubungkan, dan menyesuaikan arah pembangunan di setiap subwilayah kota (SWK).
“Menurut saya ada salah kaprahlah ya yang dilakukan oleh pemkot Bandung dalam semangat RTH. RTH itu bicara bagaimana menciptkan suasana yang nyaman, enak. Hari ini kan yang terlihat dan terjadi, pemkot itu lebih mengedepankan bagaimana estetiknya, nih. Banyak robot-robot, misalnya, itu tidak salah. Tapi ketika bicara RTH, ya (seharusnya) ditanami pohon-pohon yang bisa berkontribusi menyuplai oksigen,” ungkap Rian, ketika dihubungi via telpon, Rabu 3 Juli 2024.
Selain berfungsi untuk suplai oksigen, peneduh, dan sumber kesejukan, RTH juga berfunsgi untuk daya tangkap air. Makanya, Rian mendorong agar pemerintah juga mengajak swasta atau privat untuk mengedepankan ruang terbuka hijau. Hal ini, sebagaimana yang diamanatkan undang-undang, RTH Publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah seluas 20 persen dari wilayah kota dan 10 persen merupakan RTH Privat.
“Political will pemkot untuk memenuhi RTH, apakah pemkot sudah menagih beberapa mal-mal, hotel-hotel, kan mereka juga punya kewajiban ya sebagian wilayahnya dijadikan RTH,” ungkap Rian.
Rian mempertanyakan sudah sejauh mana Pemkot Bandung menagih RTH-RTH di ranah privat atau swasta. “Dan bagaimana proses pendataannya dan ketika kemudian ada privat yang tidak menyisakan RTH itu apa tindakan yang diberikan? Padahal ini penting,” kata Rian.
Rian menyoroti Pemkot Bandung cenderung lebih banyak menaruh perhatian pada aspek estetika suatu RTH dibandingkan dengan aspek ekologi. Padahal, tercapai atau tidaknya luasan RTH, aspek ekologi menjadi pendekatan utama yang harus dipertimbangkan.
Menanggapi Bukit Mbah Garut yang baru saja diresmikan, Rian memberi catatan, pentingnya meninjau objek RTH dan ruang publik dengan menarusutamakan pendekatan ekologis, seperti penghutanan, penanaman pohon, mengurangi area terbangun, dan unsur alami lainnya.
Dalam revitalisasi Bukit Mbah Garut, unsur ekologis ini lebih penting dari ekonomi maupun estetika.
Baca Juga: DATA BICARA: Kota Bandung Semakin Panas, Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Sulit Ditambah
Data Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung 1996-2020, Masih Jauh dari Angka Minimal 30 Persen
Sidak Penegakan Aturan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung Minim
Revitalisasi Bukit Mbah Garut
Bukit Mbah Garut yang baru saja diresmikan oleh Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono memiliki luas sekitar 6,11 hektare. Tampak dari revitalisasi ini Pemkot ingin agar RTH menghasilkan nilai ekonomi dan estetika dengan dibangunnya trek jogging sepanjang 165 meter dan trek batu refleksi sepanjang 40 meter dengan lebar dua meter yang dimanfaatkan masyarakat.
Pemkot berdalih, pada konteks konservasi, kata Bambang, bukan hanya menanam pohon yang menjadi penting. Tetapi bagaimana konservasi bisa memiliki nilai kebermanfaatan yang lain sebagai ruang publik. Dengan cara ini, ruang publik bisa menjadi tempat berinteraksi, edukasi, dan upaya-upaya konservasi lainnya.
“Jadi target dari ruang terbuka hijau oleh pemerintah itu 30 persen untuk Kota Bandung. Kemudian hari ini posisinya baru 12 persen. Nah ini satu di antaranya untuk menambah luasan seluas 6,11 hektar," kata Bambang.
Bambang berharap pemeliharaan Bukit Mbah Garut dilakukan secara maksimal sehingga memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat. Di samping itu, ia juga berharap ruang terbuka hijau publik itu bisa meningkatkan indeks kebahagian masyarakat serta menjadi objek wisata yang dapat mendatangkan banyak wisatawan.
“Pembangunan Kota Bandung bisa terwujud manakala ekonomi berputar, yang kita bisa jual adalah pariwisata. Ini bisa kita jadikan sebagai objek wisata, kita buat wisatawan naik drastis,” ungkap Bambang dikutip dari siaran pers.
Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Bandung, Didi Ruswandi mengatakan, hadirnya ruang publik Bukit Mbah Garut tentunya dapat dimanfaatkan masyarakat secara luas baik untuk berolahraga maupun meningkatkan ekonomi warga.
“Jadi mungkin kalau ini bisa hidup tumbuh kerumunan mungkin bagi masyarakat juga bagus untuk ekonomi kerakyatan,” katanya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Ruang Terbuka Hijau