• Berita
  • Buku Saku Fototerapeutik, Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental

Buku Saku Fototerapeutik, Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental

Fototerapeutik bagian dari seni terapi yang berkaitan dengan kesehatan mental. Grace Anata merangkum isu fototerapeutik dalam buku saku Fototerapeutik.

Buku saku Fototerapeutik karya Grace Anata yang diluncurkan di RAWS Syndicate Red Raws Center, Pasar Antik Cikapundung, Bandung, Sabtu malam, 13 Juli 2024. (Foto: Audrey Kayla Fachruddin/BandungBergerak)

Penulis Audrey Kayla Fachruddin19 Juli 2024


BandungBergerak.idKegiatan fotografi memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Selain sebagai profesi dan hobi, teknik fotografi dipercaya sebagai alat terapi ( fototerapeutik) yang baik bagi kesehatan mental. Grace Anata telah melakukan riset fototerapeutik sejak beberapa tahun lalu. Ia kemudian menulis Buku Saku Fototerapeutik dan meluncurkannya di Red Raws Center, Pasar Antik Cikapundung, Bandung, Sabtu malam, 13 Juli 2024.

Peluncuran yang mengusung tema “Buku Saku Fototerapeutik dan Interaktif Talking with Raws” hasil kolaborasi RAWS Syndicate bersama Grace Anata itu berlangsung dalam suasana hangat dan santai. Para audiens antusias mendengarkan cerita di balik terbuatnya buku saku Fototerapeutik. Mereka juga berpartisipasi dalam sesi Pajang Karya dan Bercerita.

Grace meneliti fototerapeutik sejak tahun 4-5 tahun yang lalu. Grace mengatakan, secara tidak sadar ia telah melakukan fototerapeutik sejak tahun 2016. Didasari dengan perasaan penasaran, ia kemudian melakukan riset pada tahun 2018 dengan mengikuti berbagai pelatihan art therapy hingga mendapatkan sertifikasi. 

Grace meyakini bahwa fotografi merupakan salah satu alat untuk mengungkapkan ekspresi, cita-cita, harapan, hingga perasaan yang sulit untuk digambarkan. Oleh sebab itu, ia mencari benang merah antara fotografi dan art therapy hingga bertemu dengan istilah ‘fototerapeutik’.

Grace pernah mengikuti sebuah simposium dengan Judy Weiser, pakar fototerapeutik, untuk menyetujui perbedaan istilah ‘fototerapi’ dan ‘fototerapeutik’. Secara sederhana, fototerapi memiliki dua arti, yang pertama dapat dipahami sebagai media untuk pengobatan fisik dengan cahaya dan biasanya digunakan di rumah sakit; yang kedua dapat dipahami sebagai penggunaan fotografi sebagai media terapi yang memerlukan pendampingan psikolog atau psikiater dalam prosesnya. 

Sementara itu, fototerapeutik juga dipahami sebagai penggunaan fotografi media terapi namun tidak memerlukan pendampingan profesional dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dalam praktiknya, Grace menyebutkan bahwa fototerapeutik memerlukan sebuah target–untuk menyembuhkan luka, untuk melepaskan, untuk memaafkan, atau yang lainnya. 

“Terkadang bahkan, para fotografer itu sebenarnya sudah melakukan (fototerapeutik). Cuma sadar gak sadar, gitu. … Kadang, kan, fotografer itu susah, ya, kalau mau ngomong. Tapi dengan media fotografi, dia bisa,” ucap Grace.

Menurutnya, istilah ‘fototerapeutik’ belum menjadi sebuah istilah yang familiar di telinga masyarakat Indonesia. Meskipun begitu, secara tidak disadari, masyarakat sering kali menggunakan teknik fototerapeutik untuk mengungkapkan perasaannya dan dibagikan oleh mereka baik di media sosial maupun untuk koleksi pribadi. Oleh karena itu, Grace mencoba untuk “menuliskan, merumuskan, dan merunutkan” dasar-dasar fototerapeutik yang kemudian dituangkan ke dalam buku saku “Fototerapeutik” ini. 

Baca Juga: Seni Tradisi dan Fotografi dalam Pusaran Arus Waktu
Memori Matahati, Merayakan Keindahan dan Kehangatan Sosok Ibu Melalui Fotografi
PROFIL RAWS SYNDICATE: Upaya Menambal Ekosistem Fotografi yang Bolong

Grace Anata, penulis buku saku Fototerapeutik di RAWS Syndicate Red Raws Center, Pasar Antik Cikapundung, Bandung, Sabtu malam, 13 Juli 2024. (Foto: Audrey Kayla Fachruddin/BandungBergerak)
Grace Anata, penulis buku saku Fototerapeutik di RAWS Syndicate Red Raws Center, Pasar Antik Cikapundung, Bandung, Sabtu malam, 13 Juli 2024. (Foto: Audrey Kayla Fachruddin/BandungBergerak)

Walking with RAWS

Wahyu Dhian, pendiri RAWS Syndicate, membuka acara peluncuran Buku Saku Fototerapeutik Grace Anata dengan sedikit menyinggung kegiatan RAWS Syndicate, salah satunya memproduksi buku teks fotografi. Menurutnya, buku teks tentang fotografi masih sangat minim dan belum banyak yang memproduksinya. Oleh karena itu, RAWS Syndicate mencoba untuk bergerak lebih awal dalam memproduksi buku teks fotografi dengan berkolaborasi dengan para personel fotografi. 

Fototerapeutik merupakan salah satu fokus RAWS Syndicate yang membahas mengenai bagaimana fotografi dapat menjadi media terapi. Wahyu juga mengatakan, salah satu program RAWS Syndicate, Walking with RAWS, merupakan “tempat” riset bagi mereka untuk mendalami fototerapeutik. Hal ini didasari oleh berbagai cerita yang dibagi oleh berbagai partisipan Walking with RAWS sehingga mereka mengambil berbagai kursus dan sekolah yang berkaitan dengan fototerapeutik agar dapat mendampingi para partisipan Walking with RAWS. 

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi Pajang Karya dan Bercerita. Grace membuka sesi tersebut dengan membacakan salah satu tulisan yang dikirimkan oleh salah satu partisipan yang tidak dapat hadir dan menempelkannya pada jendela Red RAWS Center. Setelah itu, para audiens dipersilakan untuk mulai memajang karya mereka yang telah dicetak oleh Wahyu dan menuliskan cerita di baliknya di atas kertas.

*Kawan-kawan yang baik, silakan membaca tulisan-tulisan Audrey Kayla Fachruddin atau artikel-artikel lain tentang Fotografi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//