TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Grand Hotel Lembang dari Masa ke Masa
Grand Hotel Lembang memiliki masa keemasan di zaman kolonial. Menjadi kawasan Jugan Ianfu dan gudang di era pendudukan Jepang, dan berganti jadi camp warga Eropa.
Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
24 Juli 2024
BandungBergerak.id – Awalnya kawasan Grand Hotel Lembang ini merupakan bagian dari perkebunan kina Baroe Adjak yang dirintis oleh John Henrij Van Blommestein dan Pietro Antonio Ursone pada 1877. Pada tahun 1916 sepasang suami istri asal Jerman meminta lahan untuk disewakan menjadi sebuah penginapan sederhana dan dua tahun kemudian ( 1918) penginapan sederhana tersebut telah berdiri, bernama Hotel Lembang.
Suami istri ini diketahui bernama belakang Houf, yang makam salah satunya berada di kerkov Jayagiri, tidak jauh dari taman Junghuhn.
Pada tahun 1930-an perkembangan Hotel Lembang sangat pesat ketika hotel tersebut dikelola oleh keponakan suami istri tersebut yang bernama Bruno Treipl. Bruno tiba di Tanjung Priok, Batavia pada 1934.
Bruno banyak membuat terobosan sehingga membuat Hotel Lembang semakin tersohor dan mengganti namanya menjadi Grand Hotel Lembang dengan berbagai fasilitas yang lebih memadai. Di antara fasilitas-fasilitas tersebut, kolam renang Grand Hotel Lembang adalah primadona bagi para pelancong.
Tampaknya, inovasi bisnis oleh Bruno ini ditunjang dengan masa-masa keemasan tahun-tahun kunjungan wisata ke kota Bandung. Apalagi, kalangan di Hindia Belanda kemudian membentuk perkumpulan Bandoeng Vooruit, semacam perkumpulan promosi wisata Kota Bandung.
Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Teh Keluarga Ursone dan Permakaman Warga Tertua di Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Sekelumit Kisah Kweekschool Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Nyonya Homann dan Indahnya Kabut Lembang
Di Masa Pendudukan Jepang
Ketika pendudukan Jepang, Grand Hotel Lembang berubah menjadi kawasan Jugun Ianfu untuk tingkat menengah (pangkat militer menengah), karena di Lembang ini terdapat beberapa kawasan Jugun Ianfu dengan beberapa kelas. Tepat dibekas pabrik pengolahan ulat sutra di selatan Lembang, di sanalah wanita-wanita yang kebanyakan adalah pasokan dari pantura tersebut disortir. Ada yang akhirnya mengisi kawasan Jugun Ianfu kelas tinggi di bekas kompleks farmasi keluarga Ursone, Carlo Erba Farmintalia, ada yang mengisi kelas menengah yaitu di kawasan Grand Hotel Lembang, dan yang mengisi kelas bawah di Utara Lembang yang tersebar hingga Cikole.
Gedung utama dari Grand Hotel Lembang atau sering disebut gedung Melia pun dijadikan gudang garam dan gudang kebutuhan pokok. Kondisi miris Grand Hotel Lembang pun terjadi ketika masa bersiap. Kawasan hotel dijadikan camp untuk warga Eropa yang akan segera dipulangkan ke negara asalnya. Kawasan hotel semakin kumuh, beberapa benda seni pun rusak dan raib, kemegahan hotel berganti dengan cerita pilu derita perang.
Tahun 1970-an hingga 2000-an hotel ini semakin membaik, dikelola secara apik, bahkan menjadi ikon sejarah kawasan Lembang. Namun sekarang kondisinya semakin memprihatinkan. Pihak dinas Pariwisata kabupaten Bandung Barat mengupayakan dengan serius agar aset cagar budaya ini dapat bertahan, hingga tersiar kabar Gedung Melia ini akan dijadikan Museum sejarah perkembangan Lembang bahkan Kabupaten Bandung Barat. Semoga dapat terealisasi dengan baik.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang