CATATAN DARI BUKU HARIAN #2: Berjumpa dengan Ceu Aam Amilia Ibu Sastrawan Sunda dan Mang Ohle Abdullah Mustappa
Saya sudah saling kenal dengan Abdullah Mustappa dan Aam Amilia di Facebook. Ketika bertemu langsung, kami berbincang seperti kawan lama.
Kin Sanubary
Kolektor Koran dan Media Lawas
27 Juli 2024
BandungBergerak.id - Bersyukur berkat mengumpulkan dan menyimpan surat kabar dan majalah lawas penulis sering diundang di acara-acara yang berhubungan dengan dunia literasi. Penulis bisa berkenalan, berjumpa, dan bertemu orang-orang hebat dan tokoh panutan, terutama mereka yang menggeluti dunia kepenulisan dan hingga kini masih mendedikasikan dirinya untuk pelestarian budaya, bahasa, dan literasi Sunda.
Juli 2019, saya bersyukur karena hadir di acara peluncuran buku novel "Rainbow Cake" karya novelis Rayni N Massardi & Christyan AS yang diselenggarakan di Perpustakaan Ajip Rosidi, Jalan Garut No.2 Bandung. Acara ini dihadiri beberapa inohong Bandung dan tokoh di dunia kepengarangan, seperti Ajip Rosidi, Noorca M Massardi, Ipit Saefidier Dimyati, Nundang Rundagi, M. Malik, Yusran Pare, Karno Kartadibrata, Abdullah Mustappa, Abay Subarna, Aam Merdeka Permana, Kemal Ferdiansyah, Agus Wahyudi, Rio Wibowo, dan pegiat buku Didin Tulus.
Hadir pula Nani Wijaya istri dari Ajip Rosidi, penulis Aam Amilia, Etti RS, Rinny Srihartini, Annie Rai Samoen dan Hilda Winar. Tak luput, para jurnalis, sejumlah penulis lainnya, pegiat buku, dan mahasiswa meramaikan acara.
Di sela-sela acara bedah buku, saya berkesempatan bersilaturahmi dan mengobrol lebih dekat dengan dua orang penulis yang sangat saya kagumi yaitu pasangan suami istri Abdullah Mustappa dan Aam Amilia. Kami kebetulan sudah saling mengenal di media sosial, yaitu di Facebook.
Kami bisa bertegur sapa, berbincang ringan, dan saling mengenal lebih akrab. Obrolan pun mengalir lancar seperti obrolan sesama sahabat yang lama tak berjumpa. Kami berbincang seputar tulisan dan karya-karya Ceu Aam dan Pa Abdullah Mustappa di berbagai media cetak dan karya-karya yang telah dibukukan.
Diketahui, Aam Amilia (78 tahun) salah seorang penulis yang karya-karyanya banyak dikagumi orang. Aam Amalia yang biasa dipanggil Ceu Aam lahir di Cicalengka, Kabupaten Bandung, 21 Desember 1946, adalah sastrawan, jurnalis, dan kolumnis yang mempunyai peran penting dalam sastra Sunda.
Di samping menulis cerpen dan buku, Ceu Aam juga pernah menjadi redaktur dan wartawan di beberapa media cetak berbahasa Sunda dan Indonesia, seperti Majalah Mangle, Hanjuang Bodas, Galura, Kudjang, dan Pikiran Rakyat.
Ceu Aam mulai menulis sejak tahun 1961, hingga kini sudah ratusan cerpen dan puluhan buku berbahasa Sunda dan Indonesia yang telah ditulisnya. Pada tahun 1968, Ceu Aam meraih juara pertama dalam sayembara mengarang IKAPI Jawa Barat, pada kategori bacaan dewasa berbahasa Sunda. Pada tahun 2015 dan 2017, Ceu Aam memperoleh penghargaan Hadiah Sastra Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancage yang diprakarsai oleh Ajip Rosidi.
Selain mengarang, Aam Amilia bersama sastrawan-sastrawan lain yang tergabung dalam komunitas Caraka Sundanologi di Bandung juga memberikan pelatihan mengarang kepada pengarang-pengarang pemula. Beberapa pengarang muda yang pernah dibimbingnya antara lain Holisoh M.E., Tatang Sumarsono, Yus R. Ismail, Rosyid E. Abby, Tety S. Nataprawira, dan Hermawan Aksan. Itulah sebabnya Ceu Aam dijuluki sebagai "Ibu Sastrawan Sunda".
Kolom "Sekelumit Romantika Kehidupan" merupakan rubrik khusus yang diasuh Ceu Aam di Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung yang banyak diminati pembaca dan bertahan hingga puluhan tahun lamanya. Di sisi lain, sang suami, Abdullah Mustappa (79 tahun) yang lahir di Garut pada 18 November 1945, adalah seorang jurnalis, sastrawan, dan kolumnis yang juga karya-karyanya banyak mewarnai sastra Sunda.
Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #1: Bari Lukman, Pengibar Bendera Merah Putih Pertama di Bandung
Abdullah Mustappa adalah penulis puisi, cerpen, esai, artikel, dan terjemahan, baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia. Esai yang dibuatnya tentang puisi Amir Hamzah berhasil memenangkan sayembara yang diadakan oleh Pusat Bahasa, Jakarta. Pada tahun 1997, Abdullah memperoleh Anugerah Jurnalistik Zulharmans dari PWI Pusat untuk karya esainya, Kita Butuh Dialog Kebudayaan, yang dimuat di Pikiran Rakyat.
Pada tahun 2006, ia memperoleh Hadiah Sastra Rancage karena dinilai berjasa terhadap pengembangan sastra Sunda. Pada tahun 2014, Abdullah kembali memperoleh Hadiah Sastra Rancage untuk kumpulan sajaknya, Titimangsa: 68 Sajak Alit.
Abdullah pernah menjadi wartawan surat kabar FUSI, majalah Mimbar dan koresponden Tempo. Redaktur tabloid berbahasa Sunda Galura (Grup Pikiran Rakyat), redaktur Pikiran Rakyat, dan wakil pemimpin redaksi Majalah Mangle. Abdullah juga pernah mengisi tulisan tokoh fiksi Mang Ohle, mirip tokoh Si Kabayan yang menjadi panutan Orang Sunda. Mang Ohle menjadi maskot Harian Umum Pikiran Rakyat.
Buku-buku Abdullah yang sudah diterbitkan antara lain Hang Tuah (1974), Lembur Singkur (1979), Nu Teu Kungsi Kalisankeun (1981), Mikung (1983), Si Mata Heulang (1980), Wirahma Sajak (pengantar apresiasi puisi untuk siswa sekolah lanjutan, 1985), dan Cihaliwung Nunjang Ngidul (1995). Kini tulisan Abdullah banyak dimuat di Pikiran Rakyat, Galura, Mangle, Tribun Jabar, dan media cetak lainnya.
Berkenalan, berjumpa dan bisa mengobrol dengan tokoh yang dikagumi seperti Ceu Aam Amilia dan Pa Abdullah Mustappa adalah suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri. Sebuah pengalaman yang mengesankan dalam perjalanan hidup penulis.
Semoga sumbangsih keduanya bagi dunia literasi Sunda maupun Indonesia secara umum menjadi catatan bersejarah.
*Kawan-kawan bisa membaca karya-karya dari Kin Sanubary dalam tautan berikut ini