• Narasi
  • Abrasi itu Bukan Hal Biasa

Abrasi itu Bukan Hal Biasa

Abrasi bukan siklus alam. Tidak dapat dibiarkan begitu saja. Abrasi adalah ancaman yang berakibat pada bencana dalam jangka waktu yang panjang.

Gregorius Yudha Abalele Nanga

Mahasiswa Filsafat Keilahian Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Salah satu pohon yang dulunya jauh dari bibir pantai. Sekarang, pohon tersebut terkena abrasi di Pantai Batukaras Pangandaran. (Foto: Gregorius Yudha Abalele Nanga)

29 Juli 2024


BandungBergerak.id – Abrasi adalah hal biasa menjadi anggapan yang ada di masyarakat pesisir pantai. Mereka berpikir bahwa garis pantai akan kembali seperti semula ketika perubahan angin, yaitu angin Barat.

“Tenang aja, itu mah sudah biasa mas. Nanti juga ketika angin Barat (angin dari darat ke laut), pasirnya pasti balik lagi,” demikian penuturan beberapa masyarakat yang ada di Dusun Sahyangkalang dan Dusun Batukaras Desa Batukaras, di Pangandaran.

Dua dusun tersebut berada di daerah pesisir pantai Batukaras, Pangandaran. Kedua dusun ini memiliki hamparan pantai yang indah.

Batukaras terkenal dengan gelombang ombak yang sangat baik untuk para pencinta selancar atau surfing. Maka, tidak heran banyak turis dijumpai di daerah ini. Tujuan mereka datang ke tempat ini untuk bermain selancar.

Di balik keindahan Pantai Batukaras, abrasi terus mengikis daratan.

Namun, tidak semua menganggapnya hal biasa. Kelompok nelayan yang lain di Batukaras beranggapan abrasi pantai adalah hal yang perlu di atasi. Garis pantai yang ada sekarang bukan garis pantai yang dulu mereka lihat.

Dulu garis pantai di Batukaras menjorok jauh ke arah laut. Akan tetapi, abrasi perlahan mengikisnya. Sekarang perahu-perahu yang berlabuh di Batukaras semakin dekat dengan jalan. Bahkan ada yang berjarak hanya beberapa meter saja dengan jalan.

Lantas solusi apa yang perlu diambil?

Beberapa nelayan di Dusun Batukaras dan Dusun Sahyangkalang mengatakan bahwa menanam bakau adalah salah satu solusi untuk menahan adanya abrasi. Akan tetapi, ada persoalan lain muncul yaitu bagaimana dengan tempat perahu untuk berlabuh.

Jika pesisir pantai ditanami pohon bakau, perahu akan taruh di mana? Ini menjadi persoalan yang juga perlu diperhatikan dan dicari bersama sama solusinya. Dari warga yang bekerja di Dinas Perhubungan mengatakan bahwa sebetulnya sudah dibuat pelabuhan untuk para nelayan. Akan tetapi, jarak pelabuhan dengan tempat tinggal mereka jauh. Tujuannya adalah perahu nelayan dapat ditaruh secara terpusat. Rencana ini dilakukan.

Jalan tahun 90-an yang dulu digunakan di Pantai Batukaras Pangandaran, sekarang tidak dapat digunakan. Jalan sudah berpindah sejauh 10 meter. (Foto: Gregorius Yudha Abalele Nanga)
Jalan tahun 90-an yang dulu digunakan di Pantai Batukaras Pangandaran, sekarang tidak dapat digunakan. Jalan sudah berpindah sejauh 10 meter. (Foto: Gregorius Yudha Abalele Nanga)

Baca Juga: Ekofeminisme, Semangat Perempuan untuk Menyelamatkan Lingkungan
Menyuarakan Pencemaran Lingkungan Dikriminalisasi, Kisah Pilu dari Karimun Jawa
Kritik Aktivis Lingkungan terhadap Pengelolaan Pencemaran Sungai Citarum

Bahaya Abrasi

Ketika melakukan observasi lapangan bersama dengan Kepala Dusun Batukaras yang bernama Pak Amung, penulis ditunjukkan bukti dari jalan yang habis oleh abrasi. Jalan yang semula digunakan di tahun 90-an, sekarang sudah rusak oleh gelombang air laut. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk membuat jalan baru yang berjarak cukup jauh sekitar 10 meter dari jalan yang terkena abrasi.

Abrasi adalah hal yang biasa adalah sebuah pendapat yang perlu diwaspadai untuk jangka waktu ke depan. Memang, pergerakan abrasi tidak terlihat begitu jelas.

Banyak masyarakat setempat menganggap hal itu sebagai siklus alam yang biasa saja. Namun demikian, siklus itu perlahan-lahan secara pasti akan mengikis daratan. Jangka waktu yang dialami bukanlah jangka waktu yang spontan atau pendek.

Abrasi adalah sebuah ancaman yang berakibat pada bencana dalam jangka waktu yang panjang. Memang, bagi sebagian orang ancaman dan bencana adalah hal yang sama. Akan tetapi, ancaman dan bencana adalah kedua hal yang berbeda.

Ancaman (hazard) adalah potensi kejadian atau kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan, kehilangan, atau kerugian pada manusia, properti, atau lingkungan. Ancaman bisa bersifat alamiah (seperti gempa bumi, tsunami, dan angin topan) atau buatan manusia (seperti tumpahan bahan kimia, kebakaran hutan akibat aktivitas manusia, atau terorisme). Gempa bumi, tsunami, atau angin topan adalah sebuah ancaman sejauh tidak ada korban jiwa. Contohnya, tsunami menghempas daratan luas yang tidak ada penduduk. Ini adalah ancaman bukan bencana.

Sedangkan, bencana (disaster) adalah kejadian atau serangkaian kejadian yang mengakibatkan dampak signifikan terhadap kehidupan manusia, properti, atau lingkungan. Bencana terjadi ketika ancaman terwujud dan berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan. Maka, abrasi sebetulnya adalah sebuah ancaman. Namun demikian, ancaman abrasi juga dapat menjadi bencana dalam jangka waktu yang panjang.

Pendapat abrasi adalah siklus alam yang biasa, tidak dapat dibiarkan begitu saja. Bagi mereka yang tinggal di pesisir pantai, hal ini sangat penting untuk diperhatikan.

Sri Lestari di BBC News Indonesia menuliskan bahwa Desa Bedono di Demak terancam tenggelam akibat abrasi. Dalam berita tersebut, Sri Lestari mengatakan bahwa garis pantai mundur sejauh 5,1 kilometer selama 20 tahun terakhir, sejak 1994. Bukankah 5,1 kilometer adalah jarak yang cukup jauh?

Abrasi adalah ancaman yang perlahan-lahan mengancam manusia buat jangka waktu ke depan. Oleh karena itu, ancaman abrasi bukanlah hal yang harus didiamkan begitu saja. Paradigma mengenai abrasi adalah hal yang biasa, perlu diubah menjadi alarm buat mereka yang tinggal di pesisir pantai. Sekaligus, mereka perlu mencari solusi bersama-sama yang tepat untuk dilakukan.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel lain tentang lingkungan

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//