• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Mendorong Industri Rumah Tangga Mengurus Perizinan

MAHASISWA BERSUARA: Mendorong Industri Rumah Tangga Mengurus Perizinan

Mengurus perizinan yang diperlukan penting bagi kemandirian industri rumah tangga, khususnya yang memproduksi pangan olahan.

Daniel Miracle dan Marcelino Januar

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad)

Pengolahan ikan pindang di Bojongsoang terjadi dari generasi ke generasi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

2 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Indonesia menduduki peringkat teratas dalam kepadatan keberadaan UMKM di dunia. Di Indonesia, terdapat lebih dari 50 UMKM per 1.000 orang penduduk, yang merepresentasikan 99% dari keseluruhan kegiatan bisnis. UMKM berkontribusi sekitar 61% pada PDB nasional dan menyerap sekitar 97% dari total tenaga kerja swasta. Hal ini menjadikan UMKM sebagai salah satu tonggak penting pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang perlu dimaksimalkan oleh pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu jenis dari UMKM adalah industri rumah tangga.  Biasanya, industri rumah tangga tidak mempekerjakan banyak orang, hanya sekitar satu sampai enam orang saja. Karyawan yang dipekerjakan pun masih cukup dekat dengan pemilik usaha, seperti anggota keluarga, teman, dan tetangga.

Lokasi usaha pun kebanyakan tidak dipisahkan dengan rumah. Selain itu, pengerjaan produk rata-rata dilakukan secara manual dan tidak terlalu rumit. Dengan memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di sekitarnya, produk industri rumah tangga biasanya tidak mudah berubah.

Salah satu produk yang sering dipasarkan oleh industri rumah tangga Indonesia adalah produk olahan pangan. Industri rumah tangga yang memasarkan produk olahan pangan biasanya memanfaatkan sumber daya yang berlebih di daerahnya. Hasil panen yang melimpah kerap kali membuat harga hasil panen tersebut jatuh, sehingga tidak terlalu menguntungkan apabila dijual begitu saja di pasaran. Demi menambah nilai jual, industri rumah tangga mengolah hasil panen menjadi suatu produk yang berguna.

Sesuai dengan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, tujuan dari UMKM adalah pembangunan ekonomi nasional yang berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, UMKM perlu diberdayakan, salah satunya dengan penumbuhan kemandirian agar dapat bekerja dengan inisiatif sendiri. Sudah seharusnya industri rumah tangga, sebagai salah satu jenis dari UMKM, perlu diberdayakan dengan penumbuhan kemandirian.

Penumbuhan kemandirian ini dilakukan dengan beberapa hal, salah satunya adalah penumbuhan kesadaran untuk mengurus izin-izin yang diperlukan, seperti izin usaha dan izin komersial. Pengurusan izin adalah hal yang sangat penting bagi industri rumah tangga, khususnya, industri rumah tangga yang memproduksi pangan olahan.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Memahami Pendidikan Kaum Tertindas Paulo Freire
MAHASISWA BERSUARA: Bagaimana Sistem Pendidikan Menjadi Arena Kecurangan di Perguruan Tinggi?
MAHASISWA BERSUARA: Pentingnya Rumah Nyaman untuk Kesehatan Mental

Pengurusan Izin

Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2023, yang terkait dengan perubahan Pasal 111 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, makanan dan minuman hanya dapat diedarkan apabila telah memenuhi persyaratan kesehatan dan perizinan berusaha. Selain itu, berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha berkewajiban untuk menjamin mutu barang yang diproduksi agar sesuai standar mutu barang yang berlaku. Kewajiban-kewajiban ini tidaklah dikecualikan dari pelaku usaha industri rumah tangga produk olahan pangan.

Dengan adanya kewajiban mengikat pada peraturan perundang-undangan, seharusnya pelaku usaha mempersiapkan dan mengurus izin usaha maupun izin komersialnya sedini mungkin. Namun, kerap kali pelaku usaha, khususnya industri rumah tangga olahan pangan, belum mengurus perizinannya.

Urusan perizinan menjadi terhambat karena pelaku usaha industri rumah tangga olahan pangan sering kali mengalami kendala. Kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha dimulai dari perizinan yang sering kali berbelit-belit dan memerlukan banyak dokumen. Hal ini membingungkan bagi pengusaha kecil. Waktu dan tenaga yang dihabiskan untuk menyiapkan perizinan pun tidak sedikit.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah berusaha untuk menyederhanakan proses perizinan dengan pelayanan terpadu satu pintu secara online, yang bernama Online Single Submission (OSS) melalui PP No. 24 Tahun 2018. Meskipun sistem OSS dapat membantu pelaku usaha industri rumah tangga olahan pangan di masa kini, tetapi sistem ini pun tidak dapat secara efektif dipakai oleh pelaku usaha yang jauh dari jaringan internet.

Selain itu, banyak pelaku usaha industri rumah tangga belum memiliki pengetahuan cukup mengenai persyaratan dan prosedur yang diperlukan untuk memperoleh izin. Hal ini seringkali disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari pihak terkait atau minimnya akses terhadap informasi. Selain itu, terkadang metode sosialisasi pun kurang tepat, karena sosialisasi tidak dibarengi pengurusan izin secara langsung.

Di samping prosedur dan pengetahuan, pengurusan izin sering kali terkendala biaya. Mulai dari administrasi, pengurusan dokumen, hingga konsultasi dengan pihak ketiga memerlukan dana yang tidak sedikit. Hal ini dapat menjadi beban yang berat bagi industri rumah tangga yang umumnya memiliki modal terbatas.

Banyak juga dari pelaku usaha industri rumah tangga olahan pangan sebenarnya sudah mengetahui tentang izin-izin yang diperlukan agar produk mereka dapat diedarkan. Namun, mereka enggan untuk mengurusnya lantaran beberapa hal, seperti ketiadaan waktu, belum ada keseriusan untuk menekuni usaha, serta ketakutan akan kewajiban yang muncul dari pengurusan perizinan tersebut, seperti pembayaran pajak dan pengecekan produk secara  berkala.

Peran Pemerintah

Kendala-kendala ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan pelaku usaha industri rumah tangga belum mau mengurus perizinan usahanya. Namun, setiap kendala tentu memiliki solusi.

Pengetahuan pelaku usaha yang belum memadai mengenai urusan perizinan, dapat diatasi dengan adanya sosialisasi tentang pengurusan izin usaha. Sosialisasi yang diselenggarakan pun sebaiknya dapat dirancang menjadi lebih efektif dengan adanya praktik langsung, bukan hanya sekadar presentasi materi. Selain itu, pelaku usaha yang melewatkan sosialisasi pun dapat langsung dibantu oleh pihak yang berwenang dalam pengurusan izin melalui media komunikasi.

Terkait dengan kendala geografis, yang mana pelaku usaha jauh dari jaringan internet, metode pengurusan izin dapat dilakukan dengan metode jemput bola. Metode ini melibatkan pejabat pengurus perizinan di masing-masing wilayah untuk datang mengunjungi industri rumah tangga masyarakat agar dapat dibantu secara langsung.

Apabila ada pelaku usaha yang terkendala dana, sebaiknya diberikan keleluasaan dalam jangka waktu tertentu untuk mengurus perizinan agar modal bisnis tidak langsung habis hanya untuk mengurusi hal ini. Pengurusan perizinan dapat dilakukan secara berkala, alias diselesaikan sedikit demi sedikit sesuai dengan prioritas.

Solusi-solusi yang ditawarkan hanya dapat mengatasi kendala-kendala teknis, tetapi tidak untuk kendala-kendala yang muncul dari pelaku usaha industri rumah tangga itu sendiri, seperti kendala keengganan untuk berurusan dengan hukum.

Yang terpenting adalah pelaku usaha industri rumah tangga, khususnya produk olahan pangan, menyadari bahwa pengurusan izin akan sangat bermanfaat bagi kelangsungan bisnis mereka ke depannya. Manfaat yang diperoleh juga akan melebihi pengorbanan yang harus dilakukan di awal pengurusan.

Di sisi lain, pemerintah pun perlu menyadari bahwa beberapa kendala hanya dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah. Pada akhirnya, pelaku usaha industri rumah tangga dan pemerintah harus saling bersinergi untuk mencari solusi untuk memecahkan kendala-kendala yang menyangkut pengurusan perizinan.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//