• Berita
  • Solidaritas Seni untuk Palestina di Bandung: Pembunuhan Ismail Haniyeh Menambah Panjang Daftar Kejahatan Israel

Solidaritas Seni untuk Palestina di Bandung: Pembunuhan Ismail Haniyeh Menambah Panjang Daftar Kejahatan Israel

Solidaritas Seni untuk Palestina di Bandung kembali menyerukan penghentian genosida. Pembebasan Palestina bagian dari gerakan kemanusiaan.

Aksi Solidaritas Seni untuk Palestina di Bandung menyerukan penghentian serangan Israel, Sabtu, 3 Agustus 2024. (Foto: Nabila Eva Hilfani/BandungBergerak)

Penulis Nabila Eva Hilfani 5 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Genosida yang dilakukan Israel di Palestina genap berlangsung 300 hari per Sabtu, 3 Agustus 2024 kemarin. Serangan brutal yang dimulai 7 Oktober 2023 itu diperingati sebagai hari dukungan solidaritas global bagi Gaza, tahanan politik Palestina, martir, jurnalis, dan paramedis yang gugur dibunuh zionis Israel, seperti yang diserukan oleh mendiang Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas yang gugur dibunuh 31 Juli 2024.

Solidaritas Seni untuk Palestina di Bandung pun kembali menggelar aksi jalan kaki sebagai bentuk desakan penghentian pembantaian yang dilakukan Israel di negara Palestina. Mereka menuntut penghapusan IOF-IDF dari wilayah Palestina-Gaza dan penyegeraan penjatuhan sanksi bagi Israel.

“Seruan ini seruan global untuk semuanya. Ismail Haniyeh mengucapkan bagaimana seluruh dunia harus turut serta menyerukan solidaritas untuk Gaza. Untuk menghentikan pembantaian dan juga (melakukan) gencatan senjata. Karena sampai hari ini zionis Israel masih terus membombardir dan menyerang Libanon, Beirut, dan juga pengungsian yang dinyatakan aman, tetapi nyatanya tidak aman,” jelas Wanggi Hoed, tepat setelah pergelaran aksi di depan monumen Dasasila Bandung, Hotel Homann.

Aksi Solidaritas Seni untuk Palestina kali ini membawa tema Bandung Protest: Hentikan Pembantaian! Wanggi menjelaskan, Bandung Protest menjadi satu suara perwakilan kawan-kawan Solidaritas Seni untuk Palestina sebagai bagian dari warga Kota Bandung dan warga Indonesia. Tujuannya untuk menyatakan protes kepada seluruh negara, baik pemimpin-pemimpin negara maupun warga sipil untuk terlibat aktif menyerukan penghentian pembantaian yang terjadi di Palestina.

Tidak hanya berjalan kaki, orasi hingga pembacaan puisi yang dilakukan di depan monumen Dasasila Bandung menjadi bagian dari aksi yang dilakukan oleh empat orang yang tergabung dalam gerakan Solidaritas Seni untuk Palestina.

Pemilihan Monumen solidaritas Asia Afrika dan Monumen Dasasila Bandung menjadi titik penyelenggaraan aksi. Lokasi ini merupakan pengingat bagi masyarakat Indonesia tentang cita-cita Indonesia dan nilai antikolonialisme dan imperialisme yang dideklarasikan dalam peristiwa Konferensi Asia Afrika.

“Kita juga mempunyai Dasasila Bandung kemudian Konferensi Asia Afrika. Itu kan salah satunya untuk membebaskan negara-negara yang terkungkung oleh penjajahan,” terang Elly Dzarrah, bagian dari Solidaritas Seni untuk Palestina yang turut terlibat dalam aksi.

“Kita menutup monumen dengan tulisan, dengan teks, salah satunya untuk peringatan bahwa ini adalah solidaritas global. Apa itu monumen? monumen adalah sebuah bentuk prasasti. Maka dari itu, bila hari ini tidak bisa memberikan saksi jadi buat apa ada monumen? Makannya kami duduki sebagai peringatan bahwa hari ini kita semua, seluruh dunia, wakil solidaritas turun ke jalan menyuarakan segera hentikan pembantaian, genosida, dan gencatan senjata di Palestina,” timpal Wanggi Hoed.

Baca Juga: Membela Palestina di Jalan Asia Afrika
Bergerak untuk Palestina Melalui Marwah Sejarah Indonesia
Doa untuk Palestina dari Cikapayang

Aksi Solidaritas Seni untuk Palestina di Bandung menyerukan penghentian serangan Israel, Sabtu, 3 Agustus 2024. (Foto: Nabila Eva Hilfani/BandungBergerak)
Aksi Solidaritas Seni untuk Palestina di Bandung menyerukan penghentian serangan Israel, Sabtu, 3 Agustus 2024. (Foto: Nabila Eva Hilfani/BandungBergerak)

Penderitaan yang Semakin Meluas

Laporan terakhir yang diberikan oleh The Lancet Group dalam jurnalnya yang dipublikasikan “Counting the Dead in Gaza: Difficult but Essential” pada 5 Juli 2024 menyatakan, bukan tidak mungkin hari ini 186.000 kematian di Gaza diakibatkan oleh konflik yang terjadi di Gaza.

Praktik kekerasan yang dilakukan Israel semakin masif, mulai dari penyiksaan sandera Palestina, pembunuhan perwakilan perundingan damai, ketiadaan ruang aman bagi rakyat Palestina dari serangan bom, kelaparan dan penyebaran penyakit akibat pembatasan akses bantuan untuk Palestina.

Belum lagi, penyerangan Israel yang semakin meluas hingga Lebanon, Beirut, dan Iran. Hal-hal tersebut menjadi latar belakang Solidaritas Seni untuk Palestina turut kencang terlibat dalam gerakan solidaritas global di seluruh dunia yang ditujukan untuk kebebasan Palestina.

“Baik warga sipil maupun pemimpin negara harus menyerukan penghentian pembantaian, karena ini sudah kelewatan. Ini sudah melampaui batas,” tegas Wanggi.

Elly Dzarrah juga menjelaskan, bagaimana pada akhirnya gerakan yang selama ini ditunjukkan untuk kebebasan Palestina adalah gerakan untuk kemanusiaan. 

“Yang jelas harus mempunyai rasa kemanusiaan untuk merasakan itu semua (apa yang terjadi di Palestina). Kita yang terluka saja sakit. Apalagi mereka yang bertubi-tubi mendapatkan serangan terus menerus,” jelas Elly. 

“Kita perlu menghidupkan nurani. Menyadari bahwa, kita ini manusia dan ini adalah masalah kemanusiaan dan persaudaraan dalam kemanusiaan,” lanjutnya.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Nabila Eva Hilfaniatau artikel-artikel lain tentang Palestina

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//