CERITA ORANG BANDUNG #73: Ambu Rita Mengajarkan Ilmu dari Pinggiran Ciumbuleuit
Ambu Rita menanamkan semangat membaca pada anak-anak kurang mampu secara fisik maupun ekonomi. Ia juga menjangkau anak-anak yang tersandung kasus hukum.
Penulis Helni Sadiyah7 Agustus 2024
BandungBergerak.id – Cahaya matahari Minggu pagi singgah di wajah ceria anak-anak Jalan Ciumbuluit, Kota Bandung. Mereka sigap menenteng tas dan peralatan belajar menuju rumah kayu atau yang sering disebut saung. Tempat ini menjadi rumah belajar bahasa Inggris gratis bagi mereka. Semangat belajar mereka tak surut meski sedang libur sekolah.
Di depan rumah kayu berdiri sebuah perpustakaan yang menjadi bagian dari rumah pribadi Rita Koesma atau yang kerap dipanggil Ambu Rita. Rita Home Library, nama perpustakaan itu, menyediakan ribuan buku yang dapat diakses oleh siapa pun yang ingin membaca.
Ambu Rita telah mengabdikan dirinya mengelola Taman Baca Masyarakat (TBM) Rita Home Library lebih dari sepuluh tahun. Di usianya yang menginjak 70 tahun ia masih bersemangat berbagi buku dan ilmu. Selain membuka perpustakaan umum, ia memberikan pelajaran bahasa Inggris kepada anak-anak kurang mampu di sekitar Jalan Ciumbuleuit.
“Setelah pembelajaran berjalan lebih dari 10 tahun, anak-anaklah yang mencari saya karena mereka merasa ada sesuatu yang menarik di sini,” ujar Ambu Rita, Minggu, 4 Agustus 2024.
Peranan media sosial memberikan dampak yang positif bagi taman baca masyarakat yang didirikan Ambu Rita. Perpustakaannya kini telah dikenal banyak orang, bahkan kerap mendapat sorotan dari berbagai media, mahasiswa, dan orang asing. Anak-anak yang ia ajar pun tidak hanya dari kalangan warga sekitar, banyak anak-anak di luar Ciumbuleuit yang berbondong-bondong mendaftarkan belajar menulis dan membaca bahasa Inggris, mata pelajaran yang sering dianggap susah oleh murid-murid sekolah.
Pembelajaran bahasa Inggris yang diterapkan Ambu Rita melibatkan pendekatan berbasis tes, menulis, membaca, dan menggambar, dengan penekanan khusus pada makna di setiap sesi pembelajaran. Melalui pendekatan ini, murid-murid yang ia bimbing dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam serta memberi mereka kemampuan untuk mengekspresikan diri secara kreatif.
Membaca sebagai Kunci, Program dan Harapan Rita Home Library
Rita Home Library kini memiliki 18.000 koleksi buku. Perpustakaan ini menyediakan berbagai jenis buku dengan 90 persen buku berbahasa Inggris dan 10 persen buku berbahasa Indonesia, Belanda, dan lain-lain. Melalui koleksi buku yang beragam Rita Home Library mampu menjangkau berbagai kalangan, dari anak-anak hingga dewasa.
Perpustakaan Rita Home Library tidak hanya memberikan akses kepada anak-anak terhadap fasilitas membaca. Sebagai upaya untuk lebih memberdayakan perpustakaan, salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah dengan menciptakan sebuah program-program yang dapat menumbuhkan minat baca di kalangan masyarakat.
Langkah tersebut tidak dapat diraih dengan mudah, maka dari itu Ambu Rita membuka peluang bagi sukarelawan untuk bergabung dalam perjuangannya. Salah satu program yang ia rencanakan adalah reading group dan club bercerita.
“Ambu itu sudah membuat berbagai program kerja, di antaranya adalah membuat reding group dan bercerita,” kata Ambu Rita.
Program pembelajaran yang dilakukan oleh Ambu Rita mencakup kegiatan mengajar yang diperuntukkan bagi anak-anak dari berbagai latar belakang. Pada hari Rabu, Ambu Rita fokus mengajar anak-anak difabel pendengaran dan miskin, memberikan mereka kesempatan untuk belajar meskipun memiliki keterbatasan finansial dan fisik. Hari Kamis, Ambu Rita juga mengadakan sesi pembelajaran bagi anak-anak di penjara, membantu mereka mendapatkan pendidikan dan keterampilan baru.
Selain itu, Ambu juga rutin mengajar anak-anak di bawah jembatan Pasupati setiap hari Sabtu, yang diikuti oleh banyak anak-anak dari berbagai kalangan. Namun, program-program tersebut terhenti saat pandemi Covid-19 karena terlalu berisiko.
“Hari Sabtu sudah libur ada di bawah jembatan Pasupati itu anak-anak sekitar situ dari mulai anak-anak jalanan, anak-anak di bantaran, kali apa itu Cikapundung? Yang sebelum digusur. Nah itu, waktu digusur Ambu Rita nangis,” ungkap Ambu.
Meskipun begitu, semangat Ambu Rita tidak surut. Ia tetap mengajar anak-anak di sekitar tempat tinggalnya pada hari Minggu serta memberikan les privat bahasa Inggris pada hari-hari biasa. Ia juga berencana untuk meneruskan kembali program mengajar yang dilakukan dulu di jalan Pasupati.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #71 : Kisah Penjual Urap Jagung dari Cililin
CERITA ORANG BANDUNG #72: Irama Peluit Aji
CERITA ORANG BANDUNG #70: Sisi Lain Juru Parkir dari Sosok Dudi Lesmana
Membangun Jembatan Literasi dari Pinggiran
Sebagai seorang pensiunan dari sebuah sekolah internasional, Ambu Rita menyadari perbedaan mencolok antara anak-anak yang dia ajar dan anak-anak kurang mampu di luar sana. Motivasi inilah yang mendorongnya untuk membantu anak-anak kurang beruntung yang tidak memiliki akses mudah ke pendidikan.
“Selama hidup saya mengajar anak-anak internasional. Mereka itu orang-orang mampu semuanya. Ah gampang gitu, mau beli buku gampang, sekolah gampang, belajar bahasa Inggris gampang, bisa bayar begitu. Sehingga ketika saya pensiun, lantas saya berpikir yang saya selama ini ajarkan. Literasi tentang library, literasi bahasa Inggris, itu anak-anak yang beruntung,” cerita Ambu Rita.
Saat masih aktif bekerja sebagai guru, Ambu Rita sering menjelajahi Kota Bandung. Dalam perjalanan, ia sering melihat anak-anak jalanan yang tidak belajar sebagaimana layaknya anak-anak seusia mereka. Ambu Rita juga sering berbincang dengan anak-anak yang ditemuinya. Ia tak ragu mendekati mereka dan memulai percakapan.
Ambu Rita selalu berusaha memahami kondisi dan kebutuhan anak-anak didiknya. Dengan pendekatan ini ia dapat merasakan langsung tantangan yang dihadapi oleh anak-anak dalam mengakses pendidikan.
"Ketika naik angkot, ada pengamen usia 10 tahunan, saya bertanya, Kenapa kamu ada di sini? Bukankah usia kamu itu harusnya sedang belajar sekarang?'" tambahnya.
Selain itu, ia sering mengunjungi penjara anak dan melihat kondisi mereka yang memprihatinkan. Pemandangan anak-anak muda yang mendekam di balik jeruji besi mengusik hatinya. Ia merasa sedih dan prihatin mengkhawatirkan masa depan mereka.
”Mereka ini masih muda, umur 13, 14, 15, sudah ada di penjara anak, sedih melihatnya itu, miris. Kalian mungkin bisa sekolah, bisa bekerja dengan baik, bagaimana dengan mereka keluar dari penjara?” tegasnya.
Meskipun kerap menghadapi berbagai tantangan dalam mengajar anak-anak, Ambu Rita menghadapinya dengan hati yang senang. Menurutnya, jika kita melakukan sesuatu sesuai dengan passion atau kesukaan kita, kendala tersebut tidak akan terasa.
“Kalau ditanya kendala, kendalanya apa ya? Paling kendalanya bagaimana mengajak anak-anak ini untuk mau belajar di mana saja. Bukan hanya di lingkungan sini, di lingkungan kolong jembatan, di bantaran sungai,” ujar Ambu Rita.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya Helni Sadiyah, atau artikel-artikel lain tentang Literasi di Bandung