• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #70: Sisi Lain Juru Parkir dari Sosok Dudi Lesmana

CERITA ORANG BANDUNG #70: Sisi Lain Juru Parkir dari Sosok Dudi Lesmana

Dudi Lesmana memilih bekerja sebagai juru parkir di antara sempitnya lapangan kerja. Ia bisa bertahan dan membantu sekolah adiknya.

Dudi Lesmana (24 tahun), juru parkir di toko ritel Cimareme, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Rabu 4 Oktober 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah5 Oktober 2023


BandungBergerak.id - Cuaca panas bercampur debu jalanan adalah hal biasa bagi Dudi Lesmana (24 tahun). Ia berlindung dari terik matahari di balik rompi berwarna hijau cerah dan hoddie hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Tak lupa, peluit menggantung di lehernya sebagai perangkat kerja wajib bagi seorang juru parkir.

Dudi tampak sudah terbiasa menggeluti pekerjaannya. Tangannya terampil memberi aba-aba ketika menyetop kendaraan agar memberikan jalan bagi kendaraan lain yang akan menyebrang. Suara peliut pun ringan terdengar.

Setiap hari, ia bergiliran menjadi juru parkir di sebuah toko ritel yang berlokasi di Cimareme, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Dudi bergiliran jaga parkir bersama empat orang juru parkir lainnya.

Dudi bercerita, menjadi Jukir di sana berdasarkan kesepakatan antara pemilik ritel dan warga sekitar. Hampir semua yang menjadi juru parkir di toko ritel tersebut merupakan warga lokal.

"Hampir semua warga sekitar, gak ada yang lain," kata Dudi, bercerita kepada BandungBergerak.id, Rabu 4 Oktober 2023.

Dudi pernah bekerja di pabrik kasur di Kabupaten Bandung Barat yang beralamat tak jauh dari tempat di mana dia menjadi juru parkir. Ia berhenti dari sana karena upahnya tak seberapa. Baru setahun ia menjadi juru parkir berkat kakaknya yang juga juru parkir.

"Teu kaharti sih, terus daripada nganggur melanjutkan kakak weh didieu. Lebar daripada ku batur," tutur Dudi.

Penghasilan dari juru parkir tidak menentu. Meski begitu ia bersyukur bisa membiayai dirinya serta adiknya yang kini menjadi tanggungannya. Ia berharap adiknya yang saat ini kelas tiga SMK bisa menamatkan sekolah.

"Ya, lumayan sih cukup jang mésér rokok-rokok wae mah," kata Duddy." Terus kan saya nanggung adik juga."

Pekerjaan sebagai juru parkir tak semudah kelihatannya. Hanya meniup peliut dan memberi sinyal dengan tangan saat menyeberangkan pelanggan yang sudah belanja dari toko ritel, kemudian menerima uang parkir. Di balik itu, ada risiko yang tidak kecil.

"Kalau menyeberangkan itu lumayan harus hati-hati. Sebab kan kita gak tahu dari arah jalan selalu ada motor yang ngebut," tuturnya.

Berbagi Jam Kerja

Bertugas sebagai juru parkir di toko ritel tersebut Dudi harus berbagi waktu dengan teman-temannya yang lain. Dalam sehari, Dudi bekerja empat jam tiga puluh menit. Kemudian digilir dengan kawannya yang lain. Mekanisme pembagian waktu ini diatur sesuai kesepakatan bersama.

"Abdi mah jam opat, dugi ka wengi, teras digentos ku nu séjén," terangnya. Kebetulan, toko ritel tempat Dudi bekerja beroperasi selama 24 jam, terbilang ramai karena lokasinya yang strategis.

Tak ada konflik pertarungan lahan di tempat Dudi mengais rezeki. Bahkan bos toko ritel tersebut sudah kenal dengan Dudi dan kawan-kawan. Dudi menegaskan, pertarungan disebabkan lahan parkir sudah tak relevan.

"Atuh zaman naon éta konflik, nu gaduheun eta ge tos terangeun da," kata Dudi.

Dudi juga mengaku jasa parkirnya bersifat sukarela. Tidak ada paksaan bagi pelanggan yang tidak bisa memberi ongkos parkir.

Beragam pengalaman pernah dialami Dudi selama menjadi juru parkir. Suatu waktu ada pemilik kendaraan yang tak memiliki uang tuk membayar jasanya. Dudi mempersilkan sang pelanggan pergi tanpa membayar parkir.

Dudi berusaha menjalani pekerjaannya dengan hati yang lapang. Bahkan ia tak mau mengambil uang dari para ojek online yang kebetulan singgah ke toko ritel dan parkir di tempat sana.

"Tara nyandak abi mah mun ojol. Meskipun sok maraksa (ojol tersebut memberi uang parkir)," ujar Dudi.

Dudi Lesmana, juru parkir di Cimareme, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Rabu 4 Oktober 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Dudi Lesmana, juru parkir di Cimareme, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Rabu 4 Oktober 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #64: Empat Puluh Tahun Aah Asia Berjualan Tahu Tempe
CERITA ORANG BANDUNG #68: Jalan Sunyi Pak Sariban
CERITA ORANG BANDUNG #69: Malam di Kedai Kopi John Ferdus

Juru Parkir dalam Realitas Kehidupan

Pekerjaan sebagai tukang parkir terlihat sepele, mudah, dan hanya bermodalkan rompi, peluit atau tongkat, mereka bisa menghasilkan uang dari pemilik kendaraan. Tak sedikit pemilik kendaraan yang berharap parkir gratis, apalagi parkir di toko ritel yang diharapkan tak mengutip biaya parkir.

Di tengah opini publik tersebut, kadang keberadaan juru parkir dipandang sebelah mata. Immanuel Tenau dalam artikel berjudul "Fenomena Tukang Parkir dalam Perspektif Fenomenologi" yang dimuat dalam Jurnal Syntax Litarate 2022 memberi perspektif yang lain terhadap para juru parkir.

Menurut Tenau, realita juru parkir bukan sesuatu yang semu. Mereka menampakkan diri dengan apa adanya. Mekanisme perkerjaan dan pembagian hasil disepakati dengan tanggung jawab yang menarik dan unik. Hubungan kerja yang dibangun oleh para juru parkir ini bukan bawahan dan atasan tapi rekan saudara yang saling membutuhkan.

"Hasil kerja yang disetor dan dibagi atau menjadi milik sendiri. Proses tersebut dilalui dengan tanggung jawab dari waktu ke waktu. Mekanisme yang terbangun demikian merupakan wajah interaksi yang  dapat ditunjukkan dalam kerja maupun hidup mereka. Interaksi yang dibangun merupakan interaksi   persaudaraan bukan memberi arti atasan dan bawahan, melainkan rekan, saudara yang saling membutuhkan," beber Tenau, diakses Rabu, 4 Oktober 2023.

Tenau menyatakan, juru parkir bukan masalah sosial melainkan sudah menjadi realitas dalam kehidupan perkotaan. Sebaliknya, mereka membantu kehidupan sosial di perkotaan.

"Mereka bukan menjadi masalah kehidupan sosial tetapi mereka menjadi pembantu aktif dalam menjalankan kelancaran lalu lintas jalan di depan pertokoan, jalanan, pertamanan,” ungkap Tenau.

Di sisi lain, para juru parkir mewakili orang-orang kecil yang dapat melakukan pekerjaan yang sama dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Dunia mereka bukan dunia yang kasar tetapi dunia yang lembut, penuh keramahan, dan dapat bertanggung jawab membantu orang.

Bagi Tenau, kehidupan juru parkir bukanlah kehidupan yang keras. Kehidupan yang keras bukan berarti mereka harus bersikap keras kepada orang lain. Sebaliknya, mereka bisa menampakkan wajah kelembutan dan keramahan kepada orang lain terutama kepada para pengendara.

“Mereka dapat menampakan wajah demikian untuk melahirkan sikap saling menghormati, menghargai dan dapat bertangung jawab akan kewajiban masing-masing," jelasnya.

Dari juru parkir juga kita belajar kehidupan profesionalisme dengan cara elegan, keterbatasan yang dimiliki, sempitnya lapangan kerja. Mereka tak berhenti berjuang.

Sejak lahir mereka diajarkan untuk terus berusaha agar mereka dapat bekerja. Mereka bekerja bukan harus memiliki kompetensi, melainkan profesionalisme yang ditunjukkan. Di sini mereka dengan bahagia menjalani pekerjaan ini dengan keterbatasan yang dimiliki, baik secara pendidikan maupun kurangnya lapangan pekerjaan.

“Mereka tidak merasa kecil hati atas apa yang telah mereka miliki yaitu bekerja sebagai tukang parkir," papar Tenau.

Barangkali itu yang dijalani juga oleh Dudi Lesmana yang kini harus menanggung biaya sekolah adiknya juga.

*Baca juga tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Juru Parkir  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//