• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #69: Malam di Kedai Kopi John Ferdus

CERITA ORANG BANDUNG #69: Malam di Kedai Kopi John Ferdus

Jhon Ferdus membuka warung kopi di pinggir Jalan Sudirman. Potret gen Z Bandung yang berkarier sebagai barista di pinggir jalan.

John Ferdus, pengelola warung Kopi Taraksa di Jalan Sudirman, Bandung, Senin (4/9/2023). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah7 September 2023


BandungBergerak.idAwal kali saya berkenalan dengan Jhon terjadi saat saya akan pulang ke arah Bandung Barat melalui Jalan Sudirman. Tak sengaja saya melihat tukang kopi di atas roda beratapkan terpal. Di atas roda tampak perlengkapan barista layaknya di kafe-kafe yang menjamur di Bandung.

Di antara bising knalpot kendaraan jalur sibuk Sudirman, Jhon Ferdus sang barista, biasa meramu biji-biji kopi yang digiling secara dadakan. Jhon mencintai profesinya sepenuh hati, tak pelit berbagi    pengetahuan tentang kopi.

Melalui warung kopi pinggir jalan ini, Jhon mengajak orang-orang menikmati kopi kualitas kafe tanpa harus mengoroh kocek terlalu dalam. Kopi Gunung Halu yang diolah menjadi V60 dibanderol 17 ribuan, ada juga kopi espresso 10 ribuan. Rata-rata kopi yang di jual Jhon di bawah 20 ribu rupiah. 

Atuh da abdi oge hayang liburan,” tutur Jhon, Senin (4/9/2023) malam.

Waktu itu Jhon baru buka kembali setelah tiga hari libur. Ternyata Jhon baru pulang dari kompetisi barista di Cilacap. Kompetisi ini sebagai latihan sebelum ia menghadapi final kejuaraan barista kopi di Banjaran, Kabupaten Bandung, nanti.

“Jadi saya tuh pengin jelasin bahwa pedagang kopi di pinggir jalan juga serius loh dalam menyajikan seduhan kopi,” ucap pemuda kelahiran tahun 2000 ini.

Jhon sudah hampir dua tahun menjalankan usaha warung kopi yang dinamai Kopi Taraksa di Jalan Sudirman. Malam tersebut kami larut dalam obrolan yang berputar tentang kopi dan proses penyeduhannya. Saya kurang mengerti dari istilah-istilah di dunia perkopian yang dijelaskan Jhon. Meski begitu obrolan tersebut terasa seru.

“Dari berbagai proses mulai penanaman dan berbagai halnya itu saya harus mengenalkan citra rasa ini dan menggeluarkan aroma dan rasanya,” terang Jhon.

Jhon pada awalnya bekerja sebagai waiter di sebuah restoran di Bandung. Ia penasaran bagaimana cara melukis di atas kopi yang disebut latte art. Berangkat dari kepanasaran itu ia kemudian mendalami bagaimana cara menyeduh kopi. Ia lalu terhanyut lebih dalam pada dunia kopi, belajar dan terus belajar jadi kata kunci di dalam kehidupannya. Akhirnya ia membangun usaha kopi dengan ketersediaan alat seadanya.

“Saya juga sering baca buku, belajar dari sana-sini,” kata Jhon, seperti yang sekarang ia lakukan, yakni mempersiapkan diri di final barista.

Ternyata, persoalan kopi begitu rumit. Tapi Jhon tenggelam di sana dengan begitu asyik. Di final kejuaraan nanti ia akan mengenalkan kopi asal Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat.

Ieu mah kedah bari ngopi,” sebut Jhon, lalu mulai menggiling biji-biji kopi hitam dengan alat penggilingan. Tak lama kemudian, ia sudah menyajikan kopi V60 dari biji kopi Gunung Halu.

Jhon mengajarkan saya bagaimana caranya menikmati kopi dan proses pembuatannya, ditemani lagu-lagu indie yang lamat-lamat terdengar dan kadang tersalip deru kendaraan.

Meskipun kopi yang ditawarkan relatif murah, tapi Jhon ingin membuktikan di tengah berjamurnya coffe shop di Kota Kembang penjual kopi pinggir jalan juga punya kualitas.

Waktu memasuki dini hari. Jhon bersiap menutup warung kopinya. Bandung malam itu sangat dingin, Jhon merupakan barista generasi Z yang dari coba-coba dan akhirnya terjerumus ke dunia profesional lebih jauh. Semoha Jhon selalu sehat, dan hal baik selalu berpihak pada kita.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #65: Kesetiaan Nce di Warung Kopi
CERITA ORANG BANDUNG #64: Empat Puluh Tahun Aah Asia Berjualan Tahu Tempe
CERITA ORANG BANDUNG #68: Jalan Sunyi Pak Sariban

Jhon Ferdus dan Fenomena Barista Gen Z Kota Bandung

Jhon Ferdus memikat pelanggannya dengan obrolan, dengan keramahtamahan atau dalam bahasa sekarang dengan keasyikan. Apa yang dilakukan oleh Jhon tentu agar pelangannya suatu saat kembali lagi untuk berbincang sambil gopi. Bahkan, kata Jhon, inti dari ngopi sebenarnya ngobrol.

Kehadiraan kopi hari ini memiliki makna tersendiri, dua peneliti asal Universitas Padjadjaran (Unpad) Yanti Yulianti dan Yosini Deliana dalam artikel berjudul “Gaya Hidup Kaitannya dengan Keputusan Konsumen dalam Minuman Kopi” menuturkan bagaimana budaya minum kopi di kedai kopi memberikan perubahan baru pada masyarakat.

“Adanya perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin menyukai aktivitas minum kopi di coffee shop. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Rhenald Kasali (2006) yang mengatakan bahwa kini  kopi bukan lagi sekedar penghilang rasa kantuk, tetapi sebagai bagian dari gaya hidup di mana coffee shop menjadi tempat yang sangat diminati,” tulis Yanti Yulianti dan Yosini Deliana di Jurnal Argisep (2018).

Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai kualitas kopi juga menggubah perspesi orang-orang dari minuman kopi sechat menjadi minuman kopi susu yang menjadi simbol status sosial yang tinggi. Hal ini dituturkan oleh dosen Universitas Islam Bandung Muhammad Adham Rashif dan Neni Yulianita dalam Bandung Conference Series: Public Relations pada artikel berjudul “Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Barista dan Konsumen terhadap Kepuasaan Konsumen (2023)”.

Muhammad Adham Rashif dan Neni Yulianita menjelaskan, fenomena ngopi banyak dilirik saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke salah satu kedai kopi yang akhirnya menyebabkan banyak para pelaku bisnis mulai berlomba-lomba membuat bisnis yang serupa. Sementara motif budaya ngopi di cafe pada remaja adalah untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup.

“Seiring perkembangan industry kopi, kedai kopi di Indonesia telah mengalami perubahan cukup pesat dalam hal persepsi,” jelas mereka.

Mereka juga menjelaskan bagaimana peran barista yang memiliki peran sosial dan mempengaruhi kepercayaan terhadap konsumen, pun komunikasi barista yang memberikan kepuasan kepada pelanggannya.

Irgiana Fajri Andjani dan Ferry Darmawan pada artikel Makna Profesi Barista sebagai Personal Branding pada Generasi Z (2023) mengatakan, barista merupakan ujung tombak sebuah kedai kopi memberikan pengalaman konsumen yang baik di kedai kopi.

“Dalam praktiknya, barista bertanggung jawab untuk menyajikan minuman kopi dan teh yang berkualitas tinggi dan sesuai dengan pesanan pelanggan. Mereka juga harus dapat memberikan saran dan rekomendasi kepada pelanggan mengenai menu kopi yang cocok dengan selera mereka. Selain itu,  mereka juga harus dapat berkomunikasi dengan baik dan ramah kepada pelanggan serta menjaga kebersihan dan kerapian di area kerja,”tulis Fajri Andjani dan Ferry Darmawan.

Kedua peneliti melihat bagaimana generasi Z di Kota Bandung membangun identitas. Profesi barista juga dinilai menjadi salah satu pilihan karier menarik karena memberikan peluang untuk memperlihatkan kreativitas, keahlian, dan minat mereka di dunia kopi yang berkembang pesat.

Pada akhirnya, para barista ini memberikan dampak positif di lingkungan sosial mereka. Keterampilan teknis dalam seni kopi juga membuka peluang karier mereka di industri kopi.

“Profesi barista memiliki dampak positif dalam lingkungan sosial meningkatkan kepercayaan diri, produktivitas, dan perhatian dari teman-teman dan lingkungan baru. Setelah  bekerja sebagai barista  dalam jangka waktu yang lama, terjadi perubahan dalam personal branding. Mencerminkan keterampilan teknis dalam seni kopi, peayanan pelanggan personal, pengaruh media sosial, dan  identitas  pribadi yang kuat. Personal branding ini memungkinkan barista generasi Z membangun reputasi baik, memperluas jaringan profesional, dan membuka peluang karir di industri kopi,” jelasnya.  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//