TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Zuur dari Jatiwangi
Di tangan Gerardus Martinus Wilhelmus Willy Zuur, pabrik gula Jatiwangi mengalami masa keemasannya. Kepala keluarga Zuur itu sempat membangun vila di Bandung.
Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
14 Agustus 2024
BandungBergerak.id – Rumah indah yang berada di kawasan kompleks Kodam Siliwangi di Jalan Sumatra, Kota Bandung, selalu mencuri perhatian. Di dalam buku-buku sejarah Bandung hanya dituliskan bahwa ini adalah rumah keluarga Zuur.
Siapakah keluarga Zuur ini? Betulkah rumah mereka ini memiliki misteri? Mari kita simak serangkaian hasil riset saya tentang keluarga Zuur.
Kisah keluarga Zuur saya dapat secara bertahap dan di berbagai situasi yang tidak disangka-sangka. Kebetulan keluarga besar ibu saya berasal dari Cirebon dan setahun sekali kami pun mengunjungi kabupaten Majalengka hanya untuk sekedar beristirahat. Ketika saya bercerita pada seorang kenalan orang tua saya tentang kesukaan saya pada bangunan tua, beliau menunjukkan bahwa ada bangunan bekas pabrik gula tua di Jatiwangi.
Dari tahun ke tahun data tentang keluarga Zuur ini saya dapat ketika saya sedang meriset data yang lain. Seperti sebuah cendera mata dari Tuhan.
Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Nyonya Homann dan Indahnya Kabut Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Grand Hotel Lembang dari Masa ke Masa
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Dokter Wisnoe Joedo
Keluarga Zuur
Keluarga Zuur dikepalai oleh seorang lelaki yang sangat hangat dan bertanggung jawab bernama Gerardus Martinus Wilhelmus Willy Zuur, ia lahir 26 Juni 1831 di Leiden, Belanda. Lalu ia berlayar ke Hindia Belanda di usia 16 tahun dan langsung bekerja di sebuah perkebunan tebu di Jatiwangi.
Gerardus sering mengunjungi Cirebon. Di tahun 1867 tak disangka ia bertemu dengan belahan hatinya dan akhirnya menikahi sang pujaan yang bernama Mathilde Albertine Adelevan Schuylenburch pada tanggal 26 Juni 1867, tepat di hari ulang tahun Gerardus yang ke-36.
Gerardus membawa Mathilde ke Jatiwangi dan mereka memulai hari-hari keluarga kecil mereka di kompleks perkebunan dan pabrik gula Jatiwangi yang telah dibuka sejak 1847. Ditangan Gerardus pabrik gula Jatiwangi mengalami banyak kemajuan dan memasuki masa keemasan di tahun 1896.
Pabrik gula Jatiwangi ini adalah pabrik pertama yang menggunakan alat produksi dari Companie De Five Lille. Sayangnya pabrik gula Jatiwangi ini ketika pendudukan Jepang tak terurus dan carut marut, bahkan dipakai sebagai gudang senjata dan amunisi hingga lokasi Jugun Ianfu.
Gerardus dan Mathilde memperoleh 12 orang anak. Anak pertama mereka bernama Gerard Wilhelmus Johannes Maria (1868- 1934), nantinya akan bekerja di sebuah tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatra Barat. Anak kedua bernama Ferdinand Anton Zuur (1869-1918), anak ketiga bernama Johannes Cornelis Zuur ( 1870-1935), anak keempat bernama Wilhelmus Franciscus Zuur (1872-1930), anak kelima bernama Helena Maria Zuur (1873-1930), anak keenam bernama Clara Agnes Cornelie Zuur (1874-1951 ), anak ketujuh bernama Mathilde Louise Adrienne Zuur (1876-1962 ), anak kedelapan bernama Edward Zuur (1877-1952 ), anak kesembilan bernama Pauline Antoinette Zuur (1880-1936 ), anak kesepuluh bernama Fredericus Martinus Zuur (1881-1963), anak kesebelas bernama Maurits Julius Zuur (1884- 1911), dan anak bungsu bernama Wilhelmina Gerardina Zuur (1890-1971).
Lucunya keluarga Zuur ini memiliki nama-nama panggilan yang unik bagi anak- anaknya. Seperti Pauline Antoinette Zuur yang dipanggil Nona Pau, Edward Zuur yang dipanggil Sinyo Edy, dan Maurits Julius Zuur yang sering dipanggil Jules.
Semua anak-anak keluarga Zuur lahir di Pabrik gula Jatiwangi. Mereka dibesarkan dengan kehangatan dan kesederhanaan. Mereka terkenal sebagai keluarga yang sangat harmonis, penuh canda tawa dan membumi. Jarang sekali mereka berfoya-foya, bahkan pakaian mereka sangat sederhana untuk ukuran pemilik dari sebuah pabrik gula yang besar. Tuan Gerardus selalu mengajarkan kepada anak- anaknya rasa welas asih bagi sesama bahkan kepada para pegawai pribumi.
Membangun Vila di Bandung
Keluarga Zuur berencana membangun sebuah vila di Bandung yang di arsiteki seorang Yahudi bernama Simon Snuijf. Ketika vila akan dibangun pada 1911, tuan Gerardus meninggal dunia dan dimakamkan di pemakaman Kebon Jahe.
Setahun kemudian pada tahun 1912, vila indah tersebut telah rampung dan yang bermukim di sana adalah anak ke2 dari keluarga Zuur yang bernama Ferdinand Anton Zuur. Namun tidak berlangsung lama, tujuh tahun kemudian Ferdinand mengalami serangan jantung dan meninggal seketika. Ferdinand pun dimakamkan di Kebon Jahe, tidak jauh dari pusara sang ayah.
Banyak selentingan yang beredar bahwa vila tersebut memiliki misteri sejak kematian dua anggota keluarga Zuur tersebut. Pada akhirnya yang berani menempati vila tersebut secara permanen hanyalah sang anak keempat yang bernama Willhelmus Franciscus Zuur atau yang sering disebut tuan Willy Zuur.
Tuan Willy ini terkenal sebagai tuan yang baik hati dan senang berkebun oleh warga Bandung. Keindahan villa keluarga Zuur hingga kini masih bisa kita nikmati karena masih sangat terjaga keasliannya, sehingga kisah keharmonisan mereka akan terus dapat dirasakan.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang