• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Pahatan Harimau di Gua Jepang Tahura Bandung dan Kisah Mengharukan di Baliknya

NGULIK BANDUNG: Pahatan Harimau di Gua Jepang Tahura Bandung dan Kisah Mengharukan di Baliknya

Dari catatan harian seorang tentara Jepang yang pernah bertugas di barak militer yang kini dikenal Gua Jepang di Tahura Bandung, ditemukan pahatan harimau.

Merrina Listiandari

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB: Merrina Kertowidjojo, IG: merrina_kertowidjojo, atau FB page: Djiwadjaman

Pahatan wajah harimau peninggalan tentara Jepang di Tahura Ir. H. Djuanda Bandung. (Foto: Dokumentasi Djiwadjawan)

16 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Hampir setiap kebudayaan kuno menjadikan hewan sebagai perlambang atau simbol yang memiliki beragam makna sesuai dengan filosofi kebudayaan itu sendiri. Contoh dalam kebudayaan Mesir kuno, mereka memandang kucing sebagai simbol ilahiah sekaligus sosok pelindung, walau bukan sebagai objek pemujaan langsung. Tak heran jika kucing banyak ditemukan dalam hieroglif mereka.

Selain Mesir, kebudayaan Yunani kuno menggambarkan dewa-dewi mitologi mereka kerap kali berubah menjadi hewan sebagai simbol kekuatan. Salah satunya adalah Zeus yang digambarkan sering mengubah dirinya sebagai burung elang bernama Aetos Dios. Zeus menggunakan Aetos Dios untuk mendapatkan cinta.

Kebudayaan kuno yang menggunakan hewan sebagai simbol pun terdapat di Asia. Salah satunya adalah kebudayaan kuno Jepang. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki makhluk mitologi yang dianggap suci dan memiliki makna yang dalam bagi masyarakatnya. Salah satu hewan mitologi Jepang adalah Ryu yang berarti naga.

Selain makhluk mitologi, ada beberapa hewan dalam dunia nyata yang memiliki filosofi mendalam bagi masyarakat Jepang. Salah satunya adalah harimau atau tora dalam bahasa Jepang. Filosofi harimau bagi masyarakat Jepang secara umum memiliki makna kekuatan, keberanian, dan perlindungan sehingga hewan satu ini banyak digunakan oleh masyarakat Jepang sebagai ornamen maupun rajah tubuh para Yakuza; mereka menganggap gambar harimau mampu mendongkrak keberanian, kepercayaan diri, dan perlindungan.

Namun, siapa sangka bila simbol hewan yang memiliki makna penting bagi masyarakat Jepang terukir juga di Bandung. Di sebuah tempat wisata yang sarat dengan sejarah, gambar itu terpahat di dinding batu Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda. Gambar ini sekaligus menjadi bukti tentang keberadaan tentara Jepang yang dikenal kejam yang bermarkas di Tahura. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa di balik gambar tersebut terdapat kisah haru yang menarik ditelusuri.

Penulis di depan Gua Jepang Ir. H. Djuanda Bandung tempat pahatan harimau tersebut ditemukan. (Foto: Dicky Eko Munaroh)
Penulis di depan Gua Jepang Ir. H. Djuanda Bandung tempat pahatan harimau tersebut ditemukan. (Foto: Dicky Eko Munaroh)

Pahatan Harimau di Gua Jepang

Jepang menyerah pada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, setelah sebelumnya Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki (6 dan 9 Agustus). Segera setelahnya pasukan Jepang yang berada di Indonesia, termasuk di Bandung, ditarik mundur. Tiga setengah tahun saja Jepang menguasai Indonesia tetapi telah meninggalkan luka yang begitu dalam bagi masyarakat.

Dampak perang tidak ada yang ringan bagi semua pihak. Kekejaman tentara Jepang selama berkuasa bukanlah isapan jempol. Namun rupanya beratnya perang pun dirasakan oleh para tentara. Dalam sebuah kesempatan penulis diajak oleh Dicky Eko Munaroh, Pengendali Ekosistem Hutan Tahura Ir. H. Juanda, untuk melakukan penelusuran letak sebuah pahatan di dinding batu Gua Jepang. Jejak sejarah ini diyakini merupakan peninggalan salah satu tentara yang dulu bertugas di gua yang waktu itu dipakai sebagai barak militer Jepang.

Barak militer yang kini disebut Gua Jepang terletak 300 meter dari gerbang utama Tahura Ir. H. Djuanda, Bandung. Gua tersebut ditatah dari dinding batu yang merupakan hasil endapan dari letusan Gunung Pra-Sunda yang disebut ignimbrite lapili-breksi. Di sana Jepang, membangun 18 bunker yang kemudian dijadikan sebagai markas militer mereka.

Umur gua ini relatif jauh lebih muda dibandingkan dengan terowongan yang dibangun pada tahun 1912 oleh pemerintah Hindia Belanda di tempat yang sama. Terowongan ini berfungsi untuk menyadap air Sungai Cikapundung guna keperluan pembangkit tenaga listrik, sementara Jepang memfungsikannya untuk kepentingan militer.

Di dalam gua tersebut, penulis bersama Pak Dicky berusaha menelusuri keberadaan simbol yang dibuat oleh tentara Jepang. Gambar ini tidak banyak diketahui orang. Bahkan tidak semua petugas dan pemandu yang sehari-hari berada di Tahura tahu persis letak pahatan “gambar harimau” tersebut.

Delapan belas bunker yang dibangun Jepang di Tahura Bandung memiliki fungsi berbeda dengan jarak sekitar 30 meter antara satu dengan lainnya. Terdapat lima pintu yang menghadap ke utara dan pintu terbesar kini ditutup pintu kayu, sisa properti syuting sebuah film horor yang dibintangi Luna Maya. Hingga sampai pada pintu gua kelima, sebuah bunker buntu (entah belum selesai ditembus atau memang sengaja dibuat seperti itu) di dinding sebelah kanan dari luar pintu gua, tampak memiliki lekukan berbeda.

Berbeda dengan Gua Belanda yang relatif bersih terawat dengan tembok yang sudah dilapis, Gua Jepang masih asli dengan sisa pahatan manual di dinding yang masih kasar. Kondisi itulah yang membuat pahatan “gambar harimau” ini sulit ditemukan; antara pahatan sisa pembangunan bunker dan gambar yang dimaksud menyaru satu sama lain.

Dengan penerangan lampu senter dari gawai yang kami bawa, lekukan yang tampak berbeda di dinding gua mulai menemukan sebentuk “wajah”. Setelah diteliti lebih jauh, pihak Tahura pun membenarkan itulah pahatan “gambar harimau” yang dimaksud. Sebuah gambar yang lebih tepat disebut pahatan wajah yang diyakini membentuk kepala harimau.

Perbandingan pahatan harimau di Gua Jepang dengan tubuh manusia. (Foto: Dokumentasi Djiwadjaman)
Perbandingan pahatan harimau di Gua Jepang dengan tubuh manusia. (Foto: Dokumentasi Djiwadjaman)

Berawal dari Kisah Sebuah Catatan Harian

Ganjar Wiguna, Pengadministrasi Kepegawaian Tahura Ir. H. Djuanda, mengisahkan pada tahun 2012 Tahura Bandung kedatangan seorang turis asal Jepang yang mencari jejak kakeknya selama menjadi tentara Jepang yang ditugaskan di Bandung. Dia datang berbekal sebuah jurnal harian yang ditulis mendiang kakeknya tersebut.

Sang turis menuturkan, selama bertugas kakeknya rajin menuliskan seluruh detail pengalamannya dalam sebuah buku catatan dan ia meninggal di tempatnya bertugas, yaitu di bunker militer Jepang yang berada di sebuah hutan di Bandung. Ketika kakeknya terbunuh, sahabatnya yang bersama-sama bertugas di bunker militer, menyelamatkan buku catatannya.

Saat pasukan Jepang ditarik mundur pada tahun 1945, sang sahabat  berhasil selamat dan pulang kembali ke Jepang. Merasa mendapat amanah, ia menyerahkan buku catatan tersebut pada keluarga almarhum. Catatan berharga itu kemudian diberikan oleh istri almarhum kepada anaknya, lalu diwariskan ke cucunya.

Berbekal catatan harian sang kakek, si cucu terbang ke Bandung dan mencari jejak kakeknya yang entah dimakamkan di mana. Ia hanya membaca bahwa kakeknya pernah memahat bentuk kepala harimau pada salah satu dinding bunker di Tahura Ir. H .Juanda, Bandung. Bersama petugas Tahura Ir. H. Juanda, saat itu sang cucu mencari pahatan yang pernah dibuat kakeknya dan dia berhasil menemukannya.

Di bekas bunker militer Gua Jepang itulah turis Jepang tersebut yakin kakeknya pernah bertugas, diperkuat dengan adanya pahatan bergambar harimau.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Sejarah Bunga Bangkai di Tahura Ir. H. Djuanda, Berbeda dengan Rafflesia Arnoldii
NGULIK BANDUNG: Kisah Harimau Jawa di Priangan #1
NGULIK BANDUNG: Kisah Harimau Jawa di Priangan #2

Pintu ke-5 Gua Jepang yang ujungnya buntu di Tahura Ir. H. Djuanda, Bandung. (Foto: Dokumentasi Djiwadjaman)
Pintu ke-5 Gua Jepang yang ujungnya buntu di Tahura Ir. H. Djuanda, Bandung. (Foto: Dokumentasi Djiwadjaman)

Filosofi Harimau Bagi Para Samurai

Bila diperhatikan sekilas, pahatan tersebut memang tidak tampak seperti pahatan kepala harimau yang kita kenal. Bentuknya lebih menyerupai wajah manusia yang tampak marah, bahkan lebih mirip wajah Batara Kala dalam simbol pewayangan Jawa. Namun, pahatan itu ternyata mirip dengan banyak simbol harimau dalam kebudayaan Jepang.

Pahatan harimau dalam Gua Jepang tersebut mengingatkan penulis akan kostum Miss Supranational Japan 2024 yang menggunakan Kabuki Kumadori atau riasan wajah penari kabuki, sebuah kesenian tradisional Jepang yang berasal dari Zaman Edo. Kostum Miss Supranational Japan 2024 terinspirasi dari kostum ini.

Pertunjukan Kabuki sendiri merupakan kesenian yang mirip dengan sandiwara tradisional yang di dalamnya terdapat peran protagonis dan antagonis. Tokoh-tokoh Kabuki terdiri dari rakyat jelata, penjahat, dan samurai yang selalu menggunakan riasan wajah mencolok.

Riasan wajah samurai dalam pertunjukan kabuki rupanya tak terlepas dari klan atau keluarga samurai. Samurai sendiri merupakan golongan ksatria atau elite militer di zaman Jepang kuno yang tugas dan perannya diwariskan secara turun-temurun. Setiap keluarga samurai memiliki lambang khusus untuk mewakili keluarga masing-masing yang biasa digunakan dalam baju zirah mereka.

Terdapat berbagai lambang keluarga samurai yang dikenal di Jepang, di antaranya adalah lambang naga, lambang bunga sakura, lambang harimau, dan lambang burung bangau. Bagi keluarga samurai yang beragama Buddha, mereka menggunakan Buddha sebagai lambang keluarga mereka.

Di keluarga samurai yang menggunakan harimau sebagai simbol keluarga, mereka memproklamirkan diri sebagai keluarga samurai yang memiliki keberanian, kegagahan, kepahlawanan, dan kekuatan yang absolut. Bisa jadi, prajurit Jepang yang bertugas dan kemudian menghembuskan napas terakhirnya dalam bunker Jepang Tahura Ir. H. Juanda ini pun berasal dari “Keluarga Harimau”.

Kisah ini mengingatkan penulis pada sebuah novel yang merupakan sastra lama dari Jepang berjudul Sangetsu-Ki (1942) yang berarti Penyair Harimau karya Atsushi Nakajima. Novel ini menggambarkan tokoh utama di akhir cerita berubah menjadi seekor harimau yang melambangkan kekuatan sekaligus keterasingan. Seperti jiwa seorang prajurit gagah berani yang mewakili keluarga dan negaranya; dia rela mati dalam keterasingan. 

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Jumat, merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak dan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//