Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Mengkhawatirkan telah Terjadi Pengkhianatan terhadap Konstitusi di Tanah Air
Komunitas pelajar dan mahasiswa di Jepang, Australia, dan Belanda kecewa dengan keputusan DPR dan pemerintah yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi.
Penulis Nabila Eva Hilfani 23 Agustus 2024
BandungBergerak.id – Gelombang demonstrasi besar-besaran di ujung pemerintahan Jokowi memicu perhatian para pelajar Indonesia yang studi di luar negeri. Ulah DPR yang membangkang putusan Mahkamah Konstitusi dinilai sebagai pertunjukan pengkhianatan yang kasat mata.
Kekecewaan para pelajar di luar negeri disuarakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Jepang, Forum Komunikasi Mahasiswa Indonesia di Australian Capital Territory (ACT), dan Komunitas Indonesia di Belanda Peduli Demokrasi. Tiga kelompok masyarakat Indonesia di luar negeri ini menyatakan sikap melalui siaran persnya masing-masing yang dipublikasikan 22 Agustus 2024.
“Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang menilai bahwa tengah terjadi krisis konstitusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat pembangkangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia secara terang benderang mempertontonkan pengkhianatannya terhadap konstitusi negara,” demikian keterangan resmi PPI di Jepang.
PPI di Jepang juga menyampaikan pernyataannya terkait pembahasan revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR RI pada 21 Agustus 2024 lalu. PPI di Jepang menyatakan bahwa pembahasan revisi UU Pilkada yang mengabaikan putusan MK merupakan bentuk pencederaan kewarganegaraan anggota DPR RI.
PPI di Jepang menyebut, revisi UU Pilkada dilakukan oleh Baleg DPR RI tidak ada dasar filosofi, yuridis, dan sosiologis yang dapat menjustifikasikannya.
Sikap PPI di Jepang
PPI di Jepang menyatakan sikapnya atas revisi UU Pilkada Daerah sebagai berikut:
1. Menghentikan revisi UU Pilkada;
2. Bertindak arif, adil, dan bijaksana dengan menjunjung nilai-nilai kewarganegaraan serta demokrasi;
3. Meminta KPU segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan No. 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila;
4. Mendukung berjalannya konstitusi sesuai dengan perundang-undangan, serta mengingatkan secara tegas bahwa kedaulatan rakyat adalah berdasarkan Pancasila;
5. Berdasarkan dasar hukum bernegara yaitu UUD 1945 Pasal 24C, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Kami meminta Mahkamah Konstitusi menggunakan haknya membubarkan partai politik yang melawan keputusan MK karena melawan keputusan MK sama dengan melawan UUD 1945;
6. Jika lembaga negara terkait hal yang disebutkan diatas tidak menghiraukan himbauan ini, maka kami akan melakukan demonstrasi daring. Merdeka!
Forum Komunikasi Mahasiswa Indonesia di Australian Capital Territory
Pernyataan serupa dinyatakan oleh mahasiswa Indonesia di Canberra yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Indonesia di Australian Capital Territory (ACT).
“Apa yang diperlihatkan oleh DPR sebagai wakil rakyat yang secara aktif menolak mematuhi putusan MK adalah buah dari arogansi kekuasaan yang menolak dikoreksi. Terlihat sekali betapa DPR mengkhianati mandatnya sebagai wakil rakyat untuk tunduk atas putusan MK, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak memberikan tafsir atas konstitusi,” kata Forum Komunikasi Mahasiswa Indonesia di ACT.
Nafsu kekuasaan rezim disinggung dalam siaran pers Forum Komunikasi Mahasiswa Indonesia di ACT dengan melihat kembali sejarah pemerintahan-pemerintahan lalu. Selain rezim hari ini yang merepresentasikan kegagalannya atas pembatasan keinginan kekuasaan, arogansi elite politik dari masa ke masa yang menjadikan mereka sebagai penjajah dan kolonialis di negeri sendiri juga disinggung.
“Kita belajar dari sejarah bahwa rezim tidak pernah main-main dalam melanggengkan kekuasaannya. Arogansi elite politik menjadikan mereka bagai penjajah dan kolonialis baru yang tak ragu menggayang dan menumpahkan darah sesama anak bangsa demi kekuasaan,” katanya.
Baca Juga: Menantang Tirani, Rekaman Visual Demonstrasi 22 Agustus 2024 di Bandung
Suara Mahasiswi Bandung Menolak Politik Dinasti Jokowi
Ricuh Demonstrasi Menolak Revisi UU Pilkada di Bandung, Korban Luka-luka Berjatuhan
Forum Komunikasi Mahasiswa Indonesia di ACT menyampaikan desakannya sebagai berikut:
1. Pertobatan semesta elite politik dari mengkhianati rakyat. Batalkan pengesahan RUU Pilkada dan tunduk pada putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Tunjukkan mutu sebagai pengelola negara yang amanah dan mengedepankan kepentingan publik.
2. Hukum elite politik dengan boikot pilkada bila menolak tunduk pada putusan MK 60/XII/2024. Tontonan dari elit politik hendaknya memperkuat solidaritas seluruh elemen publik karena kita dan generasi mendatang yang menanggung keserakahan mereka akan kekuasaan.
3. Lindungi ruang publik dari kekerasan. Ekspresi politik adalah hak yang dijamin konstitusi oleh karena itu hendaknya aparat keamanan melindungi dari kekerasan serta menjamin hak warga ketika menjalankan hak tersebut.
4. Perbaiki sistem demokrasi Indonesia. Seluruh perwakilan rakyat dan pejabat yang mendapatkan amanah rakyat perlu memperbaiki tata kelola hukum dan institusi kita agar mengembalikan amanah Konstitusi Indonesia sebagai negara hukum.
Komunitas Indonesia di Belanda Peduli Demokrasi
Komunitas Indonesia di Belanda Peduli Demokrasi, yang terdiri dari mahasiswa, aktivis prodemokrasi, dan diaspora Indonesia di Belanda, secara resmi menyampaikan pernyataan sikap terkait perkembangan situasi demokrasi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam rangka menanggapi darurat demokrasi yang semakin mengkhawatirkan di Tanah Air.
Komunitas menyampaikan bahwa Agustus sejatinya adalah bulan kebangsaan, bulan yang diisi dengan semangat nasionalisme dan perlawanan terhadap watak kolonial. Namun tahun 2024 ini, bulan Agustus harus tercoreng dengan aksi dan mental culas dari para elitE politik pemerintahan Republik Indonesia. Masyarakat dipertontonkan secara gamblang serangkaian aksi politik kekuasan oleh para elite yang telah memporakporandakan landasan filosofis dan etis bernegara dan membuayarkan cita-cita demokrasi substansial.
Oleh karena itu, komunitas Indonesia di Belanda peduli Demokrasi tidak tinggal diam melihat kondisi genting ini. Salah satu pendukung pernyataan sikap ini mengatakan bahwa: "Sebagai warga negara yang setia pada hati nurani dan amanat rakyat, kami tidak akan tinggal diam meskipun kami secara fisik jauh dari Indonesia, tapi kami secara moril mendukung aksi perlawanan yang terjadi di tanah air."
Pernyataan Sikap ini telah mendapatkan dukungan 186 orang yang terdiri atas mahasiswa, aktivis, dan diaspora Indonesia di Belanda dan sepuluh orang di antaranya tidak bersedia namanya dicantumkan dalam siaran pers. Hal ini membuktikan bahwa banyak orang Indonesia di Belanda peduli dengan perlindungan terhadap nilai-nilai demokrasi serta dukungan kepada gerakan prodemokrasi di Indonesia.
Pernyataan Sikap Komunitas Indonesia di Belanda Peduli Demokrasi
1. Mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi untuk menurunkan ambang batas minimum (treshold) kursi parlemen sebagai syarat untuk pengusungan calon eksekutif pada semua level, dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga negara agar tercipta demokrasi yang sehat dengan prinsip kekuatan penyeimbang yang kuat;
2. Menyerukan kepada jajaran elite untuk menjunjung tinggi etika politik dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, menciptakan pemerintahan yang adil sesuai Undang-Undang Dasar 1945 dan mengembalikan kehidupan kenegaraan yang didasarkan pada amanat rakyat;
3. Menuntut elite politik untuk menghentikan semua manuver membegal hukum dan konstitusi untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan oligarki dan praktik-praktik dinasti yang merusak sendi-sendi kebangsaan;
4. Mendukung penguatan gerakan masyarakat sipil untuk menjaga demokrasi dan semangat reformasi serta menyerukan semangat persatuan bangsa di tengah-tengah upaya adu domba yang dijalankan rezim penguasa.
5. Menghimbau masyarakat Indonesia secara luas untuk tetap mendukung secara moral dan material perlawanan kelompok-kelompok masyarakat sipil terhadap praktik-praktik perekayasaan hukum untuk kepentingan penguasa.
*Kawan-kawan yang baik, mari membaca lebih lanjut tulisan-tulisan lain dari Nabila Eva Hilfani, atau artikel-artikel tentang Demonstrasi Mahasiswa