• Berita
  • Lebih dari 100 Orang Korban Luka, Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat Mengecam Tindak Kekerasan Aparat dalam Aksi Kawal Putusan MK di Bandung

Lebih dari 100 Orang Korban Luka, Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat Mengecam Tindak Kekerasan Aparat dalam Aksi Kawal Putusan MK di Bandung

Ratusan orang peserta aksi menolak revisi UU Pilkada di Bandung menderita luka akibat tindakan represif aparat. Intimidasi juga dialami para jurnalis.

Petugas medis memberikan pertolongan kepada peserta unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada di depan DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Bandung, Jumat, 23 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah25 Agustus 2024


BandungBergerak.id - Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat mengecam tindak represif dan brutal aparat dalam Aksi Peringatan Darurat mengawal Putusan MK terkait UU Pilkada di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Bandung, pada Kamis dan Jumat, 22-23 Agustus 2024. Lebih dari 100 orang dilaporkan mengalami luka-luka, dengan beberapa di antaranya harus dilarikan ke rumah sakit.  

Dalam aksi Kamis, yang berujung ricuh setelah magrib, tercatat sebanyak tujuh (7) orang dilarikan ke rumah sakit,16 orang luka-luka dievakuasi ke kampus Unisba Tamansari, 25 orang ditangkap polisi, serta dua (2) orang menjadi korban penyendaraan kendaraan.

Sementara dalam aksi Jumat, yang juga berujung ricuh, jumlah korban kekerasan bertambah. Tercatat 88 orang mengalami luka-luka, satu (1) orang dilarikan ke rumah sakit, dan 12 orang ditangkap polisi.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Heri Pramono menyebut, selama dua hari aksi terdapat 138 pengaduan ke lembaganya, mulai dari sweeping, pengancaman, penyanderaan, hingga luka fisik, melalui hotline laporan yang telah disediakan.

"Kemungkinan data ini akan bertambah," ujarnya dalam konferensi pers di Student Center Unisba Bandung, Sabtu, 24 Agustus 2024 siang.

Heri menyatakan, tidakan represif dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat merupakan kemunduran demokrasi kerena setiap orang mempunyai hak untuk menyatakan penuh pendapatnya.

LBH Bandung juga berkomitmen untuk melakukan pendampingan terhadap para korban. Termasuk mahasiswa Universitas Bale Bandung (Unibba) yang mengalami luka di salah satu matanya sehingga mengharuskan operasi pengangkatan. Pendekatan akan dilakukan kepada para korban dan keluarganya.

“Karena kami organisasi bantuan hukum, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk identifikasi,” tutur Heri. “Khususnya korban yang mengalami luka-luka, dilihat apakah itu ada tindakan pelanggaran HAM, seperti kekerasan atau penyiksaan.”

Suasana mencekam dalam unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada di depan DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat, 23 Agustus 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Suasana mencekam dalam unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada di depan DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat, 23 Agustus 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Kekerasan pada Jurnalis dan Pers Mahasiswa

Dalam konferensi pers yang sama, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung mengutuk kekerasan pada sejumlah jurnalis dalam peliputan aksi penolakan revisi UU Pilkada. Ada yang mengalami intimidasi, ada yang dipaksa mengapus file perangkat kerja sebagaimana dialami oleh salah seorang jurnalis Pikiran Rakyat.

“(Jurnalis Pikiran Rakyat) sudah memberitahukan identitasnya sebagai wartawan, (tapi) aparat yang berpakaian sipil tidak menggubris. Ini menjadi salah satu penodaan terhadap kebebasan pers, di mana dalam undang-undang pers sudah jelas (diatur). Apalagi sampai mendapatkan kekerasan, ini pun sebagai upaya penyensoran kebebasan pers,” ujar Ketua AJI Bandung Iqbal Lazuardi.

Selain intimidasi fisik, AJI Bandung juga mencatat ancaman verbal yang dialami enam (6) jurnalis saat bertugas melakukan peliputan. Menurut Iqbal, mencerminkan apa yang sering terjadi terhadap para jurnalis dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi. Dalam peliputan aksi yang melibatkan massa cukup besar, bukan satu dua kali terjadi intimidasi dan persekusi terhadap para jurnalis yang bertugas. Bukan hanya di Kota Bandung, tapi di seluruh Indonesia.

“Kami sangat mengecam dan mengutuk aksi yang menyensor kebebasan pers, sangat mencoreng kebebasan pers sendiri,” jelas Iqbal.

 Sekretaris Jendral Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) Nabil Haqqilah mengatakan, 10 jurnalis kampus dari berbagai lembaga pers mahasiswa di Kota Bandung mengalami beragam tindakan represif dari aparat kepolisian saat melakukan peliputan aksi unjuk rasa. Mulai dari intimidasi, pemukulan, sampai penghapusan paksa data liputan.

“Hal ini merupakan bentuk nyata pemberangusan terhadap kebebasan pers yang mana aktivitas kami juga merupakan bagian dari kerja-kerja jurnalistik,” ucap Nabil.

Dijelaskan Nabil, FKPMB mengutuk keras tindakan brutalitas aparat kepolisian dan menuntut agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat menjalankan tugas peliputan. Forum jurnalis kampus ini juga menyerukan agar seluruh lembaga pers mahasiswa bisa terus mengawal dan mempertahan demokrasi sekaligus bersolidaritas untuk semua orang yang terkena kekerasan oleh aparat kepolisian.

Sementara itu, di jenjang nasional Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mencatat terdapat 11 orang jurnalis di Jakarta yang menjadi korban kekerasan aparat, baik psikis maupun fisik yang mengakibatkan luka-luka saat bekerja meliput aksi demonstrasi menolak revisi UU Pilkada di kawasan DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Di Semarang, sebanyak tiga (3) orang pers mahasiswa mengalami sesak nafas hingga pingsan akibat tembakan gas air mata yang dilancarkan oleh polisi untuk membubarkan aksi.

KKJ menilai terjadi pelanggaran berat terhadap jaminan perlindungan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999  tentang Pers: “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 Juta.”

Tindakan kekerasan oleh Aparat Kepolisian berupa penganiayaan dan penyiksaan yang mengakibatkan luka berat pada jurnalis saat menjalankan tugas profesinya juga merupakan bagian tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman lima tahun penjara.

Baca Juga: Ricuh Demonstrasi Menolak Revisi UU Pilkada di Bandung, Korban Luka-luka Berjatuhan
Suara Mahasiswi Bandung Menolak Politik Dinasti Jokowi

Massa aksi unjuk rasa berupaya menjebol pagar kompleks DPRD Jawa Barat, Jumat, 23 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Massa aksi unjuk rasa berupaya menjebol pagar kompleks DPRD Jawa Barat, Jumat, 23 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Sikap Bersama

Menanggapi praktik kekerasan aparat negara dalam menangani dua hari aksi unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada di Bandung, Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat yang terdiri dari AJI Bandung, FPKMB, LBH Bandung, PBHI Jawa Barat, dan Walhi Jawa Barat menegaskan sikap bersama, sebagai berikut:  

  1. Mengencam segala bentuk represifitas aparat
  2. Mendesak Kapolri mengevaluasi perilaku dan tindakan brutal anak buahnya dalam menghadapi aksi massa
  3. Mendesak semua pihak terutama kepolisian menghormati kerja-kerja jurnalis termasuk persma sesuai UU Pers
  4. Mendesak kepolisian turut menjaga keselamatan  paramedis dan pembela HAM
  5. Mendesak pihak kepolisian secara serius menghargai kebebasan berpendapat sebagai bagian dari HAM, bukan malah menyempitkan ruang kebebasan sipil tersebut. 

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang isu Revisi UU Pilkada

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//