• Kampus
  • Memahami Hak Kesehatan Seksualitas dan Reproduksi sebagai Jalan Mengurangi Kasus Kekerasan Seksual

Memahami Hak Kesehatan Seksualitas dan Reproduksi sebagai Jalan Mengurangi Kasus Kekerasan Seksual

Hak Kesehatan Seksualitas dan Reproduksi bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin dan dilindungi negara. Ada korelasi dengan kekerasan seksual.

Ilustrasi. Stop kekerasan seksual. (Ilustrator: Alfonsus Ontrano/BandungBergerak)

Penulis Mochammad Arya Rizaldi29 Agustus 2024


BandungBergerak.idHak-hak kesehatan seksualitas dan reproduksi (HKSR) bagian dari hak asasi manusia yang dimiliki semua individu. Setiap orang bebas mengambil keputusan terkait aktivitas seksual dan reproduksi mereka tanpa adanya diskriminasi, paksaan, dan kekerasan. Maka, HKSR merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

“Hak kesehatan seksual dan reproduksi merupakan aspek fundamental dari hak asasi manusia yang harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara,” terang Ghina Veeramalah, selaku moderator di acara diskusi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi untuk Semua: Pahami, Kenali, Peduli, di acara Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi untuk Semua: Pahami, Kenali, Peduli di kampus UPI, Bandung, 1 Agustus 2024.

HKSR tidak hanya berbicara tentang akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas saja, akan tetapi mencangkup mendapatkan informasi yang akurat, pendidikan yang memadai, serta kemampuan untuk memiliki keputusan dan tanggung jawab.

Sanyulandy Leowalu, selaku Comprehensive Sexual Education Officer Yayasan Gemilang Sehat Indonesia yang menjadi narasumber dalam diskusi, menegaskan HKSR sendiri merupakan bagian dari HAM. “Jadi semua orang terlepas dari latar belakangnya memiliki hak ini. Hak ini kan sesuatu yang harus dipenuhi ya,” kata Sanyulandy Leowalu.

Beberapa unsur dari HKSR telah diatur Undang Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang memiliki banyak turunan. Walau hak-hak kesehatan seksualitas dan reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia, tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan pemenuhan hak-hak ini. Bahkan beberapa kelompok rentan masih mendapatkan stigma dan diskriminasi, misalnya mereka yang hidup dengan HIV/AIDS (Odhiv) dan kelompok rentan lainnya seperti kaum difabel.  

Di samping itu, stigma bahwa seksualitas adalah tabu juga menjadi dinding yang menghalangi pendidikan terkait hak-hak kesehatan seksualitas dan reproduksi. Tertutupnya keran pendidikan ini mendorong anak-anak mengakses informasi tentang seksualitas dan reproduksi yang salah.

“Terkait dengan remaja, anak-anak tidak boleh ngomong tentang itu (seksualitas), tabu dan porno yang seperti itu. Jadi hanya mereka cari informasinya dari sumber yang lain, bukan dari sumber yang terpercaya dan bisa dapat informasi yang benar-benar salah,” kata Sanyulandy Leowalu.

Kesadaran Menjadi Kunci Mengurangi Diskriminasi

Edukasi tentang HKSR menjadi hal krusial di tengah masih kentalnya diskriminasi dan stigma. Diperlukan kampanye penyadaran bahwa HKSR merupakan hak asasi manusia yang harus terpenuhi.

“Salah satunya saat ini dalam kampanye kesadaran yang dilakukan, lalu misalnya di dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. Jadi ada event di sana yang dibuat itu bisa juga untuk advokasi dan organisasi-organisasi mahasiswa yang ada,” ujar Sanyulandy Leowalu.

Kesadaran ini akan mendorong setiap individu untuk memenuhi dan menjaga HKSR dirinya maupun orang lain. Jika kesadaran ini tercapai maka dampaknya tidak hanya terjadi pemenuhan HKSR melainkan juga memiliki andil dalam mengurangi tindak kekerasan seksual.

“Kalau kita punya hak, kita juga punya kewajibannya. Ketika hak kita ingin dilindungi terkait dengan kesehatan seksual dan reproduksinya, maka kita pun wajib melindungi hak orang lain. Ketika ini sudah sinkron, pikirannya sudah saling satu sama lain, angka kekerasan seksual mungkin akan bisa menurun,” kata narasumber lainnya, Irma Darmawati, selaku dosen Keperawatan UPI dan Anggota SPPKS UPI.

Baca Juga: Melontarkan Ucapan Berbau Seksual di Muka Umum adalah Bentuk Kekerasan Seksual
Pakaian, Kambing Hitam Pelecehan Seksual
Data Pelaku Kekerasan Seksual di Indonesia dalam Ranah Komunitas 2020, Kasus yang Terlaporkan Banyak Dilakukan oleh Teman Korban

Diskusi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi untuk Semua di kampus UPI, Bandung, 1 Agustus 2024. (Foto:  Mochammad Arya Rizaldi/BandungBergerak)
Diskusi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi untuk Semua di kampus UPI, Bandung, 1 Agustus 2024. (Foto: Mochammad Arya Rizaldi/BandungBergerak)

Mengenal Jenis-jenis Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Yayasan Kesehatan Perempuanmenjelaskan, selain hak terkait aktivitas seksual seseorang, HKSR juga merupakan bentuk kebebasan dalam kegiatan reproduksi seorang individu – bahwa seorang individu memiliki kebebasan untuk memilih apakah ia akan mempunyai anak atau tidak; kapan ia akan memiliki anak; dan hak akses terhadap informasi terkait hal-hal tersebut.

HKSR terkait erat dengan komponen-komponen HAM; seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak untuk mendapatkan privasi, hak untuk mendapatkan pendidikan, dan hak untuk terbebas dari diskriminasi.

Artinya, HKSR – layaknya HAM – bersifat mutlak dan universal. Seorang individu tidak perlu melakukan apa pun untuk mendapatkan akses HKSR-nya, karena akses terhadap hak-hak tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dilepas dari keberadaannya sebagai manusia.

Secara umum, HKSR mencakup hak seluruh manusia untuk:

Mencari, menerima, dan mengkomunikasikan informasi terkait seksualitas.

Menerima pendidikan seksual.

Mendapatkan penghormatan atas integritas tubuhnya.

Memilih pasangan.

Memilih untuk aktif secara seksual, atau tidak.

Melakukan hubungan seks konsensual.

Menikah secara konsensual.

Memutuskan untuk memiliki anak atau tidak, dan kapan waktu yang tepat untuk memiliki anak.

Memiliki kehidupan seksual yang memuaskan, aman, dan menyenangkan.

*Kawan-kawan yang baik bisa menyimak tulisan-tulisan dari Mochammad Arya Rizaldi, atau mengenai Kekerasan Seksual

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//