• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Mencegah Jatuhnya Korban Kecantikan Virtual

MAHASISWA BERSUARA: Mencegah Jatuhnya Korban Kecantikan Virtual

Penggunaan filter kecantikan secara berlebihan di media sosial dapat menciptakan masalah psikologis yang serius.

Madeline Guenevere Pranoto

Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Ilustrasi. Teknologi digital tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia modern. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

30 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Media sosial tanpa terasa telah membentuk cara kita memandang dunia, termasuk persepsi kita tentang kecantikan. Laporan Pew Research Center (2023) menunjukkan sekitar 72% remaja di Amerika Serikat aktif menggunakan media sosial, yang memengaruhi persepsi mereka tentang kecantikan dan standar penampilan. Kecantikan yang dulunya merupakan konsep subjektif kini diukur dan didefinisikan melalui lensa media sosial. 

Salah satu dampak ekstrem dari tekanan tersebut terlihat pada tragedi seorang selebgram terkenal yang meninggal dunia akibat komplikasi dari prosedur sedot lemak pada tanggal 22 Juli 2024 lalu. Kasus ini mencerminkan bagaimana dorongan untuk memenuhi standar kecantikan yang disajikan di media sosial dapat mendorong individu untuk mengambil langkah ekstrem dan berbahaya demi mencapai penampilan ideal. Penggunaan filter dan modifikasi tubuh yang ekstrem sering kali mengabaikan risiko kesehatan yang serius, menunjukkan pentingnya untuk menyadari dampak negatif dari standar kecantikan yang tidak realistis.

Penggunaan filter kecantikan yang berlebihan di media sosial telah menciptakan generasi muda yang mengalami krisis percaya diri, memicu siklus perbandingan sosial yang tidak sehat, dan merusak harga diri. Bagaimana kita dapat mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan yang lebih positif di mana setiap individu merasa diterima dan dihargai apa adanya? Esai ini akan membahas dampak negatif dari penggunaan filter kecantikan di media sosial, serta menawarkan solusi untuk mengatasi masalah ini.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Mendorong Inklusivitas Infrastruktur Publik Kota Bandung bagi Para Difabel
MAHASISWA BERSUARA: Film sebagai Media Kritik dan Cerminan Sosial keadaan Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Budaya Korea Selatan Mulai Mendominasi Masyarakat Indonesia

Krisis Percaya Diri di Kalangan Generasi Muda

Penggunaan filter kecantikan yang berlebihan di media sosial telah menyebabkan krisis percaya diri di kalangan generasi muda. Filter-filter ini sering kali memperindah penampilan, menciptakan citra yang tidak realistis dan sulit dicapai. Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh American Psychological Association (APA), paparan yang berkelanjutan terhadap gambar-gambar yang dimodifikasi secara digital berhubungan langsung dengan penurunan kepercayaan diri. Studi tersebut menunjukkan bahwa remaja yang sering menggunakan aplikasi pengeditan foto melaporkan 55% peningkatan ketidakpuasan terhadap penampilan mereka yang sebenarnya, menandakan bagaimana standar kecantikan yang tidak realistis mempengaruhi harga diri mereka.

Selain itu, efek dari penggunaan filter ini tidak hanya mengubah persepsi individu terhadap penampilan mereka sendiri, tetapi juga mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain. Penelitian oleh Social Media and Society Journal menemukan bahwa individu yang terpapar secara intensif pada gambar-gambar yang dimodifikasi secara digital sering kali mengalami kesulitan dalam berinteraksi secara autentik dengan orang lain, karena mereka merasa harus memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis. Hal ini dapat memperburuk perasaan terasing dan ketidakpuasan, serta mengganggu kualitas hubungan interpersonal mereka.

Siklus Perbandingan Sosial yang Tidak Sehat

Penggunaan filter kecantikan di media sosial juga memicu siklus perbandingan sosial yang tidak sehat, yang berdampak negatif pada kesehatan mental generasi muda. Filter yang memperindah penampilan sering kali membuat individu membandingkan diri mereka dengan standar yang tidak realistis. Studi dari University of Pennsylvania menemukan bahwa 70% dari peserta yang sering membandingkan diri mereka dengan foto-foto yang dimodifikasi secara digital mengalami peningkatan kecemasan sosial. Penelitian ini menunjukkan bagaimana perbandingan dengan citra ideal yang tidak dapat dicapai dapat memperburuk masalah kesehatan mental dan memperkuat siklus perbandingan sosial yang merugikan.

Fenomena ini juga menciptakan tekanan untuk terus menerus memperbarui penampilan diri secara digital untuk menjaga relevansi sosial. Studi dari Journal of Social and Clinical Psychology mencatat bahwa 65% pengguna media sosial merasa terdorong untuk terus-menerus memperbarui foto dan status mereka untuk mempertahankan citra ideal yang mereka ciptakan. Tekanan ini tidak hanya menyebabkan stres tetapi juga meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan, yang semakin memperburuk kesejahteraan psikologis.

Merusak Harga Diri

Penggunaan filter kecantikan secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada harga diri individu. Filter yang memperbaiki penampilan secara digital sering kali menanamkan keyakinan bahwa penampilan asli tidak cukup baik. Menurut jurnal Body Image, sekitar 70% peserta yang menggunakan aplikasi pengeditan foto melaporkan penurunan harga diri terkait dengan penampilan mereka yang sebenarnya. Data ini menunjukkan bagaimana eksposur berkelanjutan terhadap citra ideal yang tidak dapat dicapai berkontribusi pada kerusakan harga diri dan masalah psikologis di kalangan pengguna media sosial.

Lebih lanjut, kerusakan pada harga diri ini sering kali diperparah oleh kebiasaan mengejar "like" dan "komentar" positif sebagai bentuk validasi diri. Penelitian oleh Frontiers in Psychology menemukan bahwa 60% pengguna media sosial merasa tertekan untuk mendapatkan jumlah "like" yang tinggi, yang sering kali mereka kaitkan dengan penilaian positif terhadap penampilan mereka. Ketergantungan pada validasi digital ini dapat memperburuk kerusakan harga diri dan menciptakan siklus ketergantungan yang tidak sehat.

Media Sosial yang Memperkuat Stereotip Kecantikan

Media sosial berperan dalam memperkuat stereotip kecantikan yang sempit dengan menampilkan standar ideal yang homogen dan tidak realistis melalui filter kecantikan. Filter-filter ini sering kali mempromosikan citra kulit mulus, tubuh ramping, dan fitur wajah yang simetris secara ekstrem, yang menyebabkan marginalisasi individu yang tidak sesuai dengan standar tersebut.

Penelitian oleh Journal of Gender Studies menunjukkan bahwa paparan terus-menerus terhadap citra ideal ini memperkuat stereotip kecantikan yang merugikan, membuat individu merasa terpinggirkan jika mereka tidak memenuhi kriteria tersebut. Selain itu, industri periklanan sering kali mengadopsi citra ini, mengabaikan keberagaman dan memperburuk persepsi diri. Untuk mengatasi masalah ini, media sosial dan industri periklanan perlu lebih inklusif dalam representasi kecantikan, menyertakan berbagai tipe penampilan yang mencerminkan keberagaman masyarakat.

Kesimpulan

Penggunaan filter kecantikan secara berlebihan di media sosial tidak hanya membentuk persepsi kecantikan yang tidak realistis tetapi juga menciptakan masalah psikologis yang serius. Krisis percaya diri, perbandingan sosial yang tidak sehat, dan kerusakan pada harga diri adalah beberapa dampak yang timbul akibat fenomena ini. Dengan semakin berkembangnya media sosial dan kemudahan akses terhadap filter, penting untuk lebih sadar dan bijak dalam menggunakan teknologi ini serta mendukung inisiatif yang mendorong citra diri yang positif dan realistis.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//