• Narasi
  • TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Masa Berakhirnya Pendudukan Jepang di Lembang.

TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Masa Berakhirnya Pendudukan Jepang di Lembang.

Tersisa ribuan tentara Jepang yang berada di Lembang di akhir tahun 1946. Semuanya diyakini terbunuh saat invasi NICA.

Malia Nur Alifa

Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian

Penanda kuburan masal jenazah tentara Jepang di Lembang. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)

31 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Data ini saya dapat dari beberapa surat kabar tahun 1946. Data-data tersebut sinkron dengan sumber lisan yang berasal dari beberapa narasumber pada rentang waktu riset  tahun 2009 hingga 2022.

Saat itu pukul 7 pagi, Lembang sedari malam diguyur hujan hingga jarak pandang pun agak terganggu oleh tebalnya kabut. Pada akhir tahun 1946 puluhan kendaraan militer NICA bergerak menuju Lembang, karena tersiar kabar bahwa masih terdapat sekitar 4.000 orang prajurit Jepang yang bersembunyi di pedalaman Lembang.

Siang harinya cuaca semakin membaik yang membuat jarak pandang pun semakin membaik, hal ini membuat jangkauan pesawat- pesawat NICA semakin luas. Pesawat-pesawat itu mendarat dibekas landasan militer Belanda yang berada di Kampung Lapang, di Cikole sekarang. Landasan militer tersebut dibangun berbarengan dengan dibangunnya serangkaian benteng-benteng yang berada di utara Lembang , yaitu Benteng Cikahuripan dan Benteng Gunung Putri.

Benteng- benteng  tersebut dibangun atas prakarsa John Henrij Van Blommenstein yang merupakan petinggi militer yang mulai membangun Lembang di tahun 1877. Ia mulai membangun lahan-lahan yang terlantar akibat ditinggalkan, salah satunya lahan-lahan yang dahulu pernah digarap oleh Andres de Wilde yang luas.

Salah satu lahan yang paling pertama digarap oleh van Blommestein adalah lahan di kawasan gunung Lembang atau Baroe Adjak. Ia memberikan mandat kepada sahabatnya yaitu Ursone bersaudara untuk menggarap lahan yang terlupakan tersebut menjadi perkebunan kina, teh, dan peternakan sapi perah.

Van Blommenstein membangun benteng Cikahuripan dan benteng Gunung Putri yang awalnya dibangun untuk kamuflase gudang candu ilegal. Pengiriman candu ilegal tersebut  dikirim dari arah timur menggunakan beberapa pedati yang memakai jalur rempah timur Lembang.

Landasan pesawat terbang di Kampung Lapang di Cikole, Lembang, berdasarkan data riset Karguna Purnama Harta. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)
Landasan pesawat terbang di Kampung Lapang di Cikole, Lembang, berdasarkan data riset Karguna Purnama Harta. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Dokter Wisnoe Joedo
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Zuur dari Jatiwangi
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Masa Pendudukan Jepang di Lembang

Perlawanan Bumiputra pada NICA

Akhir tahun 1946 merupakan masa-masa di mana perlawanan bumiputra di Lembang kepada tentara NICA terjadi sangat heroik. Tercatat dalam berita Aneta Bandung bahwa perlawanan ringan hingga keras dilakukan di beberapa tempat. Salah satunya di desa Cihideung dan Gudangkahuripan. Pada saat itu warga memasang beberapa perangkap terutama di kilometer 12 dan kilometer 13. Mereka menghujani para tentara NICA dengan bom mortir, hingga banyak dari tentara NICA yang terluka. Para prajurit bumiputra tersebut selalu terlihat di punggung-punggung bukit untuk bersiaga.

Lalu terdapat 40 orang Jepang yang menyamar mengenakan pakaian warga lokal dan berbaur di dalam keramaian Pasar Lembang (lokasi pasar lama yang berada di sekitar kantor Pos Lembang sekarang). Dan terlihat juga 30 orang  Jepang yang masih mengenakan pakaian militer terlihat berjaga-jaga. Mereka semua akhirnya ditangkap NICA dan dibawa menuju ke arah utara.

Selain itu terdapat kekacauan yang dilakukan oleh pemuda-pemuda Lembang, mereka membantai warga Tionghoa, menjarah toko-toko mereka; dan banyak warga Eropa yang diperkosa hingga dibunuh secara keji di kawasan sekitar Kinderdorf  sekarang. Saat itu banyak mayat bergelimpangan.

Menurut beberapa surat kabar dan beberapa narasumber, itulah yang menyebabkan di kawasan selatan Baroe Adjak banyak ditemukan kuburan massal. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa terdapat 50 mayat dalam satu liang lahat. Hingga sekarang makam-makam tersebut  masih ada, namun banyak dari warga tidak menyadari keberadaannya.  

Para pemuda tersebut membakar sekolah Goenoeng Sari atau Kweekschool Lembang hingga tak tersisa, mereka pun membawa warga Eropa yang bersembunyi di sekitar sekolah untuk dieksekusi di kawasan Cibodas dan Curug Maribaya. Bukan sampai di situ saja para pemuda yang mengambil kesempatan dalam situasi peralihan (masa bersiap) ini dengan menjarah sapi-sapi perah di kawasan Alun-alun (di peternakan Negel dan Mayer, dua orang bekas pejuang Boer yang didatangkan ke Lembang ). Selain sapi perah, para pemuda yang meresahkan tersebut juga mencuri banyak sekali sayuran dari kebun-kebun warga setempat dan membuat teror. Hal- hal di atas membuat warga Lembang banyak yang mengungsi, mereka mulai kebingungan dengan kondisi yang terjadi.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang di mana terdapat kuburan masal dari prajurit Jepang di akhir tahun 1946. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)
Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang di mana terdapat kuburan massal dari prajurit Jepang di akhir tahun 1946. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)

Ribuan Tentara Jepang di Lembang

Di akhir tahun 1946 itu ternyata ditemukan ribuan tentara Jepang dari semua pelosok Lembang. Tercatat di Desa Cibogo dan Cikole saja terdapat 1.100 tentara Jepang yang bersembunyi.  Semua tentara Jepang tersebut akhirnya dikumpulkan di sebuah lahan bekas tempat inseminasi buatan di perkebunan Baroe Adjak yang sekarang menjadi salah satu Balai Pertanian di Cikole, Lembang. Di lahan tersebut para prajurit Jepang dilucuti dan diperlakukan keji.

Balai inseminasi tersebut dahulu dibentuk oleh Giusepe Ursone dengan sahabatnya yang sering dipanggil Tuan De Root. Di balai itu, sapi-sapi betina yang sudah memasuki masa kawin akan dibuahi sperma sapi-sapi jantan pilihan yang harganya sangat mahal. Hal tersebut dilakukan guna mengembangbiakkan sapi-sapi perah dengan kualitas terbaik. Hingga kini warisan balai tersebut masih eksis di Lembang. Balai inseminasi buatan pun kini menempati lahan di timur Lembang,  tidak jauh dari kawasan Gunung Batu (Jalan Kayu Ambon sekarang). Sedangkan lahan balai inseminasi kini menjadi Balitsa ( Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran).

Kembali lagi pada kisah ribuan tentara Jepang yang dikumpulkan di lahan balai inseminasi milik Tuan De Root tersebut, ternyata nasib mereka sangat mengenaskan. Menurut penuturan para narasumber, semua tentara Jepang yang tertangkap kemudian di eksekusi dengan cara ditembak. Suara tembakannya pun terdengar hingga Kampung Cilumber sekarang. Ketika saya melakukan riset lapangan ke balai tersebut para pegawai balai menunjukkan sebuah jalan beraspal yang ternyata adalah kuburan massal dari ribuan tentara Jepang tersebut.  

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//