• Berita
  • KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Perkara Parah Kemacetan

KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Perkara Parah Kemacetan

Kota Bandung semakin tua menjelang hari jadi 25 September nanti, yaitu 214 tahun. Permasalahan kemacetan pun semakin rumit.

Jalan Layang Pasupati atau Jalan Mochtar Kusumaatmadja di Bandung, Jawa Barat, Selasa (1/3/2022). Pembangunan infrastruktur memerlukan koordinasi pemerintah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Nabila Eva Hilfani 3 September 2024


BandungBergerak.id - Bandung salah satu kota besar di Indonesia dengan segudang masalah. Di usianya yang terus bertambah menjelang Hari Jadi ke-214 Kota Bandung (HJKB) 25 September nanti, permasalahan tersebut tak kunjung berkurang seiring meningkatnya pembangunan dan jumlah penduduk.

Berkembangnya Kota Bandung semakin kuat didorong dengan perhatian khusus yang diberikan pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Kota Bandung.

Perpres yang ditetapkan pada 6 Juni 2018 tersebut bertujuan untuk mewujudkan kawasan Kota Bandung menjadi perkotaan berkelas dunia. Cita-cita menuju kota berkelas dunia menemukan hambatan utama berupa kemacetan.

Banyak ruas jalan yang menjadi titik kemacetan. Tidak hanya saat akhir pekan yang membawa wisatawan luar berdatangan, hari kerja pun arus lalu lintas di banyak titik Kota Bandung mengalami kepadatan.

Berdasarkan catatan Dinas Perhubungan, kemacetan termasuk dalam keluhan umum masyarakat terkait ketenteraman dan ketertiban umum Kota Bandung. Bahkan, dalam catatannya terdapat 42 titik kemacetan di Kota Bandung (Siaran Pers Dishub Kota Bandung, 7 Maret 2024). Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya perubahan signifikan sejak tahun 2019.

Pada tahun 2019, kemacetan menjadi satu permasalahan tertinggi Kota Bandung yang dibuktikan dalam Survei Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Kota Bandung tahun 2019 yang dilakukan Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo). Bahkan, Ibu Kota Jawa Barat ini menduduki posisi ke-14 kota termacet se-Asia, mengalahkan DKI Jakarta dalam survei Asian Development Outlook 2019.

Padahal, kemacetan memberikan dampak yang kompleks, baik itu dampak pada lingkungan, sosial, hingga ekonomi. Seperti yang dijelaskan oleh Daryamah. Ia meneliti bahwa selain berdampak pada psikis dan fisik pengendara, kemacetan juga berdampak pada pemborosan waktu dan potensi ekonomi dengan kerugian mencapai 7.4 triliun rupiah per tahun (Departemen Pendidikan Geografi, 2019).

Banyak yang menyoroti wisatawan luar yang berdatangan menjadi satu penyebab banyak ruas jalan Kota Bandung mengalami kemacetan. Namun, nyatanya kemacetan tetap terjadi di hari kerja yang menandakan adanya faktor lain sebagai dasar permasalah kemacetan di Kota Bandung.

Salah satu penyebab sulitnya mengurai kemacetan Kota Bandung adalah jumlah kendaraan yang terus meningkat, bahkan hampir menyentuh angka yang sama dengan jumlah warga Kota Bandung.

Dinas Perhubungan Kota Bandung menyebutkan pada tahun 2023 jumlah kendaraan di Kota Bandung sebanyak 2,2 juta unit, hampir sama dengan jumlah penduduk Kota Bandung yang berjumlah 2,4 juta jiwa.

Tingginya jumlah kendaraan diperparah dengan tidak tersedianya sistem transportasi publik yang tangguh dan efektif.

Jika diurai, permasalahan mendasar transportasi publik Kota Bandung meliputi sebaran dan pemerataan akses. Masih banyak daerah pinggiran Kota Bandung yang belum terjangkau transportasi publik.

Bus hanya melewati shelter kapsul Trans Metro Bandung (TMB) yang kumuh dan tak terawat. Pembangunan TMB ini menggunakan dana APBD Kota Bandung.
Bus hanya melewati shelter kapsul Trans Metro Bandung (TMB) yang kumuh dan tak terawat. Pembangunan TMB ini menggunakan dana APBD Kota Bandung.

Belum lagi dengan jarak yang jauh antara stasiun atau halte menuju titik tujuan, ongkos yang masih terbilang mahal, dan transportasi publik yang belum inklusif. Kondisi-kondisi tersebut adalah penggambaran dari belum memadainya transportasi publik yang ada di Kota Bandung dalam catatan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (Siaran pers AEER, 2023).

Kondisi transportasi publik memiliki keterkaitan sebab akibat dengan meningkatnya jumlah transportasi pribadi di Kota Bandung. Seperti yang dijelaskan Jejen Jaelani, dosen Institut Teknologi Sumatera dalam esainya yang dipublikasikan BandungBergerak.id, 5 Maret 2024.

“Ketiadaan transportasi publik massal yang memadai menjadi salah satu penyebab tidak terkendalinya jumlah kendaraan di Bandung Raya,” jelas Jejen, diakses Selasa, 3 September 2024.

Kajian yang dilakukan Lembaga Kepresidenan Mahasiswa Universitas Parahyangan (Unpar) (2016) menyebutkan, keterbatasan transportasi massa menjadi faktor penyebab banyaknya masyarakat yang lebih memilih menggunakan transportasi pribadi sehingga berdampak pada kemacetan.

Tambah lagi, transportasi publik di Kota Bandung mengalami penurunan jumlah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bandung dalam kurun tahun 2004-2020, jumlah transportasi publik di Bandung mengalami penurunan di empat tahun terakhir. Dari 15.139 unit di tahun 2017 menjadi 12.514 unit di tahun 2020.

Pertumbuhan penduduk, infrastruktur jalan yang kalah jumlah dibandingkan pertumbuhan kendaraan, kemudahan akses membeli kendaraan, pertumbuhan lahan komersial, dan pertumbuhan kegiatan ekonomi sektor informal menjadi faktor penyebab lainnya kemacetan di Kota Bandung (Kajian lanjutan notulensi diskusi Lembaga Kepresidenan Mahasiswa Unpar, 2016).

Baca Juga: ‘Rebutan’ Penumpang dan Maskapai Pesawat antara Bandara Husein Sastranegara dan Bandara Kertajati, Industri Pariwisata Kota Bandung Mengeluh Sepi
Sidang Perkara Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos Membeberkan Asal-usul Penambahan Nama Muller oleh Terdakwa
Masyarakat di Kaki Gunung dan Kawasan Hutan Menanti Pemenuhan Hak Atas Tanah

Ilustrasi buruknya layanan transportasi publik. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)
Ilustrasi buruknya layanan transportasi publik. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Upaya yang Belum Memecah Soal

Di tengah rumitnya persoalan kemacetan Kota Bandung karena membludaknya jumlah kendaraan dan ledakan penduduk, rencana pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) Bandung dihidupkan kembali dengan bantuan pemerintah pusat.

Bambang Tirto Mulyono, penjabat Wali Kota Bandung mengatakan BRT diharapkan mampu mengurai kemacetan dan mendorong perilaku masyarakat untuk mulai menggunakan transportasi massal (Siaran pers Humas Kota Bandung, 7 Maret 2024).

Selain itu, pembangunan jalan tol dalam Kota Bandung menjadi langkah yang ditempuh Pemkot Bandung sebagai salah satu upaya memecah persoalan kemacetan. Meski program ini telah dirancang sejak 17 tahun yang lalu, banyak pakar yang menilai upaya tersebut bukanlah upaya yang efektif.

Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia menjelaskan, intervensi berorientasikan pada pengendalian dan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor justru yang harus diambil sebagai upaya pemutusan kemacetan (Artikel ITDP Indonesia, 2023).

Perluasan jalan justru akan memunculkan perjalanan-perjalan baru dengan kendaraan bermotor atau disebut dengan induced demand. Bahkan upaya tersebut menyebabkan lingkaran setan kemacetan.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Nabila Eva Hilfani, atau tulisan-tulisan menarik lain Tentang Kota Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//