• Berita
  • KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Belum Mampu Memilah Sampah

KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Belum Mampu Memilah Sampah

Di balik acara beberesih Bandung untuk menyambut HKJB ke-214, ada pekerjaan rumah yang lebih besar, yaitu pemilahan sampah secara massif.

Petugas memadamkan api yang membakar area pembuangan akhir sampah di TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, 24 agustus 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Nabila Eva Hilfani 7 September 2024


BandungBergerak.id – Kota Bandung terus bersolek untuk menyambut hari jadinya yang ke-214. Terdekat, rangkaian HKJB yang akan digelar adalah "Bebersih Bandung" yang rencananya berlangsung Selasa, 17 September 2024 dengan melibatkan ribuan warga. Di usianya yang lebih dari dua abad, masalah sampah Kota Bandung memang semakin rumit. 

“Selain menyemarakkan Hari Jadi ke-214 Kota Bandung (HJKB), acara ini bertujuan untuk mengajak warga menjaga kebersihan lingkungan dengan semangat gotong royong, menjadikan Bandung lebih bersih, indah, dan nyaman bagi semua,” demikian keterangan resmi Pemkot Bandung, diakses Sabtu, 7 September 2024. 

HKJB ke-214 menjadi refleksi bahwa pengelolaan sampah yang ideal dan tidak merusak lingkungan amat mendesak diterapkan di Kota Bandung. Open Data Kota Bandung menunjukkan, peningkatan produksi sampah di Kota Bandung setiap tahunnya meningkat. Sebelumnya, tiga tahun berturut-turut produksi sampah Kota Bandung mengalami penurunan dengan rincian: 1.752,59 ton di tahun 2019, 1.735,99 ton di tahun 2020, 1.655,28 ton di tahun 2021, dan 1.594,18 di tahun 2022. Tahun 2023 produksi sampah mencapai 1.609,76 ton.

Open Data Kota Bandung juga merinci jenis-jenis sampah. Sampah sisa makanan berada di urutan pertama sebesar 716,51 ton. Diikuti dengan sampah plastik sebanyak 268,83 ton dan sampah kertas 211,2 ton. Sisanya merupakan sampah lainnya yang tidak masuk kategori mana pun, lalu limbah B3, kain, kayu dan ranting, karet dan kulit, serta logam.

Sampah menjadi satu persoalan yang tidak pernah berhenti di Kota Bandung. Bahkan, TPA Sarimukti yang menjadi satu-satunya tempat pembuangan akhir sampah dari Kota Bandung telah melampaui daya tampungnya.

Forum Bandung Juara Bebas Sampah (FBJBS) mengungkapkan, TPA Sarimukti telah melebihi kapasitas 7-8 kali lipat dari rancangan awal. Bahkan, kondisi tersebut tidak sesuai dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) tentang Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional Sementara di Desa Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (FBJBS, 2023).

Kelebihan kapasitas tersebut tidak bukan karena produksi sampah yang begitu banyak. Dari keseluruhan sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti 78 persennya adalah sampah yang berasal dari Kota Bandung. Sementara Kota Bandung saja tiap harinya menghasilkan kurang lebih 1.500 ton (Siaran pers Pemkot Bandung, 16 Mei 2024).

Meski saat ini Pemerintah Kota Bandung memiliki program pengelolaan sampah dan pembangunan tempat pembuangan sampah terpadu di beberapa titik, tetapi belum signifikan dalam mengatasi masalah sampah. Oleh karena itu, Kota Bandung masih perlu fokus mendorong upaya pengurangan produksi sampah. Terlebih jika diselaraskan dengan cita-cita Pemkot Bandung soal Bandung bebas sampah atau zero waste city.

Pemkot Bandung mengklaim pada 2023 jumlah sampah yang berkurang karena program mencapai sekitar 700 ton. Sebanyak 300 ton selesai permanen, 104 ton selesai di kawasan ketika monitoring, dan 295 ton sisanya selesai dikelola (Siaran pers Pemkot Bandung, 1 Desember 2023.

Pemkot Bandung mesti menjalankan rogram pengelolaan sampah berkelanjutan. Kamaly dalam penelitiannya menyatakan, diperlukan program secara konsisten mengubah pola pikir masyarakat soal penanganan sampah. Hal ini dibarengi dengan evaluasi dan strategi yang lebih terperinci (Prodi Administrasi Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2023).

Pemkot Bandung juga telah menyiapkan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) di beberapa titik. Program ini diharapkan Pemkot Bandung dapat semakin mendorong tercapainya Bandung sebagai zero waste city atau Bandung bebas sampah.

Tidak tanggung-tanggung, tempat pembuangan sampah terpadu dengan teknologi RDF disiapkan Pemkot Bandung di empat titik. TPST Babakan Siliwangi, TPST Jalan Indramayu, TPST Ence Azis, dan TPST Batununggal. Dari program ini Pemkot menyebut berhasil mengurangi ritasi sampah Kota Bandung ke TPA Sarinukti (Siaran pers Pemkot Bandung, (13 Mei 2024.

RDF Sebuah Solusi Palsu

Pengelolaan sampah dengan memanfaatkan teknologi RDF diakui Pemkot Bandung dapat mengurangi jumlah sampah dan efektif menghasilkan alternatif pengganti bahan bakar fosil dalam berbagai industri. Namun, Aliansi Zero Waste menyebutkan bahwa RDF adalah solusi palsu.

Aliansi Zero Waste menemukan bahwa teknologi ini justru memberikan banyak dampak negatif, di antaranya mencemari saluran air, memperburuk kualitas udara, berisiko negatif pada lingkungan dan kesehatan, serta memperburuk kondisi iklim saat ini (Website Aliansi Zero Waste)

Selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan Wardhana dkk, Global Warming Potential (GWP) menjadi dampak negatif terbesar terhadap lingkungan yang dihasilkan RDF. Selain Global Warming Potential, RDF juga memiliki dampak negatif lainnya yaitu menimbulkan racun yang berbahaya bagi manusia (human toxicity), pencemaran air (eutrophication), perusakan biota laut (acidipicafion), dan merusak terrestrial ecotoxicity (Universitas Gadjah Mada, 2023).

Aliansi Zero Waste justru mengusulkan penghentian produksi plastik sekali pakai sebagai solusi paling efektif hingga akar permasalahan soal sampah. Alternative Delivery System (ADS) menjadi satu sistem pengganti yang memfokuskan pada prinsip isi ulang (refill), pemakaian ulang (reuse), dan penerapan gaya hidup ramah lingkungan. 

Selain efektif, Alternative Delivery System memiliki beberapa keuntungan, yaitu pengurangan ekstraksi sumber daya alam dan penggunaan energi untuk kemasan sekali pakai; memberikan pengalaman belanja dan distribusi produk yang etis dan sadar lingkungan; dan memotong biaya pengeluaran peoduk sekali pakai.

Baca Juga: KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Perkara Parah Kemacetan
KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Persoalan Parkir Lebih dari Getok Tarif, Ada Potensi Puluhan Miliar Rupiah yang Belum Bisa Terserap
KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Membaca Naiknya Data Kekerasan terhadap Perempuan

Stop Membakar Sampah

Meski solusi ideal pengelolaan sampah sudah banyak disuarakan organisasi dan pakar lingkungan hidup, namun Pemkot Bandung belum mampu merealisasikannya. Alih-alih menjalankan pengelolaan sampah secara ramah lingkungan, kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung kerap tergoda dengan solusi instan yang palsu, seperti pembakaran.

Pembakaran dengan metode apa pun, seperti RDF, teknologi insinerator yang menghasilkan listrik, maupun tungku bakar tradisional adalah bentuk-bentuk solusi palsu pengelolaan sampah.  Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, selain merusak lingkungan insinerator merupakan cara paling mahal untuk menangani sampah dan menghasilkan listrik. 

Pendanaan untuk insinerator seharusnya dialihkan untuk mengelola sampah organik yang menjadi biang kerok insiden meledaknya terbakarnya TPA Sarimukti dan TPA Leuwigajah. Sebab, pemilahan sampah adalah persoalan utama dalam mengelola sampah di Bandung. Kota dan kabupaten masih sangat memerlukan tambahan anggaran yang sangat besar untuk mengelola sampah secara terpilah dan mengurangi sampah dari sumber, terutama sampah organik yang mendominasi timbulan sampah di Bandung Raya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Nabila Eva Hilfani, atau tulisan-tulisan menarik lain KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//