• Berita
  • KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Persoalan Parkir Lebih dari Getok Tarif, Ada Potensi Puluhan Miliar Rupiah yang Belum Bisa Terserap

KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Persoalan Parkir Lebih dari Getok Tarif, Ada Potensi Puluhan Miliar Rupiah yang Belum Bisa Terserap

Bertahun-tahun Pemkot Bandung belum bisa memaksimalkan pendapatan dari parkir yang potensi nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.

Warga mencari tempat parkir di simpang Jalan Braga Naripan, Bandung, saat diberlakukan Braga Free Vehicle, 5 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana4 September 2024


BandungBergerak.id - Sebagai kota yang berambisi menjadi smart city, Bandung yang tahun ini genap berusia 214 tahun memiliki persoalan serius di bidang perparkiran. Dari sisi ekonomi, tingginya jumlah kendaraan yang berlalu-lalang di Bandung berpeluang menghasilkan pendapatan daerah dari parkir. Di sisi lain, jumlah lahan parkir yang terbatas akhirnya memicu terjadi parkir liar ataupun tarif parkir mahal.

Salah satu persoalan parkir yang mencuat baru-baru ini tentang viralnya getok tarif parkir di media sosial. Warga media sosial digemparkan dengan tarif parkir yang mencapai 150 ribu rupiah. Kasus ini dialami seorang mahasiswi saat parkir di jalan sekitar kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Jalan Tamansari.

Dinas Perhubungan Kota Bandung bergerak cepat mengatasi kasus viral ini. Diketahui bahwa juru parkir yang menggetok tarif merupakan petugas resmi di bawah Dishub Bandung. Dishub pun memberhentikan juru parkir tersebut.

Tarif parkir resmi untuk mobil di Kota Bandung berkisar antara 4.000 - 5.000 rupiah. Sang juru parkir dinilai melanggar batas wajar dengan meminta tarif 30 kali lipat dari yang seharusnya.

Plt Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung Asep Kuswara mengatakan, pihaknya tidak akan segan-segan mengambil tindakan tegas terhadap jukir yang melakukan pelanggaran, terutama yang merugikan masyarakat.

"Kami akan terus memperketat pengawasan dan tidak akan mentolerir tindakan semacam ini. Jika ada warga yang mengalami hal serupa, jangan ragu untuk melaporkannya kepada kami, agar tindakan tegas bisa segera diambil," kata Asep, dalam keterangan resmi, Selasa, 3 September 2024.

Fenomena Gunung Es

Persoalan yang menyangkut perparkiran seperti getok tarif parkir, parkir liar, kemacetan yang ditimbulkan karena terbatasnya lahan parkir menunjukkan tata kelola parkir di Kota Kembang bermasalah. Kasus-kasus parkir yang viral di media sosial hanyalah fenomena gunung es yang kecil di permukaan namun semakin besar di bagian bawahnya.

Kamis, 13 Juli 2023 lalu DPRD Kota Bandung menerima audiensi dari perwakilan warga yang tinggal di sekitar Masjid Al Jabbar Bandung. Warga mengeluhkan serangkaian dampak yang timbul setelah dibukanya wisata Masjid Al Jabbar.

Ketua LPM Cimincrang Yusuf mengatakan, warga mengeluhkan jalan yang sempit dan menjadi petaka lalu lintas saat mobil dan bus wisata dari luar kota berkunjung ke Masjid Al Jabbar.

“Lalu lintas dan parkir di sekitar kawasan Al Jabbar ini dipadati pendatang yang berkunjung ke Masjid Al Jabbar. Kepadatan ditambah saat hari libur dan ketika Persib Bandung main di Stadion GBLA. Di sana sekarang semrawut. Kami semua terkurung oleh lalu lintas kendaraan yang begitu padat. Karena ini hanya jalan kampung, dibebankan armada yang bukan kelasnya. Kami mohon ada kajian ulang untuk permasalahan analisis dampak lingkungan (Amdal) lalu lintas. Kami sebagai warga merasa terbebani. Aktifitas kami terganggu,” kata Yusuf.

Persoalan parkir juga dikeluhkan juru parkir area dalam Masjid Al Jabbar, Ahi. Ia menuturkan, warga biasanya meminta tarif parkir tidak dipatok, bayar seikhlasnya. Kini, warga yang biasa menawarkan jasa parkir terusik dengan hadirnya penataan parkir yang dikelola pihak ketiga yang hanya menyerap 12 dari 173 warga petugas parkir yang selama ini mendapat rezeki dari parkir pengunjung Masjid Al Jabbar.

Warga berharap, kehadiran Masjid Al Jabbar turut memberi dampak positif pada lingkungan sekitar, khususnya di bidang ekonomi. Pengelolaan parkir diharapkan melibatkan warga sekitar.

Anggota DPRD Kota Bandung Asep Sudrajat meminta Pemkot Bandung maupun Pemprov Jabar yang menaungi Masjid Al Jabar mendengar aspirasi warga. 

“Soal perparkiran yang janjinya diserahkan kepada warga juga kabarnya tidak berpihak ke warga. Bagaimana kita dengan pertemuan ini mendapatkan solusi. Saya berharap Al Jabbar menjadi ladang mencari rezeki masyarakat. Jadi harus serius. Dengan pertemuan ini kita bisa mendorong sama-sama ke Pemprov, karena tanpa mendorong ke Pemprov kita hanya bisa berharap,” ujar Asep Sudrajat, saat audiensi, diakses dari laman DPRD Kota Bandung.

Baca Juga: KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Perkara Parah Kemacetan
"Rebutan" Penumpang dan Maskapai Pesawat antara Bandara Husein Sastranegara dan Bandara Kertajati, Industri Pariwisata Kota Bandung Mengeluh Sepi
CERITA ORANG BANDUNG #75: Rachmen Meramu Asa Masa Depan Melalui Kuliner Kulit Ayam

Warga menempelkan kartu e-money saat bayar parkir di mesin parkir elektronik di kawasan Braga, Bandung, 1 Juni 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga menempelkan kartu e-money saat bayar parkir di mesin parkir elektronik di kawasan Braga, Bandung, 1 Juni 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Mengandalkan Parkir

Kota Bandung dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, saat ini dihuni sekitar 2,5 juta jiwa. Bahkan pada siang hari, jumlah orang yang beraktivitas di kota ini bisa mencapai 3 juta jiwa. Sebagai kota jasa dan pariwisata, banyak warga luar kota yang berkunjung ke Bandung.

Tingginya jumlah kendaraan di Kota Bandung membuka lapangan pekerjaan di bidang perparkiran. Menurut data Dinas Perhubungan

Kota Bandung tentang Jumlah Juru Parkir di Kota Bandung 2017- 2021 terdapat 725 titik parkir. Masing-masing titik dijaga lebih dari satu orang juru parkir. Bahkan di titik tertentu jumlah juru parkirnya bisa mencapai lebih dari 50 orang.

Namun sumber daya parkir belum bisa dimaksimalkan Pemkot Bandung. Para juru parkir yang tersebar lebih dari 700 titik memiliki penghasilan yang beragam. Ketiadaan lapangan kerja mendorong mereka menekuni usah juru parkir ini.

Jika dimaksimalkan, pendapatan dari parkir nilainya sangat menjanjikan yang bukan hanya bisa dipakai untuk menopang kesejahteraan para juru parkir melainkan juga untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). PAD ini tentu nantinya dikembalikan lagi ke warga Bandung melalui pembangunan fasilitas atau pelayanan publik. Dalam hitungan Pemkot Bandung, potensi PAD dari parkir mencapai 80-135 miliar rupiah per tahun. Namun potensi ini belum bisa dimaksimalkan.  

Pemkot Bandung pernah melakukan terobosan untuk memaksimalkan pendapatan dari parkir dengan mengadakan mesin parkir elektronik. Akan tetapi, inovasi yang dibangga-banggakan di era Wali Kota Ridwan Kamil itu dinilai tidak efektif.

Total tempat parkir elektronik (TPE) atau mesin parkir di Kota Bandung ada 445 unit yang tersebar di 58 ruas jalan. Tahun 2022 lalu Pemkot Bandung pernah menargetkan PAD dari parkir sebesar 25 miliar rupiah. Target ini jauh lebih besar dari pendapatan parkir pada tahun 2020 yang baru mencapai 3,39 miliar rupiah dan 2021 mencapai 2,6 miliar rupiah. Sebelum pandemi, pada 2018, mesin parkir elektronik pernah mencatat pendapatan 10 miliar rupiah.

Terbaru, dalam rapat pembahasan raperda DPRD Kota Bandung, diketahui retribusi parkir tahun 2022 terealisasi hanya sebesar 9,73 miliar rupiah atau sekitar 39 persen saja dari target 25 miliar rupiah.  

Alih-alih inovatif, pengadaan mesin parkir Kota Bandung justru dinilai pemborosan. Proyek yang diluncurkan 2016 ini diadakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung senilai 55 miliar rupiah (Diki Suherman, dalam risetnya berjudul Evaluasi Dampak Kebijakan Mesin Parkir Elektronik di Kota Bandung, ITB, 2020).

Sementara DPRD Kota Bandung pernah menyebut proyek TPE telan menelan anggaran pemerintah hingga 80 miliar rupiah dengan pengadaan berdasarkan e-katalog merek Cale seharga 125 juta rupiah per unit. DPRD menyoroti, setelah hampir satu tahun dioperasikan mesin parkir ini tidak menunjukan kenaikan pendapatan secara signifikan. Dengan kata lain, belanja modal ini belum balik modal alias BEP (break event point). 

Anggota komisi B DPRD kota Bandung Aan Andi mengatakan, penggunaan mesin parkir tidak memiliki manfaat berarti. Dia menyebutkan, selama ini pendapatan restribusi parkir tidak maksimal. Bahkan, dari target 135 miliar rupiah hanya tercapai 6 miliar rupiah saja dalam setahun. Sehingga, kondisi ini tidak ada bedanya sebelum ada mesin parkir. 

*Kawan-kawan yang baik bisa membuka artikel-artikel lainnya tentang Parkir Kota Bandung dalam tautan tersebut

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//