CERITA ORANG BANDUNG #76: Rachmen Meramu Asa Masa Depan Melalui Kuliner Kulit Ayam
Rachmen adalah orang muda yang memilih berdiri di kaki sendiri dengan membuka warung kuliner kecil-kecilan. Tak ada gengsi untuk hidup mandiri.
Penulis Reihan Adilfhi Tafta Aunillah 1 September 2024
BandungBergerak.id - Di balik hingar bingar Ledeng, sebuah kawasan yang terkenal dengan keberadaan terminal di Bandung utara, ada sebuah warung sederhana di dalam gang kecil. Aroma penggorengan dari warung tersebut menyelinap ke dalam hidung siapa saja yang melewatinya.
Di depan warung terpampang tulisan “Crispy Garage” yang ditulis dengan cat semprot. Di dalam warung seorang lelaki muda sedang menggoreng kulit ayam tepung. Lelaki tersebut bernama Rachman Aria Dananjaya (23 tahun) atau akrab disapa Rachmen.
Sembari memasak dan menyiapkan jualannya, ia bercerita belum satu bulan menekuni usaha kuliner ini. Terhitung dari tanggal 8 Agustus 2024. Sebelumnya, ia bekerja sebagai marketing agency di salah satu perusahaan pembiayaan tertua di Indonesia.
Rachmen merasa tak cocok bekerja kantoran. Rutinitas yang monoton serta beban kerja yang semakin berat membuatnya merasa jenuh dengan dunia yang serba formal dan teratur. Bermodalkan keberanian dan ilmu pemasaran, ia memulai usaha kuliner yang diberi nama Crispy Garage.
“Udah capek menjual produk orang lain,” keluh Rachmen, Sabtu sore, 24 Agustus 2024.
Rachmen dengan Crispy Garage-nya merupakan satu dari sekian banyak jenis usaha kecil menengah mikro (UMKM) yang sesungguhnya penyangga ekonomi nasional. Penelitian yang dilakukan Samuel Wirawan, Hamfri Djajadikerta, dan Amelia Setiawan dari Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung menyebutkan, berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 jumlah UMKM mencapai 65,46 juta unit. Jumlahnya setara dengan 99,99 persen dari seluruh unit usaha di Indonesia.
Jenis usaha kategori besar sendiri hanya 5,637 unit usaha atau setara 0,01 persen saja. Serapan tenaga kerja sektor UMKM juga paling besar. Tahun 2019 ada 119,56 juta tenaga kerja bekerja di sektor UMKM. Angka itu setara 96,2 persen pangsa tenaga kerja yang ada yang jumlahnya 123,368 juta orang.
UMKM pun masih tumbuh di tengah situasi pandemi Covid-19. Data BPS mencatat penambahan 1,271 juta UMKM baru di tahun 2019. Kendati masih tumbuh, pandemi mendistorsi serapan tenaga kerja di sektor UMKM yang justru turun 2,58 juta orang. Tahun 2019 serapan tenaga kerja di sektor UMKM mencapai 116,978 juta orang atau setara 97 persen pangsa pasar tenaga kerja saat itu.
Sejumlah situasi krisis perekonomian yang melanda Indonesia menjadi pembuktian UMKM sebagai sektor usaha yang bisa terus bertahan, bahkan tumbuh. Sektor tersebut menjadi penyangga perekonomian nasional. Tak mengherankan jika penguatan UMKM selalu menjadi rumus baku pemulihan ekonomi Indonesia.
Melawan Tantangan Hidup
Rachmen sebetulnya lelaki yang berasal dari Kopo, Kota Bandung. Ia memilih Ledeng sebagai tempatnya memulai usaha karena merasa mempunyai banyak relasi kampus. Hal tersebut ia lihat sebagai peluang untuk usahanya. Kebetulan, Rachmen adalah seorang sarjana dari jurusan Pendidikan Bahasa Jerman, Universitas Pendidikan Indonesia.
Awalnya ia ingin menjadi seorang pengajar bahasa Jerman tetapi pandemi Covid-19 membuat mimpinya sirna. Pandemi memaksanya mencari cara lain dalam bertahan hidup dan membiayai kuliahnya sendiri.
“Jadi pas kuliah harus kerja. Terus akademik ada beberapa yang ketinggalan dan bahasa Jermannya kurang maksimal,” ungkap Rachmen.
Dalam menjalankan usahanya, Rachmen tak selalu mendapat jalan mulus. Ia terkadang mendapat pesanan dari pelanggan yang tak konsisten dan membuatnya frustasi, terutama ketika pesanan sudah disiapkan dengan matang.
“Kadang di PHP-in orang. Ada yang pesen banyak, udah disiapin, tapi malah gak jadi,” keluh Rachmen.
Walaupun begitu, bagi Rachmen hal tersebut adalah sebuah pembelajaran untuk membuatnya semakin tangguh dalam mempertahankan usahanya. Ia pun mengungkapkan bahwa usahanya adalah sesuatu yang tak akan mudah dijalani. Tapi, ia tetap senang karena pada akhirnya usaha kulinernya merupakan bisnis yang ia bangun oleh jerih payahnya sendiri. Bukan orang lain.
Kepercayaan Diri Crispy Garage dari Banyaknya Usaha Waralaba
Di balik itu semua, Rachmen mempunyai satu keresahan yang tak lain dari menjamurnya bisnis franchise atau waralaba di sekitar. Ia melihat bahwa bisnis tersebut bisa membunuh usaha pedagang-pedagang kecil yang memulai usahanya sendiri.
“Ada beberapa franchise yang buka tiap 500 meter. Kalau kayak gitu kan jadi merugikan pedagang-pedagang kecil. Jadi ya pake hati aja bukanya,” ujar Rachmen.
Saat ditanya tentang alasannya tak menjadi pedagang waralaba daripada membuat usaha sendiri, ia menjawab bahwa bisnis tersebut harus punya modal tertentu sesuai kesepakatan. Sedangkan ia sendiri tak mau dan tak mempunyai modal yang terlalu besar untuk mengikuti bisnis waralaba.
Crispy Garage mungkin terlihat seperti usaha kuliner biasa di antara puluhan usaha kuliner sekitarnya. Namun, Rachmen tahu bahwa keunikkan bisa membuahkan hasil dan membuat perbedaan dari pedagang waralaba lainnya. Dari sanalah ia memutuskan untuk fokus pada satu hal, yaitu kulit ayam goreng tepung.
“Keunikkan Crispy Garage itu dari kulit ayamnya. Jarang kan ada orang yang jualan kulit ayam doang?” ujar Rachmen sembari tertawa dengan bangga.
Untuk sekarang, Crispy Garage memang sedang fokus dalam menjual kulit ayam saja. Tapi ke depannya tak menutup kemungkinan ia membuat makanan renyah lainnya yang berbeda dan lebih kreatif dari pedagang-pedagang waralaba.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #72: Irama Peluit Aji
CERITA ORANG BANDUNG #73: Ambu Rita Mengajarkan Ilmu dari Pinggiran Ciumbuleuit
CERITA ORANG BANDUNG #74: Hidayat Menyulam Warisan Desa Melalui Kedai Kopi Mekarwangi
Harapan untuk Masa Mendatang
Bagi Rachmen, Crispy Garage merupakan jembatan untuk impiannya di masa depan. Walaupun ia belum bisa menjadi seorang pengajar bahasa Jerman, ia tetap mempunyai impian yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu membuat yayasan pendidikan.
Ia ingin membuat yayasan yang menampung anak-anak yang kurang mampu agar bisa bersekolah. Impiannya yang mulia tersebut lahir dari pengalaman hidupnya yang kesulitan dalam membiayai dirinya sendiri untuk kuliah.
“Soalnya saya pas kuliah sambil kerja. Jadi saya gak pengin orang lain apa yang saya rasakan pas kuliah,” ujar Rachmen.
Untuk Crispy Garage sendiri, ia berharap bahwa usahanya dapat menjadi badan usaha yang tumbuh besar bukan hanya menguntungkan secara finansial, tapi juga membuat dampak positif bagi masyarakat.
Setiap hari, dari pagi sampai sore, ia berdiri di balik wajan menggoreng kulit ayam dengan penuh dedikasi. Setiap gigitan dari pelanggan merupakan bahan-bahan yang ia kumpulkan untuk meramu impian di masa depan.
Jam di gawai sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Kulit ayam goreng tepung dari Crispy Garage masih ada beberapa porsi yang belum terjual. Setelah bercerita, Rachmen kembali tunduk menyibukkan diri membuat adonan untuk dagangannya. Suasana menjadi hening lalu azan maghrib berkumandang.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Reihan Adilfhi Tafta Aunillah, atau artikel-artikel lain tentang Cerita Orang Bandung