• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #74: Hidayat Menyulam Warisan Desa Melalui Kedai Kopi Mekarwangi

CERITA ORANG BANDUNG #74: Hidayat Menyulam Warisan Desa Melalui Kedai Kopi Mekarwangi

Kedai kopi Mekarwangi lahir di masa transisi pandemi Covid-19. Produk-produk lokal asal desa di Garut menjadi kekhasan kedai di Jalan Martanegara, Bandung.

Kedai kopi Mekarwangi di Jalan Martanegara No. 3, Bandung, Selasa, 12 Agustus 2024. (Foto: Reihan Adilfhi Tafta Aunillah/BandungBergerak)

Penulis Reihan Adilfhi Tafta Aunillah 18 Agustus 2024


BandungBergerak.idHidayat (26 tahun), demikian perempuan muda pemilik kedai kopi terbut ingin dipanggil, bersama adik laki-lakinya asyik mengobrol dengan salah satu pengunjung. Ditemani rokok dan kopi di meja mereka, obrolan tersebut terasa sangat hangat di tengah dinginnya angin malam, Selasa, 12 Agustus 2024.

Jam di gawai menujukkan pukul 19.45 WIB. Di depan kedai kopi yang diberi nama Mekarwangi, bising knalpot kendaraan saling berlalu-lalang menyeret bayangannya sendiri. Seakan-akan saling mengejar satu sama lain. Tetapi Hidayat tetap fokus dengan obrolan bersama lawan bicaranya. Menolak untuk menghiraukan kesibukkan kendaraan-kendaraan itu.

Kedai kopi tersebut berlokasi di Jalan Martanegara No. 3, Bandung. Tepat diseberang gedung Dinas Ketenagarakerjaan.

Hidayat bercerita, kedai kopi miliknya akan berusia satu tahun di bulan Agustus ini. Tapi sebelum itu, pada tahun 2020 ia pernah membuka usaha warung makan mie instan atau yang biasa disebut Warmindo. Tak lama Warmindo tersebut tutup hingga akhirnya ia memilih bergelut di dunia bisnis kedai kopi.

“Dari sana, masuk ke 2021 PPKM, baru mulai buka (kedai kopi) Westpoole di Jl. Budi Luhur, Bandung. Cuma, karena satu dan lain hal akhirnya pecah terus buat ini (Mekarwangi),” ujar Hidayat.

PPKM adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat era Covid-19. Dalam kurun 2021 dan puncaknya 2022, seluruh perekonomian masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Banyak kedai maupun kafe yang tutup karena kebijakan karantina untuk mengurangi persebaran virus corona.

Suka Duka Jatuh Cinta dengan Kopi

Awalnya, Hidayat sama sekali tidak pernah berpikir akan membuat kedai kopi karena pada saat masih berkuliah ia hanya sekadar menggemari kopi saja. Benih-benih cinta pada kopi muncul seiring berjalannya waktu. Karena kecintaannya, ia pun akhirnya mulai menggali segala hal tentang kopi.   

Pada saat masih berkuliah, ia pernah bekerja paruh waktu sebagai barista dan mengungkapan bahwa banyak kedai kopi pada saat itu yang masih menggunakan konsep open bar di Bandung. Sehingga, akses untuk belajar tentang perkopian terasa lebih mudah.

Debat-debat di meja kedai kopi tentang dunia perkopian juga sangatlah lazim ditemukkan pada saat itu. Mulai dari debat tentang jenis kopi sampai cara pembuatannya. Dari sana pula Hidayat banyak belajar tentang kopi dan pernak-perniknya.

“Karena seiring berjalannya waktu, tak bisa menampik hal tersebut, jadinya sekarang mah orang kalau ke kedai (kopi) teh kalau nggak WFC, nyari WiFi, nongkrong atau reuni sama foto-foto,” ujar Hidayat.

Iklim kedai-kedai kopi di Bandung kemudian berubah. Kedai-kedai yang dulu berisi debat-debat tentang perkopian banyak tutup, jumlahnya kian jarang di Bandung. Akhirnya ia membuka usaha kedai kopi sendiri. Kedai kopi yang ia buka bersifat terbuka sebagai siapa pun ingin belajar membuat kopi.

Usaha yang dibuka Hidayat tentu menghadapi sejumlah kendala, terutama modal untuk mengembangkan kedai. Kendala lainnya ialah saingan dari kedai-kedai kopi yang mempunyai influencer-influencer tinggi serta kedai-kedai kopi rintisan.

Namun, Hidayat juga merasa senang dengan menjamurnya kedai kopi di Bandung saat ini. Karena untuk mendapat inspirasi rasa kopi dari kedai orang lain menjadi lebih mudah aksesnya. Akan tetapi, ia sangat menyayangkan beberapa kedai kopi sekarang yang hanya mementingkan penampilan dari baristanya daripada skill membuat kopinya itu sendiri.

“Sekarang teh sudah jarang ada perdebatan antara kedai dan kedai lagi untuk menemukan produk yang lebih baik,” keluh Hidayat.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #71 : Kisah Penjual Urap Jagung dari Cililin
CERITA ORANG BANDUNG #72: Irama Peluit Aji
CERITA ORANG BANDUNG #73: Ambu Rita Mengajarkan Ilmu dari Pinggiran Ciumbuleuit

Kedai kopi Mekarwangi di Jalan Martanegara No. 3, Bandung, Selasa, 12 Agustus 2024. (Foto: Reihan Adilfhi Tafta Aunillah/BandungBergerak)
Kedai kopi Mekarwangi di Jalan Martanegara No. 3, Bandung, Selasa, 12 Agustus 2024. (Foto: Reihan Adilfhi Tafta Aunillah/BandungBergerak)

Mekarwangi dan Keluarga

Alasan Hidayat memilih Mekarwangi sebagai nama dari kedainya ialah karena ada hubungannya dengan nama sebuah desa tempat Ayahnya dilahirkan. Mekarwangi merupakan nama salah satu desa di Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut.

Desa Mekarwangi terkenal dengan hasil taninya. Dari mulai cengkih sampai gula aren pun ada. Hidayat juga ingin membuat kedai kopinya berkonsep desa tersebut karena menurutnya segala hal berasal keluarga.

“Jadi urang memilih merintis kedai sama adik urang teh karena konsepnya pengin keluarga we gitu,” ujar Hidayat.

Hidayat juga berbicara bahwa setiap jenis minuman dari kopi ada masanya. Seperti ada masa-masa di mana kopi susu sedang naik daun hingga akhirnya semua orang meminum kopi susu.

Tapi, Hidayat selalu mengusahakan agar kedai kopi Mekarwangi tak sekadar mengikuti tren. Ia ingin apa yang ada di desa Mekarwangi dikembangkan dan dimaksimalkan menjadi produk di kedainya. Seperti menjadikan rempah-rempah hasil tani dari desa sebagai penambah cita rasa di kopi buatannya karena kopi dari setiap daerah mempunyai rasa yang berbeda.

“Salah satunya kayak rasa bandreklah, urang ingin rasa bandrek ada di rasa kopi,” ujar Hidayat.

Menurut Hidayat, banyak kedai kopi yang lebih bagus dari Mekarwangi di Bandung. Yang membedakan dari kedai lain adalah kekeluargannya. Semua yang ada di kedai kopinya, dari mulai konsep sampai bahan-bahan yang dipakai, benar-benar berasal dari keluarga.

Ia juga menekankan bahwa ia ingin memaksimalkan kualitas biji kopinya sendiri. Mengembangkan produk dari biji kopi sudah banyak dilakukan orang lain. Oleh karena itu, ia lebih ingin agar hasil tani dari desa Mekarwangi ia pergunakan dengan baik.

Hidayat mempunyai mimpi besar agar kedainya di masa depan mempunyai tempat yang merepresentasikan desa Mekarwangi. Mulai dari gunung-gunungnya yang tinggi, pohon-pohon albasia, cengkeh, aren, serta bar yang seperti rumah panggung dan lain sebagainya.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Reihan Adilfhi Tafta Aunillah, atau artikel-artikel lain tentang Kedai Kopi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//