• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #8: Berjumpa dengan Budi Schwarzkrone, Bintang Film Tiga Zaman

CATATAN DARI BUKU HARIAN #8: Berjumpa dengan Budi Schwarzkrone, Bintang Film Tiga Zaman

Budi Schwarzkrone memiliki hidup yang berwarna. Sosok multitalenta itu pernah menjadi pelukis, pemain film, kameramen, penulis skenario, sutradara, hingga pendakwah.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Budi Schwarzkrone. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

7 September 2024


BandungBergerak.id – Multitalenta, kata yang tepat untuk menggambarkan sosok aktor kawakan yang satu ini. Budi Schwarzkrone, artis lawas yang telah berkiprah pada industri penyiaran dan perfilman sejak tahun 1970-an hingga saat ini.

Pria blasteran asal Tasikmalaya ini, bahkan tak tanggung-tanggung pernah berkarier menjadi kameramen di beberapa stasiun TV asing. Semua profesi itu bisa dia geluti karena ada dorongan dari rekan sejawatnya di dunia perfilman yaitu Alam Surawidjaja, seorang sutradara film nasional.

Dengan gigih pria keturunan Arab, Jerman dan Sunda ini mengakui profesinya mulai dari bawah, hingga bisa membintangi beberapa peranan penting ketika itu.

Karier Budi Schwarzkrone di dunia hiburan kini berakhir akibat suatu penyakit yang dideritanya. Inilah awal mula dia mendekatkan diri kepada sang pencipta. Bahkan sempat menjadi santri di Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya.

Di usia senjanya, Budi Schwarzkrone giat membuat kaligrafi religi selain mengisi waktu senggangnya dengan melukis indah di media kanvas. Hati dan pikirannya selalu menyebut nama Allah dan Rasul-Nya. Khat yang paling sering dibuatnya yaitu kalimat thayibbah "Laillaha Illallah" serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Sosoknya begitu mudah dikenal, berperawakan tinggi besar, mirip seperti orang asing, berjanggut dan berewokan.

Penulis merasa bersyukur bisa bersahabat dan berteman dekat dengan tokoh yang sangat dikagumi dan disegani di dunia perfilman dan di layar televisi ini.

Budi Schwarzkrone, bersama jurnalis senior Adi Raksanagara dan penulis. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Budi Schwarzkrone, bersama jurnalis senior Adi Raksanagara dan penulis. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Suatu hari, beliau menghubungi dan men-japri via WhatsApp yang berbunyi , "Bilih hoyong tepang, sareng bade ngobrol lami mangga diantos di panginepan Jalan Tamblong, Kanghaji nuju di Bandung ayeuna." Suatu ajakan untuk bertemu dalam Bahasa Sunda.

Penulis pun tak melewatkan kesempatan baik itu, akhirnya  menyanggupi untuk menemui beliau. Kami pun bertemu di sebuah hotel yang berada di Jl. Tamblong, tepatnya di Jl. Kejaksaan sebelah sebuah restro, di mana beliau menginap.

Penulis sangat bersyukur dapat bertemu dan bersilaturahmi dengan Budi Schwarzkrone, seorang aktor senior, penulis skenario, dan sutradara yang juga memiliki bakat dalam seni lukis. Kami cukup akrab mengobrol saling berbagi kisah dan kenangan. Selanjutnya kami pun menonton sebuah pertunjukan teater di gedung kesenian YPK di Jl. Naripan, Bandung ditemani jurnalis senior Adi Raksanagara yang juga bersahabat karib dengannya.

Budi Schwarzkrone dikenal dengan kepribadian yang kalem dan santai. Lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 8 Oktober 1942 dan kini berusia 82 tahun. Buah pernikahannya dengan Ai Schwarzkrone, pasangan ini dikaruniai 5 orang anak dan 9 cucu. Cucu yang paling besar sudah menjadi seorang dosen di Boston University, Amerika Serikat dan cucu ke-9 baru lahir satu bulan yang lalu.

Beliau terlibat dalam berbagai film, termasuk “Air Mata Kekasih” (1971) bersama Suzanna, “Sunan Kalijaga,” “Syech Siti Jenar,” dan puluhan film lainnya. Budi Schwarzkrone juga menyutradarai film “Tante Sun” (1977) di mana lagu dari film ini cukup dikenal di kalangan pecinta musik tanah air.

Yang paling dikenang oleh penggemar film zaman dulu tentu saja adalah peran-perannya dalam film bergenre perang melawan Belanda, di mana beliau sering memerankan tokoh bule atau perwira tentara Belanda, cocok dengan paras dan posturnya yang tinggi besar, mirip orang asing.

Saat berada bersama beliau selama kurang lebih 5 jam, suasana terasa penuh keakraban. Kami berbincang-bincang ringan tentang berbagai hal, terutama dalam konteks dunia seni, film, dan perjalanan kariernya hingga situasi yang tengah terjadi saat ini.

Budi Schwarzkrone dalam beberapa perannya di film nasional.  (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Budi Schwarzkrone dalam beberapa perannya di film nasional. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #5: Diundang dan Dikunjungi Pimpinan Surat Kabar Pikiran Rakyat
CATATAN DARI BUKU HARIAN #6: Bertemu dengan Aboeprijadi Santoso, Jurnalis Senior dari Negeri Belanda
CATATAN DARI BUKU HARIAN #7: Milangkala Pikiran Rakyat ke-40, Bertemu Tokoh Pers dan Inohong Jawa Barat

Melukis Mengisi Masa Tua

Setelah mengabdikan diri dalam industri Film-TV production dan dunia jurnalistik selama hampir 60 tahun, Budi Schwarzkrone kini menjalani masa tua dengan melibatkan diri dalam dunia seni lukis.

Minatnya pada seni lukis dimulai ketika beliau masih menekuni dunia Film dan TV. Saat itu, beliau belajar sinematografi sebagai seorang kameramen di Aachen Kino Akademie di Aachen, Deutsch Bundes Republik (Jerman Barat) pada pertengahan tahun 60-an.

Budi Schwarzkrone tertarik pada pelajaran tata lampu yang dikenal sebagai “Rembrandt Light”. Pada saat itu, dengan bakat melukis yang dimilikinya, beliau berpikir mengapa tidak sekaligus menggali teknik melukis gaya Rembrandt selama belajar di Aachen. Dari situlah Budi kemudian menimba ilmu lukis di Van Eijk Schilderij Studie di kota Maastricht Limburg Negeri Belanda.

Pada era tahun 70 hingga 90-an ketika industri produksi Film-TV sedang booming, Budi ikut serta dalam perjalanan TVRI dan turut membantu pendirian stasiun TV swasta seperti RCTI, SCTV, dan TPI.

Budi sempat berkeliling ke berbagai negara dan berkerja di beberapa stasiun televisi luar negeri seperti CBS Camera 3 di New York, Amerika Serikat; lalu di Canadian 47 di Kanada; Nederland 1 serta Hilversum Music TV di Belanda; dan TVB di Hong Kong, lantaran ia memang lebih fokus pada bidang tersebut. Pada saat itu melukis dilakukannya hanya sebagai pengisi waktu senggang saja.

Keluarga Besar Budi Schwarzkrone. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Keluarga Besar Budi Schwarzkrone. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Namun, ketika usianya sudah mencapai puncak dan fisiknya tidak lagi memungkinkan untuk aktif dalam bidang Film-TV production, Budi sepenuhnya mengabdikan masa tuanya sebagai seorang pelukis dan penulis skenario.

Selain itu, keilmuan agama Budi Schwarzkrone yang mendalam didapat dari puluhan tahun menekuni studi agama dan mengaji di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya di bawah kepemimpinan Abah Anom.

Dalam setiap profesi yang ditekuninya, baik sebagai pelukis, pemain film, kameramen, penulis skenario, sutradara ataupun pendakwah semua disalurkan untuk mengagungkan ke-Esa-an Allah SWT.

Sebuah acara televisi yang cukup menginspirasi penonton yaitu "Manusia Nusantara" sebuah program majalah televisi  yang mengangkat hal-hal positif, kreatif, inovatif dan inspiratif mengangkat profil Budi Schwarzkrone sebagai salah seorang tokoh panutan.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Kin Sanubary dalam tautan berikut

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//