Kiri Hijau Kanan Merah, Merawat Ingatan 20 Tahun Pembunuhan Munir
Meski penuntasan kasus pembunuhan Munir jalan di tempat, tetapi Munir sendiri sudah menjadi gerakan sosial untuk menyuarakan ketidakadilan.
Penulis Emi La Palau10 September 2024
BandungBergerak.id - Tepat 7 September dua dekade lalu, Munir Said Thalib, aktivis pembela Hak Asasi Manusia dibunuh di udara. Lelaki kecil dengan nyali besar ini tewas dalam perjalanan ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan hukum. Selama 20 tahun, pengungkapan kasus pembunuh Munir membentur dinding kekuasaan.
Peringatan September Hitam yang diperingati masyarakat sipil prodemokrasi setiap tahunnya menandakan pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat pembunuhan Munir jauh dari kata tuntas. Tahun ini, salah satu rangkaian peringatan September Hitam digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung bekerja sama dengan Aksi Kamisan Bandung berupa nonton bareng dan diskusi film dokumenter “Kiri Hijau Kanan Merah” yang diproduksi oleh Watchdoc Documentary di Kedai Jante, Jalan Garut, Kota Bandung, Sabtu, 7 September 2024.
Direktur LBH Bandung Heri Purnomo mengungkapkan, kegiatan ini merupakan rangkaian pembuka dalam peringatan September Hitam. Pada bulan September, banyak kasus-kasus tragedi kemanusian pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum terungkap, termasuk pembunuhan Munir. Pemerintah tak memiliki keinginan untuk menuntaskannya.
Pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang September di Indonesia antara lain tragedi Tanjung Priok 12 September 1984, Pembunuhan Pendeta Yeremia 19 September 2020, Wafatnya Salim Kancil 26 September 2015, Tragedi Semanggi II 24-28 September 1999, Reformasi Dikorupsi 23-30 September 2019, dan Peristiwa 30 September 1965-1966.
Momen nobar dan diskusi ini bukan hanya untuk merawat ingat saja melainkan juga menggalang keberanian. Meski kasus Munir selama 20 tahun tidak bisa diselesaikan, tetapi sosok pria berkumis ini telah menginspirasi dan menjalarkan keberanian.
“Melalui momen September ini adalah ya September Hitam dan tentunya ini September untuk bisa melawan. Bagaimana kita menularkan bahwa negara hingga sekarang abai terhadap Hak Asasi Manusia,” ungkap Heri, ditemui BandungBergerak, usai nobar dan diskusi di Kedai Jante.
Lebih dari abai, kata Heri, negara justru menjadi aktor penting terhadap terjadinya pelanggaran HAM.
Bagaimana Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM ke Depan?
Heri justru pesimis terhadap penyelesaian kasus pembunuhan Munir Said Thalib ataupun kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan negara. Apalagi ke depan, Indonesia akan dipimpin salah satu aktor yang terduga melakukan pelanggaran HAM berat.
Hal itu berkaca dari beberapa kali pergantian tongkat kepemimpinan di Indonesia, sejak pascareformasi, era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kepemimpinan Joko Widodo, pelanggaran HAM berat masa lalu tak kunjung diselesaikan. Menurut Heri, tidak ada niat dari negara untuk menyelesaikan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Padahal Indonesia telah memiliki undang-undangan pengadilan HAM.
“Tetapi kalau etiket pemerintahnya itu tidak ada sedikit pun terhadap penyelesaian pelanggaran HAM, ya percuma. Mau sampai kapan pun, pergantian pemimpin, juga saya rasa saya pasti pesimis ke depannya,” ungkap Heri.
Kasus telah diselidiki tim pencari fakta (TPF) yang dibentuk di era kepemimpinan SBY. Lalu pada Januari 2023 Komnas HAM telah membentuk tim baru. Menurut Heri, upaya penuntasan kasus ini tetap jalan di tempat.
Penyelesaian pelanggaran HAM berat membutuhkan peran dan keinginan negara. Masalahnya, negara tidak pernah hadir untuk menyelesaikan.
“Karena kan TPF sendiri dari 2004 hingga sekarang juga itu yang masih diaktivasinya oleh kelompok masyarakat sipil. Gak ada peran negara. Padahal kalau secara konsep teori HAM itu sendiri kan sebenarnya membutuhkan negara dalam melakukan perlindungan ataupun pemenuhan,” terang Heri.
Baca Juga: Komnas HAM RI Didesak Tetapkan Kasus Pembunuhan Munir sebagai Pelanggaran HAM Berat
Munir sebagai Pembela Kaum Mustadhafin
Pemerintah Dinilai Abai Tuntaskan Kasus Pembunuhan Munir
Munir sebagai Gerakan Kebenaran
Sosok Munir Said Thalib digambarkan dalam film Hijau Kiri Kanan Merah sebagai sosok yang sederhana, tidak berprestasi, bahkan nilai sekolahnya rendah. Namun ia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Film tersebut juga menceritakan biografi seorang Munir dari kacamata orang-orang terdekatnya, dari para guru, teman sekolah, teman kuliah, dan para seniman seperti Iwan Fals hingga band Efek Rumah Kaca.
Fauzan, dari Aksi Kamisan Bandung menyampaikan, sebagai orang muda ia melihat sosok Munir sebagai inspirasi. Baginya Munir lebih dari seorang tokoh melainkan sebuah gerakan sosial yang terus menjalar.
“Mungkin dia (Munir) sudah tiada selama 20 tahun, dia sudah meninggal. Tapi kita bisa tetap merasakan bagaimana semangat dia untuk memperjuangkan nilai-nilai, mempertahankan nilai-nilai, dan juga memperjuangkan hak-hak untuk masyarakat yang tertindas. Itu masih bisa kita rasakan di hari ini,” kata Fauzan.
Heri Pramono menambahkan, untuk menjadi Munir kita tidak perlu menjadi aktivis. Munir adalah sosok sederhana yang tidak menonjol-nonjolkan profesinya.
“Menjadi Munir itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Menjadi Munir itu bisa dengan cara kita bersuara terhadap ketidakadilan. Menjadi Munir itu ketika kita punya keberpihakan terhadap si miskin,” katanya.
Berada di garda terdepan dengan barisan para buruh yang diupah murah pun bagian dari karakter Munir. Dalam sejarah, Munir adalah sosok yang juga memiliki jasa besar terhadap perburuhan. Munir pernah membuat rumusan upah yang sesuai dengan buruh di Jawa Timur pada masa Orde Baru.
Munir berjuang di era kepemimpinan diktator militer Suharto. Dibutuhkan nyali besar untuk berani bersuara di masa itu.
“Munir itu pernah bilang bahwa ketakutan menyebar begitu juga keberanian. Nah, keberanian ini yang mungkin kita bisa tularkan sekarang,” katanya.
Selama 20 tahun tahun ataupun 1.000 tahun lagi, selama itu pula ada orang menyuarakan kebenaran dan menolak ketidakadilan maka dia adalah Munir.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Emi La Palau, atau tulisan-tulisan lain tentang PEMBUNUHAN MUNIR