MAHASISWA BERSUARA: Strategi agar Terhindar dari Kejahatan Seksual di Kampus
Siapa pun bisa menjadi pelaku dan bisa menjadi korban kekerasan seksual.
Muiz Mahdi Fiqhiya
Mahasiswa Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Aktif di Women Studies Center UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
12 September 2024
BandungBergerak.id – Sebuah peringatan bahaya predator kekerasan seksual sepertinya menjadi penting untuk mahasiswa baru. Bukan menjadi hal yang aneh lagi bahkan menjadi sesuatu yang sering terjadi berbagai bentuk kekerasan seksual dalam bentuk verbal, fisik, psikologis, ekonomi sering menyerang mahasiswa dalam kategori gender apa pun. Siapa pun dapat menjadi korban dengan fenomena yang bermacam-macam, seperti ajakan-ajakan bernada seksis yang dilakukan oleh dosen atau kating (kakak tingkat), manipulasi ekonomis yang menyebabkan kamu dirugikan secara materi, teror revenge porn di media sosial, hingga terjebak dalam dating violence (kekerasan dalam pacaran).
Lebih menakutkannya lagi siapa pun bisa menjadi pelaku dan bisa menjadi korban. Alasannya adalah banyak kasus kekerasan seksual tidak ditangani secara institusional alias dengan lembaga yang secara khusus sehingga kebanyakan pelaku justru dihakimi secara sosial alias “main hakim sendiri” yang justru bukannya menyelesaikan masalah malah membuat masalah baru.
Perlindungan korban juga jadi salah satu masalah. Kebanyakan korban terjebak dalam relasi atau toxic relationship sehingga mereka terkadang tidak sadar bahwa mereka telah menjadi korban. Dan tentunya masih banyak lagi fenomena kejahatan seksual di kampus.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Pemerintah Perlu Meninjau Efektivitas Whoosh
MAHASISWA BERSUARA: Kritik dalam Lagu Coklat Karya Pure Saturday
MAHASISWA BERSUARA: Pendidikan untuk Siapa?
Konsep Gender
Oke sebagai bekal untuk kalian (khususnya para mahasiswa baru) untuk bisa terhindar dari berbagai macam kejahatan seksual di kampus, dalam tulisan ini kita akan belajar bagaimana memahami konsep gender dan strategi untuk terhindar dari kejahatan seksual. Sebagai permulaan dan yang paling mendasar adalah pemahaman kita untuk memahami tiga kata kunci ini “seks”, “gender”, dan “hasrat”.
Pertama adalah “seks”, sederhananya pengetahuan terkait “seks” adalah bagaimana kita memahami tubuh kita sendiri dimulai dari anatomi tubuh kita sendiri hingga reaksi kimiawi yang terjadi di dalamnya. Secara tubuh, manusia dibedakan menjadi tiga jenis yaitu laki-laki, perempuan, dan interseks. Ciri uniknya laki-laki ditandai dengan ‘penis’, perempuan dengan ‘vagina’, dan interseks dengan ‘penis’ dan ‘vagina’. Namun tidak sesederhana itu sebenarnya, ada reaksi-reaksi kimiawi yang membedakan seperti DNA juga ada beberapa reaksi hormon seperti endorphine, serotonin, dan reaksi syaraf yang membentuk titik-titik rangsangan. Dan menjadi penting bagi kita untuk memahami itu sebagai dasar pengetahuan seksual.
Kedua adalah “gender”, nah untuk yang satu ini memang agak rumit tapi aku coba sederhanakan. Gender itu adalah konstruksi sosial alias pandangan umum masyarakat dalam memahami “seks”. Pandangan umum ini jangan kita terima dahulu sebagai kebenaran karena konstruk sosial itu dibentuk oleh institusi kekuasaan seperti agama, adat, hingga pemerintah. Nah gender sebagai konstruk sosial itu memiliki dua jenis yaitu “feminin” alias bagaimana masyarakat memandang perempuan, dan “maskulin” alias bagaimana masyarakat memandang laki-laki. Namun sayangnya masyarakat melihat laki-laki sebagai pemegang kuasa atas perempuan yang selanjutnya kita kenal dengan “Patriarki” yang menjadi budaya dominan yang terjadi sekarang. Dari konstruksi-konstruksi budaya inilah sebenarnya kejahatan-kejahatan seksual itu terjadi karena otoritas kuasa laki-laki atas perempuan yang terbentuk.
Ketiga adalah “hasrat”, sebenarnya ini akan berkaitan erat dengan seks juga gender. Hasrat yang dimaksud di sini adalah hasrat seksual tentunya yang terjadi sebagai reaksi kimiawi dalam otak dengan tujuan untuk reproduksi manusia dalam kata lain untuk melanjutkan keturunan. Namun terkadang memang hasrat seksual ini beralih tujuannya menjadi pemuas kesenangan belaka daripada ditujukan untuk melanjutkan keturunan. Peralihan ini terjadi karena kita tidak lagi memandang hasrat sebagai “seks” yang bersifat “bebas nilai” (tidak terikat konstruksi sosial seperti matematika) dan justru memandangnya sebagai “gender” yang “terikat nilai” (terkonstruksi oleh agama, adat, dan budaya seperti bahasa atau seni). Sehingga hasrat seksual menjadi hal yang bisa kita sifati dengan ‘negatif’ atau “positif”. Jika hasrat seksual ini diolah menjadi kejahatan seksual maka tentunya menjadi negatif karena merugikan orang lain selain diri kita atau justru kita yang dirugikan oleh orang lain. Namun jika hasrat seksual ini diolah menjadi rasa cinta dan kasih sayang maka nilainya menjadi “positif” karena didasari atas dasar “konsesus” atau persetujuan dari kedua belah pihak yaitu kita dan orang lain.
Konsensus atau persetujuan inilah yang menjadi strategi dasar untuk terhindar dari kejahatan seksual. Namun tentunya bukan hanya konsesus saja, masih banyak lagi strategi dasar yang bisa kamu lakukan untuk membentengi diri dari predator-predator seksual juga tentunya supaya kamu tidak menjadi predator seksual.
Strategi Anti Kejahatan Seksual
Berikut strategi-strategi dasar anti kejahatan seksual.
- Pecayalah bahwa semua orang termasuk dirimu berpotensi “Jahat”. Bukan dengan maksud untuk membuatmu jadi paranoid tapi kecurigaan dan kewaspadaan memang penting. Hati-hati dengan orang yang kamu anggap baik, terkadang beberapa pelaku melakukan manipulasi untuk membuatmu jatuh menjadi korbannya. Mereka bahkan bisa membuatmu menjadi seakan-akan pelaku dan mereka adalah korban. Sehingga kecurigaan yang dibekali dengan pengetahuan tentunya bisa membuatmu terhindar dari segala macam bahaya kejahatan seksual. Juga termasuk dirimu, berikanlah batasan-batasan moral untuk membuatmu tidak menjadi pelaku. Juga perbanyaklah membaca entah itu fiksi atau non-fiksi, khususnya yang memberikan pengetahuan seksual.
- Fahami bentuk-bentuk kejahatan seksual. Ada empat jenis kejahatan seksual yaitu verbal, fisik, psikologis, dan ekonomi. Kejahatan seksual berbasis verbal itu seperti cat calling, flirting, dan lain sebagainya. Pelecehan verbal semacam ini memang masih bisa kamu lawan dengan menegur mereka atau bahkan menceramahi mereka jika kamu memang punya keberanian tinggi, namun jika kamu takut maka kamu cukup untuk meninggalkan mereka dan tandai mereka dalam daftar hitammu karena mereka cukup berpotensi untuk melakukan bentuk kejahatan seksual lainnya. Selanjutnya adalah kejahatan seksual berbasis fisik termasuk di dalamnya pemerkosaan, sentuhan di bagian tubuh atau organ reproduksi tanpa konsen, atau kekerasan fisik seperti pemukulan, dan sebagainya. Kekerasan seksual seperti ini sebenarnya sudah menjadi bentuk kejahatan seksual yang paling parah sehingga ketika kamu mengalaminya segera hubungi teman, keluarga, atau orang yang kamu percaya dan langsung hubungi lembaga khusus penanganan kekerasan seksual. Yang ketiga adalah kekerasan seksual berbasis psikologis, bentuknya seperti ancaman penyebaran konten seksual, ancaman pencemaran nama baik, dan lain sebagainya. Terakhir adalah bentuk kejahatan seksual berbasis eknomis seperti pemerasan dan sebagainya. Semua bentuk kejahatan seksual di atas bisa kamu laporkan tentunya.
- Pahamilah konsensus untuk menjalin sebuah hubungan. Konsensus adalah persetujuan antar kedua belah pihak. Contohnya seperti pacaran artinya kedua belah pihak sepakat untuk saling menyayangi satu sama lain atau pernikahan yang artinya kesepakatan untuk memiliki anak atau berkeluarga. Dalam konteks hubungan, konsensus menjadi dasar dan batasan-batas yang mesti dihormati oleh kedua belah pihak. Seperti misalnya jika kalian ingin melakukan hubungan seksual maka kedua belah pihak mesti sepakat dan tahu akan risikonya jika tidak terjadi kesepakatan maka tinggalkan atau malah terjadi pemaksaan maka itu sudah masuk ke dalam kejahatan seksual. Bukan hanya dalam hubungan seksual, aktivitas lainnya seperti mencium, memeluk, atau semacamnya mesti dilakukan atas dasar konsensus. Lalu bagaimana cara melakukan konsensus? Yang pertama dan menjadi sangat penting kalian harus memiliki konteks hubungan seperti pacaran atau pernikahan. Saya pribadi tidak menyarankan konteks hubungan lainnya karena sangat kabur dan rawan seperti hubungan tanpa status (HTS). Setelah memiliki konteks hubungan maka jika kalian ingin melakukan aktivitas seksual maka buatlah konsensus (kesepakatan) yang di dalamnya memuat batasan-batasan misalnya mencium boleh tapi memeluk jangan. Konsensus itu mesti dilakukan secara verbal, hindari kesepakatan yang dilakukan menggunakan bahasa tubuh karena itu sangat kabur dan ambigu malah itu bukan kesepakatan (konsensus). Konsensus juga harus dilakukan dengan sadar, tidak boleh dalam pengaruh minuman keras atau semacamnya. Setelah konsensus dilakukan maka cobalah untuk disiplin dalam konsensus itu dan jangan melebihi batas.
Tiga strategi di atas adalah strategi dasar yang bisa kamu terapkan sebagai prinsip. Ingatlah kamu mesti waspada atas segala kejahatan seksual yang mungkin terjadi. Jadilah mahasiswa senantiasa waspada atas segala kejahatan yang ada di sekitarmu.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara