• Narasi
  • Belajar Menikmati Hidup dari Hirayama di Film Perfect Days

Belajar Menikmati Hidup dari Hirayama di Film Perfect Days

Karakter Hirayama dalam Film Perfect Days adalah slow living itu sendiri. Slow living adalah antitesis dari kehidupan modern yang serba cepat dan buru-buru.

Ali Azhar

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Bandung. Gemar baca dan beli buku, menulis dan nonton film, serta mendengarkan musik.

Tangkapan layar trailer film Perfect Days karya sutradara Wim Wenders. (Sumber: Youtube Rotten Tomatoes Indie)

15 September 2024


BandungBergerak.id – Beberapa hari yang lalu saya baru saja menyelesaikan sebuah film, yang berjudul Perfect Days. Film ini disutradarai oleh Wim Wneders yang merupakan sutradara langganan penghargaan, bahkan film Paris, Texas juga cukup membuat saya terkesan. Film ini juga memperkenalkan saya dengan aktor Jepang bernama Koji Yakusho yang di film ini ia menjadi tokoh utama bernama: Hirayama.

Film ini berlatar tempat di Jepang. Mengisahkan keseharian Hirayama sebagai seorang pembersih toilet yang menjalani aktivitas sehari-harinya dengan monoton tetapi tidak membuatnya bosan. Hirayama merupakan pria paruh baya yang tinggal sendiri di sebuah rumah kecil dan sederhana. Sepanjang cerita Hirayama akan dihadapkan dengan konflik sehari-hari yang sederhana namun cukup kompleks. Jadi, bisa dibilang film ini hanya menunjukkan keseharian dari Hirayama.

Tapi, entah bagaimana, film itu berhasil menghipnotis saya. Film yang berdurasi dua jam lima menit itu mampu membuat saya terkesan. Saat selesai menonton film ini, yang terlintas di dalam pikiran saya hanya satu: bagaimana caranya hidup seperti Hirayama. Saya teringat, cara hidup Hirayama adalah apa yang disebut sebagai gaya hidup slow living.

Baca Juga: Mencegah Kekerasan Seksual dengan Film
Mengkriminalkan Tim Film dan Narasumber Dirty Vote, Membungkam Masyarakat Kritis
Menyoal Absennya Perlindungan Negara pada Perempuan Pekerja sekaligus Ibu Tunggal, Potret Perempuan dalam Film Mai

Apa itu Slow Living?

Secara sederhana, slow living adalah konsep pola pikir milik seseorang yang menerapkan gaya hidup yang lebih bermakna, dengan cara menyesuaikan pada apa yang dianggap paling berharga. Orang-orang yang menerapkan ini hidupnya akan lebih santai dan berjalan lebih lambat dibandingkan dengan orang-orang di sekitarnya.

Kehidupan modern membuat banyak orang bergerak lebih cepat, lebih ambisius dan terburu-buru. Sehingga membuat mereka mengabaikan hal-hal berharga yang ada di sekitarnya. Waktu yang terasa berjalan cepat, karena tidak disadari, membuat diri mereka melupakan apa yang seharusnya lebih mereka perhatikan. Bahkan tidak jarang hal itu berujung penyesalan.

Slow living adalah antitesis dari kehidupan modern yang serba cepat dan buru-buru. Gaya hidup ini memberi kita waktu untuk duduk sebentar dan memikirkan apa yang kita mau. Menemukan apa yang bermakna dan berharga dalam hidup kita. Berjalan lebih lambat agar bisa lebih memperhatikan sekitar bukanlah tindakan yang salah.

Slow Living di Film Perfect Days.

Dalam Film Perfect Days, karakter Hirayama adalah slow living itu sendiri. Di tengah kehidupan orang jepang yang buru-buru dan serba cepat, Hirayama berhenti sejenak dan mundur satu langkah untuk bisa mencari makna dan hal yang berharga dalam hidupnya. Berikut cara Hirayama menjalani hidup slow living.

  • Pola pikir yang tepat.

Yang cukup populer dalam film ini ialah saat Hirayama memberikan nasihat kepada keponakannya tentang hidup. Hirayama berkata: “Next time is next time, now is now,” prinsip inilah yang dipegang oleh Hirayama.

Kalimat itu tentu akan menimbulkan banyak tafsir, namun bagi saya sendiri kalimat itu bermakna untuk tidak terburu-buru. Besok tetaplah hari esok, dan sampai kapan pun hari esok akan tetap menjadi misteri. Hari ini tetaplah hari ini, daripada memikirkan hari esok yang masih tertutup tabir tanpa celah lebih baik menghargai hari ini dengan menjalaninya dengan penuh arti.

Begitulah cara Hirayama membentuk pola pikirnya yang berpengaruh pada kesehariannya. Ia tidak berusaha membuka tabir hari esok dengan terburu-buru, ia lebih memilih menjalani hari ini dengan sungguh-sungguh dan membiarkan hari esok menemukan dirinya dalam keadaan apa pun.

  • Tidak Gengsi.

Hirayama adalah seorang pria paruh baya yang bekerja sebagai seorang pembersih toilet umum. Ia akan berpindah dari satu toilet umum ke toilet umum lainnya untuk membersihkan setiap ruang toilet dan memastikan semua bersih dan wangi.

Tidak ada rasa gengsi yang terlintas dalam pikiran Hirayama. Ia menjalani pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Bahkan ia sangat teliti saat melakukan pekerjaannya. Dengan tidak ada rasa gengsi, Hirayama merasa tidak perlu untuk menunjukkan apa pun pada orang lain.

Terkadang rasa gengsi yang berlebihan akan menyiksa seseorang. Dan biasanya, gengsi itu muncul dari pekerjaan. Tidak ada yang mau bekerja sebagai pembersih toilet. Dalam pikiran banyak orang: jika ada hierarki pekerjaan, pembersih toilet mungkin berada di bawah hierarki.

Sifat itulah yang harus dihilangkan. Dalam pola hidup slow living, pekerjaan hanya aktivitas biasa seperti aktivitas lainnya. Intinya bukan pekerjaan, tapi apa yang kita anggap bermakna dan berharga dalam hidup ini. Sehingga kita tidak perlu memaksa diri kita untuk menjadi apa.

  • Menghargai setiap momen.

Di dalam film, Hirayama punya tiga hobi: membaca, mendengarkan musik dan memotret daun pohon. Saya rasa, ketiga hobi itu adalah cara Hirayama menghargai setiap momen yang terjadi dalam hidupnya.

Dilihat dari rak bukunya yang besar dan dipenuhi banyak buku, penonton langsung paham betapa besar minat Hirayama pada buku. Biasanya Hirayama akan membaca buku saat ia akan tidur dan bagi saya itu adalah momen berharga yang sudah ia bangun sejak lama. Yang entah bagaimana Hirayama merasa perlu untuk membaca buku sebelum tidur karena itu cara dia menghargai malam sebelum tidur.

Begitu pula dengan musik. Koleksi Hirayama banyak dan terdiri dari musik Rock Klasik hingga Pop, dari The Rolling Stones sampai Patti Smith. Musik sudah menjadi bagian penting dari rutinitas paginya. Dan itu adalah cara Hirayama menghargai pagi harinya. Mood yang baik di pagi hari menjadi kunci kegiatan satu hari penuh yang baik bagi Hirayama.

Saat istirahat makan siang, Hirayama punya kebiasaan memotret daun pohon yang rimbun. Ia merasa tenang dan bahagia saat setiap kali memotret daun pohon. ia terus melakukan hal ini, berbagai macam pohon dan berbagai macam sudut memotret sudah ia lakukan. Dengan begitu, istirahat makan siangnya selalu berarti baginya.

Menerapkan Slow Living ala Hirayama di Indonesia.

Kembali lagi pada keinginan saya di awal. Saya ingin hidup seperti di Hirayama, hidup monoton yang sederhana namun penuh arti dan makna. Tetapi, mengingat saya tinggal di Indonesia harapan saya langsung buyar.

Saya langsung paham betapa sulitnya hidup seperti Hirayama di Indonesia. Mungkin dilakukan tapi agak sulit. Orang Indonesia masih suka gengsi, ikut tren, dengerin omongan menyakitkan dari orang lain, takut dibandingkan sama anak tetangga yang udah sukses dan yang paling penting finansial. Semua faktor ini menyulitkan hidup seperti Hirayama

Harus dipahami Hirayama tinggal di Jepang dan dia tidak menikah. Ia sebatang kara, menjalani hari-harinya dengan sendiri tanpa ada pasangan yang menemani. Sehingga uang bukan masalah, dan kehidupan seperti itu bukan masalah di jepang. Kalau di Indonesia umur paruh baya belum menikah disangka kena guna-guna dan langsung jadi berita hangat tetangga.

Tetapi, sekali lagi, slow living seperti ini “mungkin” dilakukan di Indonesia walaupun agak sulit. Perlu kesabaran dan tutup telinga rapat-rapat dari omongan orang. Butuh kondisi finansial yang stabil dan lain sebagainya.

Di akhir film sang sutradara menutup dengan satu kata dari Bahasa Jepang, yaitu Komorebi. Komorebi adalah kata dalam Bahasa Jepang untuk kilauan cahaya dan bayangan yang tercipta dari dedaunan yang bergoyang tertiup angin. Itu hanya ada sekali, pada saat itu.

Dari kata itu, secara tersirat sutradara ingin menyampaikan bahwa hidup ini dipenuhi dengan momen yang berharga, yang hanya akan terjadi satu kali, pada saat itu. Sehingga, sudah seharusnya kita menghargai setiap momen itu. Cara Hirayama yang slow living membuatnya bisa duduk dan berhenti sejenak untuk melihat setiap momen itu, dan ia berhasil melakukannya.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang film

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//