• Opini
  • Mencegah Kekerasan Seksual dengan Film

Mencegah Kekerasan Seksual dengan Film

Pandangan tabu pada kekerasan seksual di masyarakat turut menghalangi pencegahan kasus. Film bisa mengikis pandangan tradisional ini sekaligus mencegah kasus baru.

Nadya Abigail Napitupulu

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Cuplikan film 27 Steps of May. Sang sutradara, Ravi Bharwani, mengatakan filmnya ini tentang perempuan-perempuan yang jauh lebih kuat secara emosi daripada laki-laki. (Sumber: Youtube 27 Steps of May)

7 Januari 2022


BandungBergerak.idSistem demokrasi yang berlaku di Indonesia menjamin kebebasan berpendapat bagi semua warganya. Namun beberapa topik masih dianggap tabu untuk dibicarakan, salah satunya mengenai kekerasan seksual. Masih banyak kelompok masyarakat yang berpendapat bahwa kekerasan seksual merupakan hal yang sifatnya sangat pribadi dan merupakan aib yang sebaiknya tidak diketahui oleh orang lain, apalagi dibicarakan secara terbuka mengingat dampak yang ditimbulkan sangat merugikan korban.

Meminjam definisi oleh World Health Organization (WHO), kekerasan seksual adalah segala bentuk upaya tindakan seksual yang bertujuan untuk memperoleh tindak seksual dari seseorang tanpa memandang status maupun hubungan antara pelaku dan korban. Kasus kekerasan seksual di Indonesia sendiri cenderung mengalami kenaikan, terutama yang terjadi pada anak dan perempuan.

Menurut Kementerian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), kekerasan seksual pada anak dalam tahun 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, sementara pada tahun 2020 terjadi sebanyak 11.279 kasus. Kemudian tahun 2021, terdapat 12.566 kasus. Di sisi lain, kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan mencapai jumlah 8.800 kasus pada tahun 2019, dan mengalami penurunan di angka 8.600 kasus pada tahun 2020.

Banyak faktor yang mungkin mempengaruhi peningkatan angka kekerasan seksual di Indonesia, salah satunya adalah kurangnya wawasan terhadap kekerasan seksual dan masih kuatnya keyakinan masyarakat akan nilai-nilai tradisional dalam melihat seksualitas termasuk kejahatan seksual sebagai hal yang tabu.

Sementara dari sisi dampak, kejahatan seksual sangat mempengaruhi kehidupan korban pascakejadian. Tidak hanya menyerang sisi psikologis, bahkan dalam kehidupan sosial para korban kasus kekerasan seksual pun menjadi bahan gunjingan dan bahkan sering dianggap sebagai pihak yang bersalah.

Baca Juga: Data Pelaku Kekerasan Seksual di Indonesia dalam Ranah Komunitas 2020, Kasus yang Terlaporkan Banyak Dilakukan oleh Teman Korban
Data Kekerasan terhadap Anak di Kota Bandung 2020, Terbanyak Berupa Kekerasan Psikis
Mengapa Kasus Kejahatan Seksual Penting Diketahui Pubik?

Mencegah Kekerasan Seksual dengan Film

Sebagai agen perubahan, generasi muda dapat turut mengambil peran dalam meningkatkan pemahaman dan cara pandang masyarakat mengenai kekerasan seksual. Hal ini dapat dilakukan secara optimal lewat kreativitas yang mereka miliki. Salah satu cara kreatif dalam mengedukasi masyarakat dapat dilakukan melalui film.

Sebagai media pembelajaran yang efektif, film menjadi opsi yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah sosial yang ada di lingkungan sekitar. Peran film dalam menghibur sekaligus memberikan edukasi berhasil memenangkan hati masyarakat mulai dari kelompok anak-anak hingga dewasa.

Menurut survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), terdapat setidaknya 67 persen pemuda Indonesia yang menonton film nasional dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Hal ini menunjukkan antusiasme masyarakat terhadap industri perfilman tergolong tinggi. Di satu sisi, para produser dan penulis naskah diberikan kebebasan dalam menentukan esensi dan pesan moral yang akan disajikan. Hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan bagi pelaku industri perfilman untuk menggunakan karya yang mereka buat sebagai wadah dalam memberikan dampak yang baik.

Sebagi contoh, sutradara Ravi Bharwani dan penulis naskah Rayya Makarim memproduksi film 27 Steps of May. Film yang berhasil memenangkan Festival Film Indonesia tahun 2019 ini mengangkat sudut pandang seorang korban kekerasan seksual dan hidup yang akan dijalaninya. Tidak mudah bagi korban kekerasan seksual untuk melihat warna warni kehidupan seperti sedia kala. Itulah mengapa film ini memiliki makna yang mendalam bagi mereka yang berjuang dan merasakan hal yang sama seperti yang dialami oleh tokoh pemeran dalam film tersebut.

Contoh film lain yang diadaptasi dari pilunya perjuangan kekerasan seksual adalah Pasir Berbisik. Melalui kedua film tersebut, masyarakat diajak menyadari terhadap dunia gelap yang dihuni oleh para korban pelecehan dan kekerasan seksual. Sudut pandang baru kini muncul dan mengikis persepsi negatif terhadap korban-korban tersebut. Film-film ini pun seakan berbicara kepada korban kekerasan yang merasa terkucilkan oleh masyarakat, bahwa mereka tidak sendiri.

Pandangan Tradisional

Proses pemulihan korban kekerasan semakin sulit dan memerlukan waktu yang panjang akibat adanya dorongan dari masyarakat tradisional yang ikut memberikan pendapat yang memperberat beban korban kekerasan seksual. Kelompok masyarakat ini berniat untuk mempertahankan nilai-nilai moral yang telah dipegang teguh secara turun temurun dan mencegah pudarnya adat yang diajarkan oleh nenek moyang terdahulu. Namun seiring dengan perubahan cara pandang masyarakat yang terutama banyak dipengaruhi oleh pendidikan, penerapan nilai moral ini mengalami pergeseran.

Menurut data dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS), sebanyak 57,3 persen korban kekerasan tidak melaporkan kasus yang mereka alami, dan terdapat 33 persen di antaranya merasa takut terhadap komentar dari orang lain yang dapat mengganggu kehidupan mereka baik secara fisik maupun mental. Sikap acuh masyarakat terhadap isu sosial ini pun menambah beban bagi para korban untuk menceritakan kekerasan yang dialaminya.

Dengan memanfaatkan platform yang ada, generasi muda Indonesia berupaya untuk ikut mengambil peran dalam mencegah peningkatan kasus kekerasan seksual yang lebih banyak dialami oleh kelompok usia muda. Seperti yang telah diuraikan di paragraf awal, salah satu langkah yang efektif untuk membantu pencegahan kasus kekerasan menurut pengamatan adalah dengan mendukung industri kreatif seperti produksi film yang mengadaptasi perjuangan korban kekerasan.

Generasi muda memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan suatu perubahan sosial, dan apabila peran ini dimanfaatkan dengan baik maka masyarakat akan mendapat perspektif baru yang memberi dukungan bagi korban kasus kekerasan seksual. Media film memberikan kesempatan yang luas bagi generasi muda untuk secara kreatif mengubah sudut pandang masyarakat terhadap isu kekerasan seksual. Pesan yang ingin disampaikan lewat film dapat dikemas dengan cara yang menghibur sekaligus meng-edukasi penonton. Sehingga tanpa disadari masyarakat yang menonton dapat memperoleh cara pandang baru terhadap kekerasan seksual.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//