• Liputan Khusus
  • BANDUNG TIDAK LAGI BERKABUT: Hareudang Menjalar antara Gang Kecil di Ciumbuleuit dan Punclut

BANDUNG TIDAK LAGI BERKABUT: Hareudang Menjalar antara Gang Kecil di Ciumbuleuit dan Punclut

Ciumbuleuit dan Punclut merupakan dataran tinggi di cekungan Bandung. Dulu orang menggigil kedinginan, sekarang kepanasan.

Temperatur udara Kota Bandung mencapai 31 derajat celsius pada siang hari, Rabu, 28 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Reyner Thaddeus Purwanto. 19 September 2024


BandungBergerak.idMenyusuri gang sempit Bukit Sastra Ciumbuleuit, Bandung sambil membawa sekaleng cat tembok dan kuas, Asep (58 tahun), seorang pemilik kos, baru saja selesai mengecat ulang salah satu tembok ruangan di kamar kosan. Sambil menyeka keringat di bawah terik matahari pagi yang menyelinap di antara gedung-gedung sekitar gang, ia mengundang BandungBergerak masuk ke ruang tamu rumahnya. Bukan ruangan dan gedung rumah yang besar, tetapi cukup untuk menampung sekitar 5-6 penghuni.

Asep mempersilakan duduk di tengah-tengah ruangan, selagi ia mencuci kaki, lalu membuka pintu dan jendela untuk akses ventilasi kepulan asap rokok sekaligus untuk mengusir kepengapan yang hinggap. Setelah mengelap kaki dan menyalakan rokok, Asep semangat menanggapi isu suhu di Kota Bandung yang semakin berjalannya waktu terus memanas.

Ia mengingat-ngingat kembali saat masih bersekolah di daerah Cihampelas pada dekade 80-an, penggunaan jaket adalah hal yang umum dan pasti digunakan oleh masyarakat, bahkan di siang bolong.

“Waduh kalau gak pake jaket. Itu jamnya saya berangkat jam 12 gitu, pake jaket. Kalau gak pake jaket, dingin. Sekarang mah wuh, ngapain," cerita Asep.

Perubahan suhu tersebut turut merubah gaya hidup. Dari yang sebelumnya selalu menggunakan kaos kaki dan perlengkapan penghangat lainnya pada saat tidur, kini Asep hanya menggunakan selimut jika malam terasa dingin.

Begitu pula untuk urusan mandi. Jika sebelumnya Asep menghindari mandi malam atau pagi, yang mengharuskan memasak air panas terlebih dahulu, kini ia lebih leluasa dalam memilih waktu mandi. Ekstremitas dingin dirasa sudah lebih dapat ditoleransi dari tahun-tahun sebelumnya.

Panas Semakin Menyengat

Sambil mengibas-ngibaskan seragamnya, Iyan (54 tahun) seorang satpam, mengamini sentimen tentang memanasnya Kota Bandung. “Kadang-kadang Pak Iyan ini (seragam rangkap) karena tugas, pengin dibuka aja,” ucapnya.

Jika dibandingkan dengan 5-10 tahun lalu, kondisi panas di Kota Bandung sudah jauh berbeda, terlebih pada siang hari. Ketika ditanyakan apakah perbedaan signifikan terasa pada suhu di Kota Bandung, Iyan menjawab, “Weuh bukan terasa lagi, memang panas. Bukan terasa lagi, memang panas banget.”

Iyan tidak memungkiri bahwa suhu di Bandung memang memanas dari tahun ke tahunnya. Namun dalam beberapa waktu belakangan ini intensitas panas sudah sampai di tingkat yang dirasa parah.

Menurutnya, penyebab Bandung hareudang tidak lain karena kondisi ruang terbuka hijau yang berkurang drastis bila disandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, apalagi pada dekade 80-90an. Iyan menyebutkan satu demi satu daerah-daerah dingin di Bandung seperti Ciumbuleuit, Dago, Setiabudi, dan Sukajadi yang memiliki kesamaan pola, yaitu masih rindangnya pepohonan, semakin terkikis.

Pengalaman Iyan sebagai pengawas lapangan di beberapa proyek pembangunan di Bandung juga memberikan kesimpulan yang sama. Sebagai contohnya ketika ia bertugas di Bojongsoang, meskipun jarak antara Bojongsoang dengan Ciumbuleuit tidak jauh, namun perbedaan panas sangat terasa akibat ketiadaan pepohonan yang menyergap sinar matahari.

Pengalaman yang sama juga mendorong Iyan untuk menaruh “dosa” pemanasan suhu Kota Bandung pada pesatnya pertumbuhan dan pembangunan gedung-gedung serta permukiman  yang menggantikan ruang-ruang hijau tradisional.

Di rumah Iyan sejak kecil di daerah Cipaku, depan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), kondisinya juga serupa. “Dulu jalan UPI pun masih kecil, pohon masih banyak tinggi-tinggi. Sekarang udah…,” ucapnya.

Perasaan yang sama juga diutarakan Asep saat melihat daerah sekitar rumahnya di Gang Bukit Sastra. Dulu pada saat pembangunan, ruangan hijau masih tersedia dengan luas. Rumah-rumah memiliki pekarangan yang diisi dengan tanaman dan bunga-bunga, sedangkan sekarang: “ini rumah udah banyak kebangun. Jadi ini gencet-gencet gitu, dempet-dempet”.

Siang yang terik sekarang, menghambat aktivitas Asep. Dia mengatakan, “saya kalau belanja ke situ (Pasar Baru) mesti gak berani, mesti pagi-pagi. Wuduh panasnya jam 12 teh, jam 11, jam 10 wuh”.

Ciumbuleuit merupakan kelurahan yang masuk wilayah Kecamatan Cidadap. Kecamatan di Bandung utara ini dihuni 61.916 jiwa pada tahun 2019. Jumlah penduduk Cidadap meningkat menjadi 62.301 jiwa pada tahun 2020 (BPS Kota Bandung).

Baca Juga: BANDUNG TIDAK LAGI BERKABUT: Laris Manis Es Teh Gegerkalong Menandakan Bandung Semakin Panas
BANDUNG TIDAK LAGI BERKABUT: Pengemudi Ojol Menembus Panas Jalanan, Malam Tak Perlu Lagi Selimut
DATA SUHU KOTA BANDUNG 1979-2023: Tidak Lagi Dingin, Semakin Panas Setiap Tahunnya 

Pohon peneduh di Kota Bandung berguguran dan mengering, Rabu, 28 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Pohon peneduh di Kota Bandung berguguran dan mengering, Rabu, 28 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Bandung Sudah Tidak Dingin Lagi

Mungkin yang menjadi penanda terbesar adalah munculnya ide usaha menjual es teh di depan Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) Salamun di dekat Punclut. Kebetulan pada waktu itu Rima, seorang penjual es teh, sedang menunggu pelanggan sambil bersantai di dalam garasi, menghindari terik matahari.

Melalui perbincangan singkat, diungkapkan bahwa bisnis jualan es teh di daerah yang notabene adalah salah satu yang terdingin di Bandung mampu membawa omset hingga 300.000-500.000 rupiah per harinya. Ia juga meyakini bahwa pemanasan Kota Bandung menjadi pendorong larisnya dagangan es teh.

Terakhir, Didin (54 tahun), juga seorang satpam, sempat memiliki pengalaman tinggal di Punclut dan Lembang selama beberapa tahun. Ia mengobservasi bahwa panas di Kota Bandung berjalan paralel dengan semakin tidak menentunya cuaca dan iklim sepanjang tahun.

Apabila dulu kemarau menghadirkan kekeringan yang disambut dengan tepat waktu oleh musim hujan, maka sekarang hujan dapat turun pada saat kemarau, dan kemarau dapat menghadirkan kekeringan yang beruntun.

Didin lalu menceritakan sebuah pengalaman yang dirasa kini tidak akan terulang apabila pemanasan di Kota Bandung tetap terjadi. Pada saat ia bekerja di Punclut, “keluar itu jam lima pagi udah, panen sayuran itu pada basah ini (menepuk lutut). Manen brokoli kan, banyak kebun, wah dingin banget”. 

Saat ini di Punclut kebun warga digantikan dengan cafe-cafe atau pembangunan perumahan mewah. Kawasan sabuk hijau di utara Bandung terancam penggusuran.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Reyner Thaddeus Purwanto atau artikel-artikel lain tentang Bandung Tidak Lagi Berkabut

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//