• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #10: Berkenalan dengan Elshinta Suyoso Marsden, Ikon Radio Siaran Swasta Pertama di Indonesia

CATATAN DARI BUKU HARIAN #10: Berkenalan dengan Elshinta Suyoso Marsden, Ikon Radio Siaran Swasta Pertama di Indonesia

Elshinta Suyoso Marsden, putri bungsu Yos Suyoso Karsono, pendiri Radio Elshinta sebagai pionir industri penyiaran di Indonesia.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Elshinta Suyoso Marsden ketika berkunjung ke Bandung, Juni 2024. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

21 September 2024


BandungBergerak.id – Berawal dari unggahan koran lawas yang memuat iklan jadul sebuah radio ternama di Jakarta, yaitu Radio Elshinta yang penulis posting di sosial media Facebook, banyak orang yang mengapresiasi dan memberi tanggapan dan berkomentar tentang iklan  radio di koran terbitan tahun 1970-an tersebut.

Salah satu komentar datang dari seseorang yang tinggal dan lama menetap di Inggris yang kebetulan namanya cukup akrab ditelinga yaitu Elshinta nama yang mirip dengan stasiun radio. Elshinta Suyoso Marsden, merupakan putri bungsu pendiri Radio Elshinta, Yos Suyoso Karsono.

Penulis sudah menjadi pendengar radio tersebut lebih dari 30 tahun lamanya dan menjadi salah seorang pendengar setia radio tersebut.

Perkenalan antara penulis dengan Elshinta selama lima tahun di sosial media menjadi sebuah persahabatan tak hanya sebagai di dunia maya. Kami pun saling sapa dan berkirim salam, berinteraksi melalui pesan singkat inbox, messenger dan Whatsapp. Selalu terlibat obrolan menarik bila ada unggahan lainnya di Facebook dan akhirnya kami pun sepakat untuk berjumpa bila Elshinta berkunjung ke Indonesia.

Ketika Radio Elshinta ulang tahun, pada tanggal 14 Februari 2022, pada acara "Power Breakfast" edisi khusus ulang tahun, 22 tahun Elshinta menjadi radio berita, dipandu oleh Suwiryo penyiar senior Radio Elshinta. Dan yang menjadi nara sumber yaitu Elshinta Suyoso Marsden telewicara secara live streaming dari London dan penulis mewakili sebagai pendengar Radio Elshinta mengisi acara interaktif via telepon.

Penulis merasa bersyukur bisa bersahabat dan berteman dekat dengan diaspora Indonesia yang tinggal di Inggris Raya, Elshinta Suyoso Marsden, seorang praktisi lingkungan hidup dan pemerhati dunia kemaritiman Indonesia.

Suatu hari, beliau menghubungi dan men-japri via inbox dan pesan melalui messenger yang berbunyi:

"Bukan main, seems a lifelong encyclopedian Kang Kin Sanubary, I’ve full respect in what you do. Bolehkah kita bertemu saat saya kembali ke Indonesia ?" demikian bunyi pesan tersebut.

Elshinta berharap bila pulang dan berkunjung ke Indonesia bisa berjumpa dan bersilaturahmi.

Pada suatu hari di bulan Juni 2024, Elshinta menghubungi via telepon untuk bertemu di Bandung. Penulis pun tak melewatkan kesempatan baik itu, akhirnya  menyanggupi untuk menemui beliau, di rumah keluarga Elshinta yang berada di Jl. Ir H Juanda, kawasan Dago Bandung.

Kami pun bertemu dan bersilaturahmi,

Elshinta  ditemani oleh sahabat dekatnya Inggita Notosusanto, yang merupakan putri seorang menteri di era Presiden Soeharto.

Sementara penulis ditemani seorang sahabat sesama kolektor yaitu Agus Wahyudi bersama istrinya, Myke Jeanneta. Kami pun cukup akrab mengobrol saling berbagi kisah dan kenangan tentang berbagai hal.

Saat berada bersama beliau selama kurang lebih 5 jam, suasana terasa penuh keakraban. Kami berbincang-bincang ringan tentang berbagai hal, terutama dalam konteks dunia seni, musik, radio dan dunia rekaman di Indonesia, serta rencana Elshinta untuk membuat sebuah buku biografi tentang ayahanda tercinta.

Keluarga Elshinta Suyoso Marsden tinggal di Leeds, Inggris. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Keluarga Elshinta Suyoso Marsden tinggal di Leeds, Inggris. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #7: Milangkala Pikiran Rakyat ke-40, Bertemu Tokoh Pers dan Inohong Jawa Barat
CATATAN DARI BUKU HARIAN #8: Berjumpa dengan Budi Schwarzkrone, Bintang Film Tiga Zaman
CATATAN DARI BUKU HARIAN #9: Bersahabat dengan Yusran Pare, Wartawan yang Murah Senyum

Sosok Elshinta yang Energik

Elshinta Maya Asmara Suyoso lahir di Jakarta pada 21 Juli 1961 sebagai putri bungsu dari pasangan Yu Biet dan Mas Yos, pionir industri musik dan penyiaran di Indonesia. Elshinta kecil dibesarkan dalam lingkungan seni dan komunikasi, berkat industri kreatif ekonomi yang dibangun keluarganya dekat dengan musik dan media.

Pada usia lima tahun, Elshinta memulai debut siarannya di Radio Elshinta, menyapa pendengar setiap pagi. Pada usia delapan, ia sudah mengoperasikan mixer di meja siaran dan berinteraksi dengan pendengar melalui program anak-anak. Elshinta menempuh masa sekolahnya di Yayasan Perguruan Cikini dan SMA Santa Theresia, yang berdekatan dengan kantor dan studio rekaman  "Irama" dan Radio Elshinta milik ayahnya.

Ketertarikan pada Bahasa dan Budaya Perancis dimulai kala mendengarkan siaran Bahasa Perancis di Radio Elshinta, membawanya melanjutkan pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI), jurusan Roman/Perancis. Ia juga mengikuti kuliah Seni Tari di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Kesenian Jakarta yang dijalaninya secara tandem sambil berkuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI).

Pada tahun kedua Elshinta menerima beasiswa dari Kementerian Luar Negeri Perancis untuk melanjutkan kuliahnya di Paris lll-Sorbonne Nouvelle dan Institut Catholique de Paris. Meski harus kembali ke Indonesia untuk merawat ayahnya yang tercinta, Mas Yos sebelum wafat. Elshinta berhasil menamatkan studinya di Perancis.

Elshinta kemudian berkarir di bidang kehumasan dan diplomasi budaya. Semasa mudanya, ia lama bekerja di Kedutaan Perancis di Jakarta lalu di Coca Cola Amatil, WWF Indonesia dan Concervation International.

Berbekal hobi selam, ia mendirikan Yayasan Laut Lestari Indonesia (1989), LSM lingkungan kelautan pertama di Indonesia, mencerminkan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat pesisir dan lingkungan kelautan.

Elshinta menikah tahun 1999 di Jakarta dengan William Paul Marsden, seorang warga Inggris dan dikarunia dua orang putra yaitu Chance Nusantara Marsden lahir tahun 2001 dan Joseph Michael Karimata Marsden lahir tahun 2003. Mereka sedang menempuh pendidikan tinggi di Inggris Raya. Elshinta Suyoso kini tinggal di Inggris dan Indonesia dalam menjalani perannya sebagai diaspora aktif, penulis amatir dan konsultan komunikasi, media dan branding.

Sejak tahun 1967 Elshinta kecil mulai siaran di Radio Elshinta di usia 6 tahun, bahkan mengundang teman-teman sekelas di Taman Kanak-kanak untuk siaran. Mungkin Elshinta menjadi salah seorang penyiar termuda di dunia saat itu. Saat ini radio banyak berubah format seiring perkembangan teknologi, tapi masih tetap menjadi teman setia yang manis menyapa kita tiap hari.

Menggagas Penerbitan Buku Biografi Mas Yos

Bertepatan dengan peringatan Hari Radio Nasional, Rabu 11 September 2024, sejarah musik dan radio Indonesia mencapai momen penting dengan peluncuran buku biografi "Panggil Saya Mas Yos". Buku ini istimewa karena mengabadikan perjalanan hidup Commodore Muda R. Suyoso Karsono, salah satu pelopor dan tokoh kunci dalam sejarah industri musik rekaman dan radio di Indonesia.

Bukan sekadar biografi, buku ini adalah catatan penting mengenai fondasi industri musik dan radio yang kita kenal saat ini. Bertempat di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh terkemuka dari dunia musik, media, serta perwakilan pemerintah.

"Panggil Saya Mas Yos" menandai tonggak sejarah yang merayakan bagaimana Mas Yos membuka jalan bagi generasi musisi dan praktisi media, dari era analog hingga ke era digital saat ini. Inisiatifnya dalam mendirikan Irama Records, label rekaman pertama di Indonesia, serta pendirian stasiun radio swasta pertama, merupakan warisan budaya yang akan terus dikenang.

Elshinta Suyoso-Marsden, putri dari Mas Yos, berharap peluncuran buku ini dapat memperkaya makna dan semangat dalam peringatan Hari Radio Nasional. "Melalui buku ini, kami berusaha menghadirkan gambaran utuh tentang sosok almarhum Suyoso Karsono, yang lebih dikenal dengan nama Mas Yos, sebagai pelopor dalam dunia industri rekaman musik dan stasiun radio di Indonesia,” tutur  Elshinta.

Elshinta juga mengharapkan buku ini dapat menjadi sumbangsih berharga bagi industri musik dan radio Indonesia, serta memperkaya wawasan khalayak tentang sejarah dan kiprah Mas Yos yang telah mewarnai perjalanan musik dan radio di Tanah Air. “Semoga buku ini tidak hanya menjadi sumber pengetahuan, tetapi juga mampu menginspirasi para pembaca, khususnya generasi muda yang tertarik pada dunia musik dan radio,”  ucapnya.

Peluncuran buku biografi Panggil Saya Mas Yos yang digagas oleh Elshinta Suyoso Marsden. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Peluncuran buku biografi Panggil Saya Mas Yos yang digagas oleh Elshinta Suyoso Marsden. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Mas Yos, Pionir Musik dan Radio yang Menginspirasi Generasi Muda

Mas Yos adalah sosok visioner yang berjasa besar dalam perkembangan industri kreatif Indonesia, khususnya di bidang musik dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Sejak masa awal kemerdekaan, ketika Indonesia sedang berusaha menemukan identitasnya dalam industri musik, Mas Yos mendirikan J&B Records, yang kemudian menjadi Irama Records pada tahun 1953 label piringan hitam komersial pertama di Indonesia.

Irama Records adalah fondasi dari industri musik modern di Indonesia, menjadi rumah bagi musisi legendaris yang merajai genre jazz, pop, keroncong, dan musik daerah. Beberapa musisi besar yang ditemukan dan dipromosikan oleh Mas Yos melalui Irama Records termasuk para legenda jazz seperti Nick Mamahit, Bubi Chen, Jack Lesmana, dan Mus Mualim.

Di luar jazz, nama-nama seperti Titiek Puspa, Bing Slamet, Rachmat Kartolo, Bob Tutupoly, Henny Purwonegoro, Ernie Djohan, Lilies Suryani, hingga Ida Royani juga besar berkat dukungan Mas Yos. Bahkan, grup-grup legendaris seperti Koes Bersaudara dan Dara Puspita turut merasakan tangan dingin Mas Yos dalam mempromosikan karya mereka.

Tidak ketinggalan musisi dan seniman tradisional seperti Bram Titaley, Waljinah, Benyamin Sueb, hingga Elly Kasim juga pernah mendapat sentuhannya. Mas Yos juga tidak hanya aktif di dalam neger, pada tahun 1967, dia membawa grup The Indonesian All Stars ke Berlin Jazz Festival, salah satu festival jazz terbesar di dunia.

Revolusi Industri Penyiaran Radio oleh Mas Yos

Tidak hanya di bidang musik, Mas Yos juga menjadi pelopor di dunia radio. Pada tahun 1967, dia mendirikan Radio AM Elshinta, radio swasta komersial pertama di Indonesia.

Dalam perkembangannya, radio kemudian menjadi ikon media penyiaran dengan berbagai program off-air, relay internasional dari BBC UK, VOA US, dan Hilversum Belanda. Penyiarnya pun tokoh-tokoh ternama seperti Hoegeng I, Santoso, Mien Uno, dan Rudy Gontha.

Mas Yos melanjutkan inovasinya di bidang radio dengan mendirikan Suara Irama Indah, stasiun radio FM komersial pertama di Indonesia dengan kualitas stereo. Radio ini menjadi pelopor dalam memutarkan lagu-lagu terkini di kalangan pendengar muda.

Peluncuran buku "Panggil Saya Mas Yos" adalah momen yang tak boleh dilewatkan. Karena ini adalah kesempatan untuk memahami kisah luar biasa yang membentuk sejarah musik Indonesia.

Tidak hanya itu, pameran memorabilia yang menampilkan koleksi rekaman langka dan peralatan siaran pribadi Mas Yos akan tersedia untuk publik hingga seminggu ke depan. Pameran ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyaksikan langsung jejak warisan yang dia tinggalkan.

Dalam industri musik Indonesia, pengaruh dan andil Mas Yos diakui konduktor kondang ini, sangat besar. Buku ini merefleksikan penghormatan kepada beliau sebagai sosok yang telah mewarnai perjalanan sejarah musik Indonesia setelah kemerdekaan.

Dalam bincang ringan dengan  penulis, Elshinta mengucapkan terima kasih atas apresiasi yang diberikan kepada ayahanda tercintanya. Semakin  mengenal sosok ayahnya, bukan hanya sekadar hubungan antara bapak dan putri bungsunya yang sangat erat, tetapi lebih dari impresi. Kesan dan testimoni sebagian kecil dari mereka, orang-orang yang tahu, tokoh-tokoh yang mengenal, kolega atasan atau teman kerja di militer maupun dalam seni yang cukup dekat dan bersahabat dekat, para pelaku seni yang hebat-hebat dan dari pandangan sanak-saudara kandungnya. Anak-anak Mas Yos memerhatikan semua pandangan tentang ayahnya, karena seperti yang pernah dikatakan ibundanya tercinta yaitu Yu Biet, “Mas Yos adalah milik publik – give him that space in your heart.”

Menurutnya sejak awal, bahwa Radio Elshinta "the station of love" mengacu pada seluruh genre musik umum, tradisional dan etnis dengan jangkauan pendengar setia dan multi segmentasi, serta tidak hanya menyampaikan berita, tetapi turut memberikan informasi, pengetahuan (current affairs) dan edukasi. Seperti testimoni sebagian dari para tokoh. Hal ini terlihat juga dari para penyiarnya, yang bukan sekedar announcer tetapi broadcaster yang tidak hanya sebagai penyiar dan operator seluruh meja mixer di studio, Mas Yos menyebutkan mereka adalah pejuang terhadap informasi, ilmu pengetahuan dan edukasi.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Kin Sanubary dalam tautan berikut

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//