• Kolom
  • TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Wong Kalang yang Dipaksa Hidup Berpindah-pindah

TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Wong Kalang yang Dipaksa Hidup Berpindah-pindah

Keluarga Wong Kalang asal Kotagede, Yogyakarta, dipaksa hidup berpindah-pindah karena dikejar perundungan karena rumor yang tidak berdasar.

Malia Nur Alifa

Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian

Salah satu rumah Wong Kalang di Kotagede, Yogyakarta. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)

28 September 2024


BandungBergerak.id – Kisah ini saya dapatkan dari ibu dan kakek, bahwa leluhur mereka sempat mendapatkan perundungan yang membuatnya menjadi pribadi-pribadi yang cukup kuat, kreatif dan mandiri.

Mungkin sebagian pecinta sejarah sudah tidak asing bila mendengar kisah “ Wong Kalang”. Dengan membuka mesin pencarian saja kita akan banyak mendapatkan informasi terkait Wong Kalang. Namun apakah benar Wong Kalang adalah manusia -manusia yang memiliki ekor dan merupakan hasil dari pernikahan manusia dengan seekor anjing?

Saya adalah keturunan Wong Kalang yang kala itu keluarga sempat “sedikit“ menyembunyikannya, entah karena malu akan rumor yang beredar di masyarakat atau karena lebih baik anak turunnya tidak usah tahu sama sekali. Pada akhirnya saya pun memberanikan diri untuk mulai berbicara bahwa Wong Kalang adalah manusia normal seperti pada umumnya, namun ada hal-hal yang perlu saya luruskan di sini agar ada pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini.

Leluhur saya adalah Wong Kalang yang tinggal di kawasan Tegalgendu, Prenggan, Kota Gede , DI Yogyakarta. Mereka adalah keluarga pengrajin kayu ( mebel ukiran kayu tempo dulu ) yang banyak menerima pesanan dari kalangan Kraton bahkan para tuan Belanda. Menurut penuturan beberapa kerabat ibu di Cirebon, keluarga Kalang di Tegalgendu menempati sebuah rumah yang cukup megah walau berada di dalam gang. Namun entah kenapa para leluhur tersebut akhirnya “ hijrah” ke Pekalongan, meninggalkan semua yang dirintis dari nol di Tegalgendu bahkan mengganti nama mereka, menanggalkan semuanya menjadi  identitas orang-orang yang baru.

Di Pekalongan mereka semua beralih profesi menjadi pedagang kain batik. Dan tak butuh waktu lama akhirnya mereka pun akhirnya menjadi salah satu pengusaha sukses di Pekalongan, namun lagi-lagi mereka semua harus “hijrah” dan kali ini tidak sendiri, mereka “hijrah” bersama para pengusaha batik lainnya dari berbagai daerah di Jawa Tengah seperti Lasem, Banyumas, dan Solo. Mereka “hijrah “ ke kota Bandung dan akhinya menetap di kawasan yang sekarang disebut Pasar Baru, ya betul! Mereka adalah cikal bakal dari “ Urang Pasar” atau keluarga Besar Pasar Baru Bandung.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Cinta Franz Wilhelm Junghuhn
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Dracula dari Braga
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Misteri Tuan Nipius dan Menghilangnya Dracula dari Braga

Dipaksa Hidup Berpindah-pindah

Pertanyaan demi pertanyaan yang ada dalam benak saya kembali menyeruak, kenapa keluarga leluhur saya harus terus berpindah? Apa yang salah dengan leluhur saya? Apa yang salah dengan Wong Kalang?

Akhirnya saya mendapatkan beberapa pencerahan dengan melakukan riset kecil-kecilan. Ternyata Wong Kalang ini memang sedari dulu selalu mendapatkan stigma negatif dari rumor yang beredar dari mulut ke mulut selama puluhan tahun, tanpa adanya pembuktian rumor tersebut. Bahkan hingga sekarang pun masih sangat diyakini oleh masyarakat kebanyakan, hingga akhirnya membuat para Wong Kalang akhirnya nomaden dan bahkan hingga menyembunyikan identitas asli mereka selama puluhan tahun. Dan mereka pun jarang sekali menceritakan kepada anak turun mereka perihal jati diri.

Wong Kalang adalah sekumpulan masyarakat nomaden sejak masa kerajaan Mataram, mereka menyadari keterbatasan yang mereka miliki sehingga akhirnya mereka memutar otak untuk menjadi pebisnis dari ceruk yang jarang dilakukan orang kebanyakan. Mereka dipaksa oleh keadaan untuk menjadi orang yang kreatif salah satunya dengan menjadi pengrajin kayu untuk bangunan  rumah dan gedung bahkan untuk kapal-kapal besar di Batavia. Karena itulah bila dilihat dari segi ekonomi, pendapatan mereka jauh lebih besar. Mereka membangun rumah-rumah besar di Kota Gede, bahkan hingga kini beberapa rumah tersebut masih dapat dikunjungi. Tidak hanya itu para Wong Kalang  ini pun mendapatkan lisensi dari pemerintah untuk membuka rumah lelang, sehingga semakin terasa jurang perbedaan dari segi materi yang didapat.

Lalu tersiarlah rumor dari kalangan masyarakat yang “ kurang suka” anak keberhasilan para Wong Kalang tersebut dan “diciptakanlah” rumor bahwa Wong Kalang adalah manusia yang memiliki ekor dan merupakan hasil perkawinan manusia dan seekor anjing. Hal tersebut sangat berpengaruh pada sebagian Wong Kalang dan membuat mereka akhirnya berpindah ke daerah lain karena tidak kuat akan perundungan yang diterima.

Bahkan saat mereka harus pindah ke kawasan selanjutnya pun apabila jati diri mereka terungkap, meraka akan “di bully“ seperti apa yang mereka dapatkan di tempat pertama mereka tumbuh. Maka dari itu khususnya leluhur saya, sangat menutup diri bahkan mengubah nama agar menghindari segala perundungan terulang kembali. Pada akhirnya di kota Bandunglah mereka menetap hingga kini, dan perundungan pun semakin menjauhi mereka. Di Bandung mereka akhirnya hidup aman dan nyaman dengan segala identitas dan kehidupan yang baru.

Dari kisah Wong Kalang ini saya menyimpulkan bahwa mereka adalah sosok kreatif yang mampu menjadi sukses karena sebuah keterbatasan, namun kesuksesan tersebut harus dibayar mahal dengan sebuah perundungan hebat. Namun mereka tidak patah semangat, mereka tetap bangkit dengan segala kekuatan yang tersisa dan mampu membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang yang mampu melihat segala peluang walau berada dalam situasi yang sulit sekali pun.

Dari sejarah masa lalu Wong Kalang saya mengajak kepada para pembaca semua untuk jangan pernah menyerah akan keadaan, bahwa sesungguhnya keadaan sesulit apa pun apabila kita mampu melihat dari sudut pandang  yang berbeda  semua itu adalah sebuah peluang untuk memulai sesuatu yang jauh lebih kuat,  jauh lebih hebat dan jauh lebih bermakna untuk kehidupan. Mari kita jadikan kisah masa lalu Wong Kalang ini untuk menjadi pribadi yang lebih bijaksana.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//