• Cerita
  • KABAR DARI REDAKSI: Bandung 24 Jam di Hari Jadi ke -214 Tahun

KABAR DARI REDAKSI: Bandung 24 Jam di Hari Jadi ke -214 Tahun

Foto-foto Bandung 24 merupakan kolaborasi kami dengan KawanBergerak yang secara sukarela sepakat memotret di 24 sudut kota di antara kurun 24 jam.

Peserta kolaborasi Bandung 24 Jam di Bunga di Tembok (BdT), Bandung, 21 September 2024. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak)

Penulis Virliya Putricantika30 September 2024


BandungBergerak.id - Di hari jadi Kota Bandung yang ke-214 tahun pekan lalu, beberapa KawanBergerak mengabadikan catatan visualnya dalam waktu 24 jam. Tidak kurang dan tidak lebih. Karya mereka tentu bukan untuk meromantisasi ibu kota Jawa Barat berjuluk Parijs van Java ini, melainkan ingin melihat realitas yang masih jauh dari narasi “Bandung estetik ketika hujan”.

Bagi kami yang mengamati kota urban dengan luas 167,7 kilometer persegi ini, ada beragam cerita yang dapat diceritakan dalam kurun waktu 24 jam. Kami memulai mengumpulkan foto “Bandung 24 Jam” di antara Selasa dan Rabu, 24-25 September 2024 yang dimulai pukul 00.00 - 00.59-23.00 - 23.59.

Total ada 25 foto yang terkumpul dari kolaborasi dengan KawanBergerak yang secara sukarela sepakat untuk memotret momen di antara waktu 24 jam tersebut di 24 sudut kota berpenduduk 2,5 juta jiwa ini. Untuk itu kepada para kolaborator kami sampaikan terima kasih. Kerja kolaboratif ini menghasilkan banyak momen berharga yang tak mungkin terulang kembali, karena umur Kota Bandung akan terus bertambah dan tidak mungkin berkurang (kembali ke belakang).

Dengan bertambahnya usia, bertambah pula permasalahan di Kota Kembang. Di area yang selama ini menjadi incaran turis (juga investor), Dago, menyimpan bara perjuangan warga Dago Elos yang mempertahankan tanahnya dari penggusuran.

Kota Bandung juga mengalami pembangunan infrastruktur dalam skala besar. Namun kue pembangunan ini hanya untuk kalangan menengah ke atas. Mereka dari akar rumput tak merasakannya.

Keresahan suara akar rumput menggema di dinding-dinding fasilitas umum dalam bentuk grafiti ataupun mural yang sunyi. Kritik di dinding kota ini lebih sering diabaikan pemerintah sebagai pembuat kebijakan publik. Makna demokrasi pun dipertanyakan.

Masih terkait demokrasi yang mestinya merangkul semua kalangan, jemaat Ahmadiyah tak leluasa menjalankan aktivitas keagamaannya. Persoalan diskriminasi ketika Bandung pernah mendaku sebagai kota ramah HAM tampaknya perlu diperiksa kembali.

Baca Juga: KABAR DARI REDAKSI: Tiga Tahun BandungBergerak.id
KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka #2, Ide-ide Segar yang Menggerakkan Kami
KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka Pertama

Diskriminasi juga masih dialami kawan-kawan difabel yang sampai saat ini tetap memperjuangkan pemenuhan hak-hak mereka, khususnya dalam mengakses ruang-ruang publik. Bandung sebagai kota inklusif masih jauh panggang dari api.

Masih banyak masyarakat miskin kota yang terabaikan hidupnya. Mereka misalnya kesulitan menjangkau program layanan kesehatan.

Bersamaan dengan itu, bukan berarti Pemerintah Kota Bandung tidak bekerja. Tentunya ada banyak program yang telah disiapkan, direncanakan. Meski ada yang belum tepat sasaran. Namun, menjadi tugas bersama juga untuk kami sebagai masyarakat sipil untuk menciptakan ruang nyaman untuk satu sama lain di kota yang semakin lama semakin kehilangan ruang hijaunya.

Kota Bandung adalah milik semua, milik tukang sapu jalan atau pemulung yang mengisi sudut-sudut kota, juga para orang tua yang memberikan pelukan hangat untuk anak-anaknya setiap pergi dan pulang menjemput anaknya yang sekolah.

Bandung 24 Jam bisa jadi sisi lain dari kota yang kini usianya lebih dari seabad, sebuah realitas apa adanya yang kadang terasa pahit manis, hitam putih, dan terang gelap di tengah gegap-gempita perayaan ulang tahunnya.

*Kawan-kawan bisa menyimak Kabar dari Redaksi dalam tautan berikut ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//