• Indonesia
  • Pembahasan RUU PPRT Dialihkan ke Anggota DPR RI yang Baru, Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Bukan Prioritas Negara

Pembahasan RUU PPRT Dialihkan ke Anggota DPR RI yang Baru, Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Bukan Prioritas Negara

Pada 2018-2023 terdapat 2.641 kasus kekerasan kepada pekerja rumah tangga di Indonesia. Mayoritas kasus berupa kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi.

Salah satu peserta aksi memperlihatkan poster yang bertulis “ Pekerja Rumah Tangga Bukan Budak” di depan Kantor DPRD Jawa barat, Citarum, Kota Bandung, Rabu (15/2/2023). (Foto: Putra Dimas/BandungBergerak.id)

Penulis Ivan Yeremia3 Oktober 2024


BandungBergerak.idRancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sejatinya payung perlindungan hukum bagi para pekerja rumah tangga, rupanya tak menjadi prioritas pemerintahan Jokowi dan DPR RI periode 2019-2024. Sampai sidang paripurna terakhir, Senin, 30 Oktober 2024 di Gedung Paripurna DPR RI, Senayan, Jakarta, RUU PPRT tidak dibahas, apalagi disahkan.

Padahal, RUU PPRT sudah mulai diajukan sejak 2004. Sudah 20 tahun RUU ini tidak menjadi perhatian negara. Hal ini menunjukkan perlindungan terhadap para pekerja rumah tangga tidak menguntungkan bagi para anggota dewan maupun elite politik. Tidak seperti RUU Omnibus Law yang dibahas dan disakan secepat kilat, yaitu 8 bulan.

RUU PPRT lahir dari keresahan berbagai masyarakat sipil yang menyadari bahwa terdapat perbedaan perlakuan yang sangat signifikan antara pekerja rumah tangga dan pekerja lainnya. Dari berbagai kasus PRT sering kali dianggap sebagai budak yang dapat diperlakukan seenaknya oleh majikan.

Relasi kuasa yang tidak sama antara pelaku dan korban, terjadinya sebuah paksaan, dan ketidakmampuan korban untuk lepas dari perbudakan yang dialami adalah 3 unsur yang setidaknya menjadi tanda adanya perbudakan modern.

Perbedaan Kelas

Pada sidang paripurna terakhir kemarin, Koalisi Sipil untuk UU PPRT turut mengirimkan perwakilannya ke Senayan. Namun, apa yang didapat sungguh mengecewakan. Sebanyak 60 orang anggota Koalisi Sipil dan PRT hadir di Gedung Nusantara 2 dalam Sidang Paripurna DPR RI, tetapi hanya 8 orang yang berhasil masuk di balkon ruang sidang.

"Kami digeledah 5 kali. Ini keterlaluan. Sementara kawan-kawan terganjal di pintu masuk meskipun kami sudah menulis surat ke Biro Persidangan maupun kesekjenan. Demi marwah yang bagaimana? Ini arogansi Dewan, padahal dulu ramah dan akomodatif ke rakyat?," keluh Endang Yuliastuti dari Institut Sarinah, dalam siaran pers Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT).

Sepanjang 20 tahun pengalaman beradvokasi RUU PPRT di DPR, baru lima tahun ini para PRT merasakan aturan yang super ketat dan menjauhkan akses PRT untuk berpartisipasi di DPR meskipun sebatas pemantau. Tata kelola DPR seharusnya merakyat, tidak berjarak dengan rakyat yang diwakilinya. Marwah DPR harusnya ramah, fleksibel dan melayani.

Harapan Koalisi kepada pimpinan dan para anggota DPR yang baru adalah agar para anggota DPR bergaya merakyat dan pro kerakyatan. Tanggap pada aspirasi rakyat kecil dan bersikap negarawan.

"Bu Puan berjanji untuk mendengarkan aspirasi rakyat. Kami meminta dibuktikan segera, yaitu komitmen politik yang memihak RUU PPRT yang merupakan bentuk perlindungan negara kepada para perempuan miskin kepala keluarga, yaitu PRT," kata Ajeng Astuti, salah satu PRT dari SPRT Sapulidi.

Pengalaman hari ini begitu mengecewakan para PRT. Perjuangan keras dan lama dimentahkan kembali oleh Ketua DPR dan mendapat perlakuan tidak ramah dari pamdal. Perasaan sakit dan nelangsa tersebut menjadikan mereka menangis bersama di DPR. Bahkan malamnya Direktur Institut Sarinah Endang Yuliastuti mengeluh sakit perut akibat stres. Para PRT tentu juga mengalami sakit yang lebih menyakitkan.

"Kami dikalahkan karena kelas kami, meski jumlah kami jutaan tetapi keluasan DPR kan dari kami, rakyat miskin. Mengapa tidak amanah?" kata Aprillia dari LBH Apik Jakarta.

Sidang paripurna akhirnya menyepakati bahwa RUU PPRT akan masuk dalam program legislasi nasional periode 2024-2029. Hal itu merupakan usulan dari baleg yang dibacakan oleh Puan Maharani selaku pimpinan DPR RI dan disetujui oleh seluruh anggota sidang.

Baca Juga: Pekerja Rumah Tangga itu Mitra Kerja, bukan Budak
Dua Dekade Pekerja Rumah Tangga Indonesia Tidak Dilindungi Undang-undang
Aksi Solidaritas Koalisi Masyarakat Sipil Bandung Mendesak DPR Segera Sahkan RUU PPRT

RUU PRT di Tahun Kritis

Komisioner Tim Perempuan Pekerja Komnas Perempuan Tiasri Wiandani pernah menyampaikan bahwa tahun 2024 menjadi titik kritis pembahasan RUU PPRT. Dan benar, DPR RI hanya mengalihkan tugas pembahasan RUU PPRT ke anggota DPR yang baru.

Sementara Komisioner Satyawanti Mashudi menyampaikan, kondisi kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga semakin memburuk. Berdasarkan data JALA PRT, pada 2018-2023 terdapat 2.641 kasus kekerasan kepada pekerja rumah tangga. Mayoritas kasus berupa kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi dalam situasi kerja.

Sejumlah PRT mengalami upah tidak dibayar (2-11 bulan gaji), dipecat, atau dipotong upah oleh majikan ketika sakit dan tidak dapat bekerja. Pada saat sakit, PRT tidak dapat mengklaim jaminan kesehatan, sering tidak ada kenaikan upah meskipun telah bekerja bertahun-tahun, serta tidak ada pesangon ketika mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dalam penegakan hukum kasus kekerasan terhadap PRT, hanya 15 persen pelaku yang mendapat hukuman sesuai dengan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), selebihnya pelaku mendapat hukuman ringan atau bebas.

Kondisi buruk yang dialami oleh pekerja rumah tangga karena tidak diakuinya PRT sebagai pekerja yang berhak mendapat hak asasi dan perlindungan dalam berbagai kebijakan nasional menyangkut ketenagakerjaan. UU PKDRT yang telah disahkan sejak 2004 dalam implementasinya belum mampu memberikan perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga atas pelanggaran hak yang dilakukan oleh pemberi kerja. 

*Kawan-kawan yang baik, silakan menengok tulisan-tulisan lain dari Ivan Yeremia, atau artikel-artikel lain tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//