Sawala Pemajuan Kebudayaan, Mapag Dewan Kebudayaan Kota Bandung
Kebudayaan harus mendapat perhatian yang sama seperti sektor-sektor lain. Keberagaman kebudayaan harus menjadi identitas, ciri khas, dan karakter di kota Bandung.
Faza Fauzan Azhima
Seorang guru honorer dan penikmat kebudayaan. Memiliki ketertarikan pada musik (khususnya musik tradisional), seni pertunjukan, dan kearifan lokal.
7 Oktober 2024
BandungBergerak.id – Bertepatan dengan hari jadi kota Bandung yang ke-214, pada 25 September 2024 secara resmi pula terbentuk Dewan Kebudayaan Kota Bandung (DKKB) yang ditetapkan dalam kegiatan Sawala Pemajuan Kebudayaan kota Bandung. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung dengan mengundang para pelaku kebudayaan mulai dari seniman, praktisi, akademisi, hingga perwakilan lembaga kebudayaan. Hadir juga dari beberapa instansi terkait di antaranya perwakilan dari Dinas Pendidikan Kota Bandung, Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bandung.
Baca Juga: Cara Komunitas Karinding Jatinangor Melestarikan Budaya Sunda
Publik Berhak Tahu Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Gereja Katolik Bebas St Albanus
Kerusakan Bumi dalam Perspektif Lintas Agama dan Budaya
Sawala Pemajuan Kebudayaan Kota Bandung
Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari yaitu pada 23-25 September 2024. Pada hari pertama berlangsung diskusi dan refleksi tentang Pemajuan Kebudayaan di Kota Bandung dengan menghadirkan empat pembicara di antaranya Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen., M.hum., penyusun Pokok Pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) kota Bandung 2023 Prof. Reiza D. Dienaputra, M.Hum., Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Provinsi Jawa Barat Retno Raswaty, S.S., M.Hum., dan Rahmat Jabaril sebagai Ketua Dewan Kesenian kota Bandung 2019-2022.
Dalam seminar dan diskusi tersebut ada beberapa poin penting yang dibahas di antaranya tentang Kota Bandung sebagai kota urban yang heterogen dan multikultural, perlu adanya rancangan strategi dan perencanaan yang baik agar tujuan pemajuan kebudayaan bisa merata dan berkelanjutan. Kebudayaan yang berkembang di Kota Bandung, baik yang bersifat tradisi maupun kontemporer bisa berjalan beriringan dan saling melengkapi satu sama lain. Di satu sisi tradisi sebagai akar budaya, nilai-nilai kearifan lokal dan identitas perlu dijaga; di sisi lain budaya kontemporer sebagai bentuk ekspresi dan kreativitas bisa berkembang secara dinamis tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisi tersebut.
Pada hari kedua, berlangsung sidang tentang penyusunan program prioritas pemajuan kebudayaan Kota Bandung. Dalam sidang ini peserta Sawala Budaya, dibagi ke dalam enam komisi yang berlandaskan atas pengklasifikasian dari sepuluh Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK).
Sepuluh OPK tersebut di antaranya bahasa, manuskrip, ritus, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, tradisi lisan, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, dan seni. Enam komisi tersebut yakni Komisi 1 membahas manuskrip dan bahasa, Komisi 2 ritus dan adat istiadat, Komisi 3 permainan rakyat dan olahraga tradisional, Komisi 4 tradisi lisan, pengetahuan tradisional dan teknologi tradisional, Komisi 5 seni, dan Komisi 6 cagar budaya. Walaupun cagar budaya tidak masuk dalam kesepuluh OPK tersebut, namun cagar budaya dalam kesepakatan sidang masuk ke dalam bahasan yang akan menjadi rekomendasi untuk luaran kegiatan sidang ini. Selain menentukan prioritas pemajuan kebudayaan kota Bandung, forum sidang ini mengaktualisasi kembali permasalahan kebudayaan di kota Bandung yang kemudian menghasilkan rekomendasi dan usulan realisasi program dari masalah-masalah yang terhimpun dalam PPKD kota Bandung 2023.
Pada hari terakhir, Forum Sawala Kebudayaan harus menetapkan DKKB yang berisikan tujuh orang anggota Sawala Kebudayaan dengan masa bakti selama empat tahun. Setelah melalui proses musyawarah dan pemilihan anggota dewan, akhirnya ditetapkan DKKB untuk pemajuan kebudayaan kota Bandung. Ada tujuh anggota DKKB yang terpilih yaitu Etty RS, Pepep DW, Mardiansyah, Ira Indrawardana, Harry Koi, Abah Enjoem, dan Kang Anto. Kemudian setelah DKKB terbentuk, ada agenda diskusi terakhir pemaparan dari Anton Sunarwibowo, ST., MT. sebagai kepala Bappelitbang Kota Bandung dan Yogi Suprayogi Sugandi, Ph.D pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran mengenai Pemajuan Kebudayaan dalam rangka menuju Bandung kota jasa yang kreatif, agamis, maju, dan berkelanjutan. Dalam diskusi ini dibahas lebih rinci mengenai peran yang bisa diambil DKKB dan skema pendanaan untuk pemajuan kebudayaan di kota Bandung.
Dewan Kebudayaan Kota Bandung
DKKB merupakan sebuah badan atau lembaga baru di Kota Bandung yang dibentuk oleh Forum Sawala Kebudayaan dan diinisiasi oleh Disbudpar Kota Bandung. DKKB memiliki fungsi pengawasan secara holistik terhadap sepuluh OPK, memberikan rekomendasi, dan evaluasi kebijakan terhadap pemajuan kebudayaan di kota Bandung.
Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat mempunyai posisi yang strategis dalam pemajuan kebudayaan. Bandung yang identik dengan “kota kreatif” acapkali dijadikan barometer kesuksesan bagi kebudayaan di Jawa Barat. Kota yang memiliki keberagaman budaya, ditambah masyarakatnya yang heterogen juga di tengah era arus informasi yang dinamis tentu membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di kota Bandung. Dengan hadirnya DKKB diharapkan mampu mengakomodasi kebudayaan-kebudayaan luar yang masuk dan berkembang di kota Bandung namun tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan Sunda sebagai identitas masyarakat dan kota Bandung.
Tahun 2024 merupakan tahun politik di Kota Bandung. DKKB perlu mengawal calon walikota yang berkontestasi nanti agar dapat memberikan perhatian pada pemajuan kebudayaan Kota Bandung. Walaupun Kota Bandung sendiri sekarang masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dihadapi misal salah satunya adalah isu transportasi publik dan kemacetan. Isu transportasi publik dan kemacetan berhubungan dengan sektor infrastruktur. Sering kali dalam hubungan relasi kuasa, sektor kebudayaan selalu menjadi subordinat dibandingkan sektor infrastruktur, sektor industri dan sektor lainnya. Sehingga pemajuan kebudayaan perlu diperjuangkan agar mendapat ruang dan kesempatan lebih untuk dikembangkan.
Isu aktivasi dan revitalisasi ruang publik di kota Bandung menjadi penting, karena minimnya ruang publik yang bisa digunakan oleh masyarakat. Perlu menjadi perhatian yaitu penyederhanaan birokrasi dan akses yang terjangkau bagi semua elemen masyarakat terhadap ruang-ruang tersebut secara adil.
Ruang publik dapat menjadi tempat berkembangnya kebudayaan yang artinya, ruang publik adalah ruang kebudayaan juga. Maka revitalisasi ruang kebudayaan adalah memvitalkan aspek sosiokultural bukan hanya ruang spasial. Hal tersebut dapat memvitalkan atau memperkuat daya tawar kebudayaan misalnya pada kasus Bahasa Sunda di ruang publik yang sudah sangat jarang digunakan dibandingkan dengan bahasa Inggris. Bahasa Sunda dapat ditempatkan sebagai bahasa yang wajib digunakan dalam berbagai aspek di ruang-ruang publik. Dengan kebijakan tersebut maka Bahasa Sunda mendapatkan kesempatan perhatian dari masyarakat yang mungkin akan meningkatkan daya tawar bahasa Sunda dengan bahasa asing lainnya, lebih luas lagi meningkatkan daya tawar kebudayaan Sunda.
Kebudayaan aspek yang harus mendapatkan perhatian yang sama seperti sektor-sektor lain. Kebudayaan tidak bisa menjadi pelengkap saja, keberagaman kebudayaan harus menjadi identitas, ciri khas dan karakter di kota Bandung. Bandung sebagai kota yang multikultural juga perlu mempertahankan identitas kebudayaan Sunda. Maka perlu adanya sinergi antara stakeholder kebudayaan di Kota Bandung yaitu pemerintah, masyarakat dan khususnya DKKB sebagai badan lembaga baru yang dapat melakukan advokasi terkait pemajuan kebudayaan di kota Bandung. Pemajuan Kebudayaan di kota Bandung merupakan kerja kolektif yang harus dilakukan secara silih asih, silih asah, silih asuh. Cag!
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang budaya