Publik Berhak Tahu Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Gereja Katolik Bebas St Albanus
Bangunan Gereja Katolik Bebas St Albanus di Jalan Banda, Bandung merupakan cagar budaya kelas A yang bentuk bangunan aslinya dilindungi undang-undang.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah7 Maret 2024
BandungBergerak.id - Bangunan bersejarah di Kota Bandung begitu banyak. Sebagian hilang dan ada juga yang bertahan. Salah satu yang bertahan adalah Gereja Katolik Bebas St Albanus di Jalan Banda, Kota Bandung yang saat ini sedang direnovasi. Cagar budaya kelas A ini memiliki nilai sejarah tinggi, antara lain saksi bisu dari gerakan teosofi (freemansory).
Pantauan BandungBergerak.id, Selasa, 5 Maret 2024, saat ini bangunan gereja bergaya arsitektur romantik ini sedang direnovasi. Dinding-dinding gereja yang didesain arsitek Ghijsels ini sudah dipasang tiang-tiang beton dan rangka besi. Tampak cukup besar perombakan yang akan dilakukan.
Namun bangunan asli bagian luar yang berbentuk segitiga masih tetap dipertahankan. Masih terlihat tulisan “ST Albanus Gereja Katolik Bebas”. Penjagaan cukup ketat dilakukan oleh para petugas. Sekeliling bangunan dipagari pagar seng tinggi.
Di sana juga terdapat plang dari Pemerintah Kota Bandung: Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dengan nomor SK-PBG-327309-12072022-001, tanggal 12 Juli 2022, jumlah 6 LT, klarifikasi bangunan tidak sederhana berlokasi di Jalan Banda No.26 RT 003 RW 006, Kel/Desa Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.
Penjaga Gereja Katolik Bebas St Albanus, Ace menuturkan, gereja yang lama terbengkalai tersebut memang sedang direnovasi dan mengalami penambahan gedung. Pembangunan dilakukan oleh pihak gereja sendiri.
”Kita renovasi, jadi bukan dibongkar. Tidak ada pembongkaran. Kita hanya menambah bangunan baru ditambah lagi, tidak ada perubahan,” jelas Ace, saat ditemui BandungBergerak.id.
Gereja Katolik Bebas St Albanus merupakan cagar budaya yang dilindungi. Proses renovasi telah melalui kajian. “Kalau bangunan tetap, kita baruin lagi dari kusen dan segala macam,” tutur Ace.
Isu pembongkaran Gereja Katolik Bebas St Albanus sempat ramai di media sosial. Warganet khususnya pecinta sejarah menyayangkan pembongkaran sebagian dari bangunan bersejarah ini.
“Sedih mendengar kabar bahwa bangunan Gereja Katolik Baru Albanus, yang digunakan untuk perkumpulan Teosofi Bandung pada zaman Belanda saat ini tengah mengalami pembongkaran sebagian,” tulis komunitas sejarah Sahabat Heritage Indonesia.
“Padahal, sesuai Perda Cagar Budaya, bangunan ini termasuk ke dalam kelas A yang artinya tidak boleh diubah fisiknya, apapun yang terjadi kami harap bangunan yang berdiri sejak 1918 dan sarat akan nilai sejarah ini bisa terus dipertahanakan sebagai salah satu kekayaan heritage di Kota Bandung tercinta,” lanjut Sahabat Heritage Indonesia di Instagram.
Penjelasan dari Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung dan Bandung Heritage
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Bandung David Bambang Soediono menyebutkan proyek renovasi Gereja Katolik Bebas Albanus telah melewati prosedur semestinya. Pemulihan gedung dilakuakan tanpa menyentuh sedikit pun bangunan cagar budayanya.
"Proyek ini sudah menempuh seluruh prosedur yang disyaratkan untuk melestarikan bangunan cagar budaya," jelas David, kepada BandungBergerak.id.
Menurutnya, proyek pemugaran gereja bagian dari pelestarian bangunan cagar budaya, sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. "Yang jelas peruntukannya tetap sebagai sarana ibadah dan sesuai dengan Perda Rencana Detail Tata Ruang yang ada itu," terang David.
Renovasi gedung Gereja Katolik Bebas Albanus wajar saja menuai reaksi masyarakat pecinta sejarah. Sebab, sejauh ini penjelasan resmi tentang revitalisasi gedung dinilai kurang. Sehingga publik bertanya-tanya.
Ketua Bandung Heritage Aji Bimarsono menuturkan, diperlukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pemugaran gedung sejarah ini. “Sering kita sulit membedakan antara dihancurkan dan direnovasi, perlu sosialisasi lebih luas. Bagaimana mekanisme atau teknis bangunan sedang dilestarikan, atau sedang dibongkar kita benar-benar konsen perhatian,” tutur Aji, saat dihubungi BandungBergerak.id.
Memang Gereja Katolik Bebas St Albanus telah melewati proses kajian dan sidang Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Dinas Kebudayaan dan Parawisata (Disbudpar) Kota Bandung. Namun, menurut Aji sering kali proses kajian tidak terkontrol kelanjutannya.
"Kondisi sekarang serba susah. Saya pribadi pernah terlibat sidang TACB, sering kali setelah sidang kita, tidak pernah kontrol kelanjutan setelah sidang itu. Kalau kita sudah di sidang, direkomendasikan, tapi pelaksanaannya tidak sesuai," jelas Aji.
Aji juga mengatakan, proses pengawalan di lapangan tidak tepat disebab kurangnya aparatur dalam menegakkan pengawasan. "Balik lagi komitmen pemerintah dalam pelestarian, Bandung dalam kondisi krisis, kita sering agak susah siapa yang harus ditanya. Mereka selalu mengeluhkan kekurangan aparat tidak bisa melaksanakan pengawasan dan mengawal kembali," ungkap Aji.
Baca Juga: Bukti-bukti Sejarah Menguatkan Stasiun Cicalengka adalah Cagar Budaya
Cagar Budaya Rumah Potong Hewan Bandung Terancam Proyek Jalan Layang Ciroyom
Menyelamatkan yang Hilang di Kota Tua Bandung
Freemansory di Balik Gereja Katolik Bebas St Albanus
Gereja Katolik Bebas St Albanus didesain oleh arsitek ternama Belanda Ir. F.J.L Ghijsels yang diminta oleh tokoh teosofi Hindia Belanda Van Der Ley. Waktu itu, gerakan teosofi membutuhkan markas di Bandung. Maka dipilihlah lokasi di Jalan Bandastreet (Jalan Banda) pada tahun 1917.
Ryzki Wiryawan dalam buku Okultisme di Bandoeng Doeloe: Menelusuri Jejak Gerakan Teosofi dan Freemansory (2014) menjelaskan, arsitek Ghijsels pun menyetuju permintaan Van Der Ley. Dia mulai bekerja mendesain gereja pada tahun 1919.
“Bangunan indah tersebut rampung satu tahun kemudian. Sebuah bangunan dengan desain sederhana tanpa jendela di depan, menegaskan kesan misterius, hingga dijuluki masyarakat sebagai ‘Gedong Setan’. Bangunan ini digunakan sebagai markas Teosofi Bandung hingga tahun 1930, karena setelah itu mereka pindah ke satu bangunan di Olcottpark Bandung,” tulis Ryzki Wiryawan.
Markas teosofi tersebut menarik perhatian sejak dari wajah bangunannya yang bertuliskan “Gereja Katolik Bebas St. Albanus”. Ryzki menjelaskan, terdapat hubungan antara Katolik Bebas dan teosofi Hindia Belanda.
“Hubungan gerakan teosofi Belanda dengan Vrije Kathokieje Kerk (VKK) atau Gereja Katolik Bebas dimulai ketika tahun 1926 seorang tokoh teosofi Hindia Belanda bernana Jr.van Mazel membuka Gereja VKK di Welterveden, Batavia. Sebelumnya hubungan erat telah ditunjukkan lewat kenyataan bahwa tokoh utama teosofi seperti C.W Leadbeater dan Arundale merupakan bekas uskup VKK,” jelas Rzyki.
Di Hindia Belanda, lanjut Ryzki, hampir semua dari keseluruhan orang Belanda yang tergabung dengan gerakan teosofi menggandakan keanggotaannya dengan VKK. Hal itu lumrah karena VKK diakui sebagai salah satu Verwante Beweingen atau gerakan yang berafiliasi secara resmi dengan perkumpulan teosofi Hindia Belanda.
Vrije Kathokieje Kerk didirikan oleh J.I. Wedgwood tahun 1904 di Inggris. Wedgwood adalah mantan unskup Anglikan yang menggabungkan diri dengan gerakan teosofi yang tengah berkembang pesat kala itu. Organisasi ini bersifat otonom, dipimpin oleh sebuah dewan Sinode keuskupan Umum/General Episcopal Synod yang bertemu setiap tiga tahun sekali.
Kata “Katolik” dalam gereja Katolik bebas ini tidak memiliki hubungan dengan Gereja Katolik Roma. Rzyki mengutip buku Theosofie en de Theospfosche Vereeniging yang menyatakan bahwa geraja ini independen. “VKK merupakan organisasi independen dan otonom; bukan Katolik Roma, bukan Protestan, namun Katolik,” jelasnya.
Menurut Ryzki, kata “bebas” merujuk pada kebebasan jemaahnya untuk sebebas mungkin menafsirkan kitab suci, kredo, dan liturgi serta menyesuaikan dengan ilmu pengetahuan.
Gereja Katolik Bebas St Albanus menjadi markas teosofi pada tahun 1930 dan kemudian pindah ke Olcottpark. Pemilihan nama Gereja VKK Albanus merujuk kepada tokoh bernama Alban yang hidup abad ke-3 Masehi dan dikenal sebagai martir Kristen pertama di Inggris. “Alban merupakan tokoh favorit bagi aliran Gereja Katolik Bebas,” terang Ryzki.
*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Bangunan Cagar Budaya