• Opini
  • Surat Buat Mbak K

Surat Buat Mbak K

Ini terkait femisida yang belakangan ramai di media massa. Kamu pasti sudah tahu kan?

Tofan Aditya

Pengelola Komunitas dan Program BandungBergerak.id, dapat dihubungi di [email protected]

Ilustrasi. Diskriminasi terhadap minoritas gender kerap terjadi di Indonesia. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id).

9 Oktober 2024


BandungBergerak.id – Halo Mbak K, ada rencana ke mana Malam Jumat ini?

Kamu jangan ke-geer-an. Aku enggak ada maksud sama sekali buat ngajak kamu nge-date, lebih-lebih jadiin kamu pacar. Itu cuman pertanyaan basa-basi, khas orang Indonesia. Ya, meskipun aku jomblo sih, tapi cukup sadar diri.

Soalnya, cinta beda agama aja repotnya minta ampun. Dari urusan penerimaan keluarga, jadi omongan tetangga, sampai ribetnya birokrasi negara. Ribet semuanya. Belum lagi kalau beda alam. Di mana coba pesan katering buat makhluk gaib? Masa iya entar cuman disuguhin kopi item sama kretek aja. Dikira mau ngeronda lagi entar.

Belum lagi, Mbak ini kan ikon hantu Asia Tenggara. Sementara aku? Bukan apa-apa. Bukan siapa-siapa.

Lagian kalau Mbak jadian sama aku, kasian juga Mas Poci. Nanti cintanya bertepuk sebelah alias enggak berbalas. Waduh, keceplosan kan jadinya! Plis, jangan bilang-bilang ke Mas Poci ya Mbak. Ngeri juga kalau aku digentayangin dia. Hih, serem!

Lho, kok malah ngalor-ngidul ngebahas cinta sih. Bukan ini yang mau aku tulis, Mbak!

Mari kita balik lagi ke pertanyaan awal. Sebenarnya, aku sudah tahu kok jawabanmu, Mbak. Kalau enggak di pohon beringin, pasti di pohon asem, ya kan? Itu sudah jadi rahasia umum di kalangan penikmat cerita horor. Saranku biar gak suntuk, sekali-kali coba deh healing ke tempat-tempat yang asyik gitu. Orchid Forest Cikole, misalnya. Aku dapat informasi dari TikTok katanya di sana ada tempat ngopi yang aesthetic.

Ya, walaupun, lagi-lagi, aku sudah tahu jawabannya: Mbak pasti enggak mau. Mbak pasti khawatir kalau nanti tiba-tiba nongol, orang-orang yang lagi bucin pada lari, begitu kan? Aku sudah menduga, Mbak ini memang dasarnya baik. Enggak mau merusak kebahagiaan orang lain.

Tapi, by the way anyway aku jadi kepikiran, kenapa ya masih banyak orang yang takut sama kamu, Mbak? Padahal aku yakin betul, 99% di antara mereka itu belum pernah bertemu kamu lho. Apa mungkin gara-gara bayangan orang-orang akan penampilanmu?

Ah, tapi kalau menurutku penampilanmu tidak buruk-buruk amat. Kain putih polos sedikit kumal dan kedodoran yang kamu kenakan adalah bukti kerja kerasmu. Sederhana sekali kalau dibandingkan dengan hantu-hantu impor yang pakai gaun atau jas. Rambutmu yang hitam panjang juga bagus kok, mirip Jisoo BLACKPINK. So, jangan merasa insecure!

Kalau ada yang bilang wajahmu pucat, biarkan saja. Apalagi kalau yang bilang itu laki-laki. Dikira perempuan tampil di hadapan publik buat mereka, kan enggak ya! Suka-suka Mbak dong harusnya mau pakai riasan atau enggak. Pokoknya, you are beautiful as you are deh, Mbak. We love you so much!

Baca Juga: Bukan Hanya Makan yang Dibutuhkan Perempuan
Perempuan-perempuan Pembela HAM dari Bandung Melawan Penggusuran
Menyoal Absennya Perlindungan Negara pada Perempuan Pekerja sekaligus Ibu Tunggal, Potret Perempuan dalam Film Mai

Perempuan

Alih-alih melihat penampilanmu, orang-orang harusnya melihat keterampilan yang kamu punya. Skill-mu keren enggak ada lawan. Sakti sekali pokoknya. Kamu enggak perlu sapu buat terbang kayak Nenek Sihir. Kamu juga bisa memindahkan barang tanpa menyentuhnya seperti Wanda Vision. Terus di era 4.0 ini kamu juga sudah makin upgrade. Sekarang katanya kamu sudah bisa mematikan koneksi internet dan bikin order fiktif ojek online ya? Luar biasa! Sejuta jempol buat kamu yang ternyata enggak ketinggalan teknologi.

Atau mungkin orang-orang takut karena karaktermu? Kepribadianmu?

Kalau ini bisa jadi sih. Soalnya, di dunia yang patriarki dan misogini begini, perempuan memang dituntut taat pada posisi, batas, dan aturan yang ada. Perempuan harus rapi. Perempuan harus patuh. Perempuan tidak boleh kasar. Perempuan tidak boleh keluar malam. Perempuan tidak boleh tertawa keras. Perempuan tidak boleh naik pohon. Dan lain-dan lain sebagainya.

Dulu aku sempat baca penelitiannya. Kalau enggak salah judul bukunya The Monstrous-Feminine: Film, Feminism, Psychoanalysis (1993). Barbara Creed, si penulis dan peneliti, menjelaskan bahwa ketakutan terhadap hantu perempuan muncul gara-gara perempuan hadir sebagai gangguan identitas, sistem, dan tatanan yang ada.

Padahal, kamu kan hadir untuk membalas dendam terhadap orang-orang yang jahat padamu. Itu aku simpulkan sehabis menonton beberapa film yang diperankan oleh dirimu. Dari yang aku dapati, setidaknya ada dua penyebab kematianmu: laki-laki cabul dan kelalaian negara.

Untuk penyebab pertama, itu paling sering terjadi dalam film-film yang kamu perankan. Aku mendukung perjuanganmu melawan mereka yang ikut andil dalam kematianmu. Kita tidak boleh diam kalau ditindas. Nanti mereka makin-makin kalau dibiarkan. Mereka yang kurang ajar harus diberi pelajaran.

Tapi satu plot yang sering bikin aku jengkel adalah ketika bapak-bapak bersorban mulai muncul di ending film. Ya, bapak-bapak yang sok jago itu loh. Aneh banget mereka, kok malah ngusir kamu. Dasar si paling protagonis! Padahal kan yang setan tuh laki-laki cabul. Kok malah kamu yang dikasih baca-bacaan, kan harusnya si pelaku. Ya enggak sih?!

Nah kemudian untuk penyebab kedua, ini yang belum aku banyak lihat pembalasannya. Dalam beberapa film, kamu ditampilkan sebagai korban dari buruknya layanan fasilitas kesehatan yang disediakan negara. Misalnya, banyak kematianmu disebabkan gagalnya persalinan.

Ini bisa juga jadi saran sih buat teman-temanmu yang bekerja di industri layar kaca, coba deh bikin film yang menghantui negara gitu. Kamu bisa tuh menghantui Presiden, misalnya. Atau Menteri Kesehatan. Atau Luhut, kalau berani. Mungkin, hantu PKI bisa kamu ajak kerja sama untuk menghantui negara.

Femisida

Dan, ada satu lagi sebetulnya ingin aku bahas. Ini terkait femisida yang belakangan ramai di media massa. Kamu pasti sudah tahu kan? Itu loh, perempuan yang dibunuh karena dia perempuan. September lalu, setidaknya terjadi tiga kasus: terbunuhnya AA (13 tahun) di Sumatera Utara, NKS (18 tahun) di Sumatera Barat, dan SO (21 tahun) di Bandung.

Persoalan ini tidak bisa dianggap sepele. Merujuk data Komnas Perempuan, di tahun 2023 ditemukan 159 kasus femisida. Memang sih sih angka tersebut menurun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tapi aku yakin bukan karena kondisi yang membaik. Kamu tahu sendiri kinerja aparat penegak hukum kita seperti apa.

Oleh karenanya, aku berharap kamu, beserta kawan-kawan hantu yang lain, semakin gencar untuk terus bergentayangan. Lima tahun ke depan sangat mungkin kami, yang hidup di alam nyata dan bayang-bayang rezim, mendapati banyak pembungkaman untuk melawan. Kita harus berkolaborasi. Mesti melawan dengan segala macam cara, termasuk cara-cara supranatural.

Intinya aku ingin bilang: sekalipun sudah tiada, kehadiranmu masih sangat diperlukan untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan inklusif. Kamu berharga.

Kayaknya aku sudah cukup lelah buat menulis. Dan lagi, ada beberapa deadline yang harus diselesaikan. Sebagai penutup aku ingin berpesan: kalau kamu mendengar hal-hal buruk tentang kamu, cuekin saja. Enggak usah didengerin. Orang-orang tuh kadang suka sok tahu soal kamu, padahal mati saja belum. Kok berani-beraninya ngomentarin kamu!

Sip, begitu saja. Salam buat Sundel Bolong dan Suster Ngesot di kuburan.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Tofan Aditya, atau artikel-artikel lain tentang hak asasi manusia (HAM)

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//