• Berita
  • Diskusi “Jokowi and His Familys Disaster” di Monju dan UPI Urung Dilaksanakan dengan Dalih Perizinan, Bentuk Ketakutan Rezim Antikritik?

Diskusi “Jokowi and His Familys Disaster” di Monju dan UPI Urung Dilaksanakan dengan Dalih Perizinan, Bentuk Ketakutan Rezim Antikritik?

Pelarangan diskusi yang mengkritik pemerintah sebagai bentuk upaya negara dalam menyempitkan ruang-ruang publik masyarakat sipil.

Ilustrasi kebebasan pers dan kebebasan sipil, 2023. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau9 Oktober 2024


BandungBergerak.idDiskusi bertajuk “Jokowi and His Familys Disaster” yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Jawa Barat urung digelar di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monju), Jalan Dipati Ukur, Bandung, Senin malam, 7 Oktober 2024. Mahasiswa diminta membubarkan diri karena dianggap tidak mengantongi izin.

Koordinator BEM SI Jabar Arief Tegar Prawira menuturkan, diskusi yang mengkritik rezim Jokowi dijadwalkan di Monju pukul 17.00. Pemberitahuan kepada penjaga dan keamanan di Monju sudah dilakukan dua hari sebelum hari H.

Namun, ketika diskusi akan dimulai pukul 18.30 WIB, mahasiswa didatangi seseorang dari instansi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbagpol) Kota Bandung. Ia menanyakan seputar kegiatan dan perizinan.

“Oh ada acara ya mas di sini, sudah ada izin?” tutur Arief, menirukan ucapan orang dari Kesbangpol, kepada BandungBergerak melalui sambungan telepon, Rabu, 9 Oktober 2024.

“Kami memaknai itu sebagai miskomunikasi pada awalnya. Ya sudah akhirnya kita memutuskan pindah ke kampus UPI,” lanjut Arief.

Arief sudah menjelaskan bahwa pihaknya telah beberapa kali melakukan kegiatan di Monju tanpa harus mengurus administrasi dan perizinan. Namun, kali ini acara di Monju harus melalui perizinan.

Tak ingin berdebat panjang, mahasiswa akhirnya memutuskan pindah lokasi ke kampus UPI. Arief merasa, ada upaya pembungkaman terhadap kebebasan berdiskusi.

“Dan kalau ini upaya pemerintah untuk meredam dan membungkam upaya kami untuk berdiskusi, kami memaknai UPI tempat yang cocok. Tapi pindah di UPI kita mendapat hal serupa,” ungkap Arief.

Sempat Diizinkan di UPI

BEM SI Jabar kemudian berkoordinasi dengan BEM REMA UPI untuk memindahkan acara diskusi. BEM REMA UPI telah berkoordinasi dengan pihak keamanan kampus bahwa akan ada mahasiswa dari luar kampus yang akan menggelar diskusi di kawasan taman Isola UPI.

Semula pihak keamanan sudah mengizinkan. Namun, begitu alat propaganda poster dan spanduk diskusi dibentangkan, tinggal menunggu alat pengeras suara yang sedang dalam perjalanan, tiba-tiba mahasiswa didatangi oleh aparat keamanan kampus.

Lagi-lagi mahasiswa ditanya soal surat izin. Karena tidak mengantongi izin akhirnya diskusi ini tidak bisa digelar di kampus UPI. “Kaget juga kok baru pertama diskusi sampai dilarang, biasanya juga tanpa izin aman-aman aja,” ungkap Arief.

Mahasiswa sempat melakukan negosiasi agar diskusi bisa tetap digelar. Namun pihak keamanan kampus UPI, kata Arief, sempat menyebut-nyebut bahwa diskusi memerlukan izin dari polisi.

Arief kecewa dalih perizinan dipakai untuk membatasi kebebasan diskusi mahasiswa. Seharusnya UPI sebagai ruang akademik bisa menjadi ruang aman bagi mahasiswa untuk melakukan berbagai kegiatan akademik.

“Kami kecewa, maksudnya kampus sebagai laboratorium pengetahuan juga akhirnya membatasi ruang-ruang berdiskusi, ruang-ruang intelektual dan itu bisa sampai dibubarkan. Apalagi di luar ruang kampus, ini udah rasa-rasanya kita mirip di zaman Orde Baru aja. Apa mungkin ini Orde paling baru?” katanya.

Arief menambahkan, diskusi dengan tajuk “Jokowi and His Familys Disaster” digelar menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo. Dalam diskusi ini akan ada mimbar bebas, pembacaan puisi, dan refleksi.

“Kita haruslah tau atas dosa-dosanya yang menyebabkan kesengsaraan di negeri ini,” tulis BEM SI Jabar dalam postingan Instagram.

Menurut BEM SI Jabar, di balik kesengsaraan itu terdapat keluarga yang tersenyum gembira di atas tahta kekuasaannya. “Mereka seolah-olah buta atas apa yang terjadi di negeri ini, kemiskinan, ketimpangan sosial, masalah pangan, tempat tinggal, lingkungan alam, kebudayaan dan masih banyak lagi,” lanjut BEM SI Jabar.

Baca Juga:Laporan Situasi Kebebasan Pers Indonesia 2023 oleh AJI
Indeks Kebebasan Pers 2023 Turun: Kesejahteraan Jurnalis Bermasalah, Media Belum Ramah Disabilitas
Dewan Pers: RUU Penyiaran Upaya Kesekian Pemerintah dan DPR Menggembosi Kebebasan Pers

Negara Takut Dikritik

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Heri Pramono menyayangkan pembatalan diskusi yang dialami oleh BEM SI Jabar di Monju maupun di kampus UPI. Padahal menurutnya yang dilakukan mahasiswa hanya berdiskusi.

“Menurut kami, kampus sebenarnya menjadi tempat ruang aman untuk setiap narasi atau pemikiran itu bisa bebas. Tapi ini kampus, sudah menutup diri untuk diskusi,” kata Heri.

Heri menilai, pembubaran-pembubaran diskusi menjauhkan negeri ini dari makna demokrasi. Presiden Jokowi juga menurutnya beberapa kali mengungkapkan terbuka akan kritik. Namun, pada kenyataannya justru sebaliknya.

Menurut Heri, pembubaran diskusi menjadi alarm bahwa aparat penegak hukum ketakutan dan negara takut menghadapi kritik.

“Pembubaran diskusi ini, itu ketakutan dari aparat penegak hukum. Padahal ini hanya diskusi saja ya. Nggak ada dampak apa pun dan di ruang terbuka, dan kalau negara mau lihat, aparat keamanan ya tinggal lihat saja diskusinya,” katanya.

Lebih jauh, Heri melihat ada upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempersempit ruang-ruang publik. Ruang-ruang publik yang seharusnya milik masyarakat sipil untuk menyuarakan berpendapat dan ekspresinya namun ditakut-takuti dengan cara-cara represif. Heri khawatir ke depan penyempitan ruang-ruang publik ini akan menimbulkan gejolak.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Emi La Palau, atau tulisan-tulisan lain tentang Mahasiswa Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//