• Berita
  • Lakon Teater Aproksimasi, Potret Gaduh Kehidupan Urban

Lakon Teater Aproksimasi, Potret Gaduh Kehidupan Urban

Salah satu metafor urban yang paling menonjol dalam pertunjukan teater Aproksimasi adalah sepeda motor. Simbol bahwa manusia tak berhenti bergerak.

Pertunjukan teater dengan lakon Aproksimasi di ruang Studio Teater Institus Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Kamis, 10 September 2024. (Foto: Reihan Adilfhi Tafta Aunillah/BandungBergerak)

Penulis Reihan Adilfhi Tafta Aunillah 12 Oktober 2024


BandungBergerak.idSuara ketukan yang berulang-ulang diputar sampai semua penonton masuk dan duduk di tempat yang sudah disediakan di ruang Studio Teater Institus Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Kamis, 10 September 2024. Tak lama, musik bernuansa Timur Tengah masuk menggantikan suara ketukan tadi. Muncul beberapa orang berpakaian seperti seorang habib ke panggung teater.

Masing-masing dari mereka memegang cangkir berisi kopi di tangannya. Lalu mereka saling menyapa, bersalaman dan saling mencium tangan satu sama lain. Ada beberapa habib yang memberi kecupan ke tangan habib lainnya, ada juga yang mengecup sambil menunduk sampai tulang punggung mereka terlihat menonjol.

Tiba-tiba, musik berganti menjadi bernuansa pencak silat. Habib-habib tersebut tiba-tiba berubah menjadi sosok tak dikenal, menjadi tak mengenakan baju, hanya celana pendek saja. Mereka memukul-mukul beberapa sepeda motor yang ada dipanggung dengan kuda-kuda pencak silat. Musik berganti lagi menjadi suara knalpot sepeda motor. Masing-masing dari mereka menyalakan sepeda motor, lalu memutar-mutari panggung teater.

Tak hanya sampai di situ, para penonton dibuat terkejut lagi oleh 6 perempuan yang masuk ke dalam panggung teater. Perempuan-perempuan tersebut berpakaian seperti seorang biarawati dan mereka melafalkan beberapa kalimat seperti pujian-pujian dan doa-doa terhadap tuhannya, lalu mereka melafalkan kritik terhadap manusia sesamanya.

“Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan!,” teriak perempuan-perempuan itu mengulang-ngulang kalimat tersebut di sela-sela doa-doanya.

Setelah beberapa adegan-adegan lainnya, musik berganti lagi menjadi bernuansa India. Muncul beberapa orang yang berpakaian seperti biksu. Mereka memegang dupa di atas papan yang dipegang kedua tangan masing-masing, mereka berdoa, dan tiba-tiba suara burung gagak muncul dan mereka mengepakkan tangan mereka seolah-olah sayap.

Pertunjukkan diselesaikan dengan suara hujan dan geluduk sebagai latar suara dari pembacaan Surat Yasin, tarian tradisional, tarikan gas motor, dan segala hal yang bisa menimbulkan suara-suara untuk membuat semuanya seakan tak ada jeda dan celah untuk kesunyian.

Penyajian Metafora Urban dan Visual

Pertunjukkan teater di atas merupakan karya dari Benny Yohanes yang berjudul Aproksimasi. Pentas ini tidak menawarkan cerita, tetapi menyajikan adegan-adegan yang lebih bersifat metafora kinetik dan visual.

“Menghadirkan representasi benda dan metafor urban sebagai skeneri asosiatif, seperti motor, tubuh, dan bunyi. Benda dan motor disusun lebih sebagai kolase sejumlah fragmen,” tulis tim Teater Setelah Tatapan dalam teks pengantar mereka.

Selain itu, Benny Yohanes atau yang akrab disapa Benjon, menjelaskan bahwa kata “Aproksimasi” artinya adalah cara untuk mendekatkan sejumlah orang untuk berbagi gagasan dan pikiran. Dalam pertunjukkan ini juga, Benjon menekankan bahwa pesan dalam teater ini tidak disampaikan oleh pelaku teaternya, melainkan dibuat oleh penonton itu sendiri.

“Pesan itu sendiri di-create oleh para penonton karena pertunjukkan ini tidak menyampaikan cerita, tidak menyampaikan karakter, tapi sejumlah fragmen,” ujar Benjon saat wawancara dengan tim BandungBergerak.id.

Benjon juga menambahkan bahwa yang paling utama dalam pertujukan teater ini adalah penggunaan metafor-metafor urban. Hal tersebut bertujuan untuk memasuki persoalan-persoalan yang tak disadari oleh kebanyakan orang.

Baca Juga: Potret Kehidupan Kelas Proletar Lewat Teater Sektor Ketiga
Jejak Dosa di Ujung Malam Garapan Teater Lakon, Menggabungkan Seni Pertunjukan dan Film
Candu Teknologi dalam Pertunjukan Teater Drastis

Pertunjukan teater dengan lakon Aproksimasi di ruang Studio Teater Institus Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Kamis, 10 September 2024. (Foto: Reihan Adilfhi Tafta Aunillah/BandungBergerak)
Pertunjukan teater dengan lakon Aproksimasi di ruang Studio Teater Institus Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Kamis, 10 September 2024. (Foto: Reihan Adilfhi Tafta Aunillah/BandungBergerak)

Refleksi Diri dan Kehidupan Sosial

Salah satu metafor urban yang paling menonjol dalam pertunjukan teater Aproksimasi adalah sepeda motor. Kendaraan beroda dua tersebut ditampilkan di atas panggung dari awal sampai akhir petunjukan. Benjon sendiri meyampaikan bahwa penggunaan sepeda motor adalah sebagai salah satu simbol dari perilaku manusia yang terus-menerus tak berhenti bergerak.

“Kebanyakan tidak menyadari bahwa motor itu sekarang lebih organize. Perilaku kita itu cerminan dari kekuatan mekanik motor. Kita jarang mau berhenti, memberi jeda, untuk kesempatan-kesempatan di mana kita merenung. Konsep motor kan seperti itu, bergerak terus,” tegas Benjon.

Selain itu, ada juga Eka, mahasiswa ISBI jurusan teater sekaligus penonton pada pertunjukkan teater tersebut. Ia berpendapat bahwa fragmen-fragmen yang ada dalam pertunjukkan sebetulnya bisa disambungkan. Tidak terpisah satu sama lain.

“Pesan yang bisa ditangkap paling pentingnya tuh tentang manusia yang selalu menjauh dari kenikmatan yang sudah diberikan. Manusia memilih jalan berbedan dengan kenikmatan yang diberikan,” ujar Eka.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Reihan Adilfhi Tafta Aunillah, atau artikel-artikel lain tentang Pertunjukan Teater

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//