• Indonesia
  • Jurnalis Rakyat Indramayu Mengupas Dampak Merugikan PLTU Bagi Nelayan

Jurnalis Rakyat Indramayu Mengupas Dampak Merugikan PLTU Bagi Nelayan

Nelayan Indramayu mampu menangkap udang rebon hingga 1,5 kwintal per bulan. Namun, setelah PLTU beroperasi tangkapan menurun drastis.

Diskusi Publik tentang PLTU Indramayu yang digelar Jurnalis Rakyat Indramayu di Aula Pesantren Miftahul Huda, Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, 12 Oktober 2024. (Foto: Jurnalis Rakyat Indramayu)

Penulis Pahmi Novaris 14 Oktober 2024


BandungBergerak.idKehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu berdampak minor bagi nelayan. Tangkapan hasil laut yang mereka hasilkan berkurang signifikan karena pencemaran laut.

Fakta tersebut terungkap dalam Diskusi Publik “PLTU Indramayu: Ruang Aman atau Ancaman untuk Perempuan?" yang digelar Jurnalis Rakyat Indramayu di Aula Pesantren Miftahul Huda, Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, 12 Oktober 2024.

Diskusi ini menyuarakan kekhawatiran masyarakat terkait dampak negatif Proyek Strategis Nasional (PSN) khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terhadap lingkungan dan kehidupan sosial, terutama perempuan.

Indramayu merupakan kabupaten di Pantura Jabar, terkenal dengan sektor pertanian dan perikanan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah penduduk Kabupaten Indramayu mencapai sekitar 1,8 juta jiwa. Sebagian besar penduduknya bergantung pada sektor pertanian, perikanan, dan perdagangan. Kabupaten ini memiliki potensi perikanan yang kaya, hasil laut melimpah, udang, ikan, dan hasil laut lainnya.

Sebelum berdirinya PLTU I, nelayan di Indramayu mampu menangkap udang rebon hingga 1,5 kwintal per bulan. Namun, setelah PLTU beroperasi tangkapan menurun drastis, menyisakan tidak lebih dari 20 kilogram per bulan. Penurunan hasil tangkapan ini menjadi salah satu sorotan utama dalam diskusi yang dihadiri oleh sekitar 40 peserta dari berbagai kalangan, termasuk aktivis lingkungan, perempuan, dan masyarakat umum.

Kegiatan ini dibuka oleh Mistara (42 tahun), perwakilan dari Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (JATAYU). Mistara menceritakan bagaimana nelayan udang rebon kesulitan mendapatkan tangkapan setelah berdirinya PLTU di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra.

"Sebelum adanya PLTU1, udang yang didapat per bulan bisa mencapai 70 kilogram sampai 1,5 kwintal. Setelah PLTU 1 berdiri, udang yang didapat tidak sampai 20 kilogram per bulan," ungkap Mistara, seraya menambahkan bahwa musim udang rebon yang awalnya berlangsung sepanjang tahun kini hanya tersisa 1 sampai 3 bulan.

Narasumber lainnya, Zahra Amin, aktivis perempuan dari Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menekankan, pentingnya partisipasi perempuan dalam menyusun kebijakan dan memahami isu lingkungan. "Perempuan adalah orang yang paling rentan terdampak dari setiap proyek pembangunan," pungkasnya.

Ahmad Sayid Mukhlisin, aktivis lingkungan dan pemerhati proyek PLTU Sumuradem menegaskan, semua masyarakat terdampak PLTU. Proyek besar PLTU sering kali mengabaikan kebutuhan dan suara masyarakat lokal, terutama mereka yang paling rentan.

"Seluruh masyarakat secara umum turut terdampak dari proyek pemerintah yang diklaim sebagai Proyek Strategis Nasional," katanya.

Dari segi lingkungan, kualitas udara di sekitar PLTU mengalami penurunan. Data menunjukkan peningkatan konsentrasi partikel halus (PM2.5 dan PM10) yang dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Menurut laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Indramayu, pada tahun 2023, kualitas udara di sekitar PLTU tercatat melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kualitas air juga mengalami pencemaran akibat limbah dari PLTU. Penelitian menunjukkan penurunan kualitas air di sungai-sungai yang mengalir di sekitar daerah PLTU, yang berdampak pada kehidupan akuatik dan kesehatan masyarakat.

Nyai Novi Assirotun Nabawiyah, selaku pengasuh pondok pesantren Miftahul Huda mengatakan, diskusi publik ini sebagai edukasi terhadap masyarakat khususnya pesantren.

"Saya senang sekali dan berterima kasih kepada panitia karena kegiatan ini diadakan di pondok pesantren dan mengikutsertakan anak didik saya. Harapannya, kegiatan ini ada berkelanjutan, syukur-syukur ada aksi-aksi nyata," ujar Nyai.

Ia menekankan bahwa isu lingkungan adalah isu yang sangat relevan dan sering kali diabaikan dalam diskusi publik.

Diskusi Publik tentang PLTU Indramayu yang digelar Jurnalis Rakyat Indramayu di Aula Pesantren Miftahul Huda, Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, 12 Oktober 2024. (Foto: Jurnalis Rakyat Indramayu)
Diskusi Publik tentang PLTU Indramayu yang digelar Jurnalis Rakyat Indramayu di Aula Pesantren Miftahul Huda, Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, 12 Oktober 2024. (Foto: Jurnalis Rakyat Indramayu)

Diskusi ini diakhiri dengan rencana tindak lanjut yang akan melibatkan aksi nyata untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan dan dampak PLTU. Sarifah Mudaim, ketua pelaksana, menjelaskan bahwa kegiatan ini juga berfungsi sebagai ajang reuni bagi Jurnalis Rakyat Indramayu.

"Kegiatan ini sebagai ajang reuni jurnalis rakyat Indramayu untuk saling memotivasi dan produktif menulis di Tempo Witness," ujarnya.

Peserta diskusi sepakat untuk membentuk kelompok kerja yang akan fokus pada advokasi lingkungan dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait proyek-proyek strategis di wilayah mereka.

"Kami berharap suara masyarakat, terutama perempuan dan generasi muda, didengar dalam setiap kebijakan yang diambil," tambah Sarifah.

Kegiatan ini menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait berbagai proyek pembangunan yang berdampak pada kehidupan mereka. PLTU Indramayu menjadi contoh nyata bagaimana proyek strategis dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat lokal, terutama perempuan dan kelompok rentan lainnya. Melalui diskusi ini, diharapkan masyarakat Indramayu semakin sadar akan isu-isu lingkungan dan berani bersuara untuk memperjuangkan hak mereka.

Dengan dukungan dari berbagai organisasi lokal dan advokasi yang berkelanjutan, diharapkan akan ada perubahan positif yang dapat meminimalisir dampak negatif dari proyek seperti PLTU, serta mendorong pembangunan yang lebih berkelanjutan dan inklusif untuk semua.

Baca Juga: Kritik Walhi pada Proyek Strategis Nasional di Jawa Barat
Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land untuk Siapa?
Jangan Sampai PSN Lebih Besar Efek Buruknya bagi Warga

Indramayu, Hasil Laut, dan Masalah Kesehatan

Berdasarkan data BPS, sektor perikanan dan kelautan di Indramayu menyumbang kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah. Tahun 2022, produksi perikanan di Kabupaten Indramayu mencapai 54.000 ton, dengan kontribusi terbesar berasal dari perikanan tangkap dan budidaya.

Namun, dengan beroperasinya PLTU kondisi tersebut terancam. Penurunan hasil tangkapan nelayan mengindikasikan adanya dampak negatif yang jelas terhadap ekosistem lokal.

Dalam hal kesehatan, laporan dari Dinas Kesehatan mencatat peningkatan kasus penyakit pernapasan di masyarakat sekitar PLTU. Data menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir, terdapat peningkatan 15 persen kasus asma dan alergi di wilayah tersebut yang diduga berkaitan dengan polusi udara.

Selain itu, tingkat kemiskinan di Kabupaten Indramayu mencapai 10,5 persen pada tahun 2023, dengan banyak penduduk yang bergantung pada sumber daya laut dan pertanian. PLTU yang membawa perubahan pada ekosistem menciptakan ketidakpastian ekonomi bagi masyarakat yang sudah rentan.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Pahmi Novaris atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//