Lingkaran Setan Judi Online
Jawa Barat memiliki pelaku judi online dalam jumlah mencengangkan. Mereka terus didorong ke bawah garis kemiskinan.
Penulis Emi La Palau14 Oktober 2024
BandungBergerak.id - “Beberapa tahun ke belakang membuat aku merasa cukup dengan apa yang aku punya. Dari yang ibaratnya aku makan sehari sekali, berpuasa, makan garam, kemudian bisa sekarang makan tiga hari sekali, itu udah membuat aku merasa cukup,” ungkap Hasan, 24 tahun, bukan nama sebenarnya, kepada BandungBergerak.id, ditemui di Kota Bandung, Sabtu, 12 Oktober 2024 malam.
Hasan baru saja kembali ke Bandung, tepat sehari ia tiba, menggunakan kendaraan roda dua dari Bali. Ia memutuskan kembali pulang setelah 11 bulan bekerja sejak Desember 2023 lalu. Ia ingin lebih dekat dengan keluarganya di Bandung. Setelah utang-utang judi online yang dilakukan oleh sang ayah lunas terbayarkan.
Tahun 2020, selain tahun awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, tahun itu juga menjadi awal munculnya persoalan dalam keluarganya. Terutama masalah keuangan. Sang ayah, 62 tahun, terkena pemutusah hubungan kerja (PHK) dari tempatnya bekerja di salah satu pabrik teksil di Kota Bandung. Setelah kehilangan pekerjaan, sang ayah hanya diam di rumah, sembari mengelola usaha kelontongan yang dimiliki keluarganya, yakni usaha penjualan gas.
Mau tak mau, karena sang ayah terkena phk, Hasan harus kembali bekerja untuk membantu biaya hidup keluarga. Dari biaya hidup untuk kebutuhan sehari-hari, kebutuhan sang adik perempuan yang saat itu sedang mengenyam pendidikan sekolah menengah atas di salah satu sekolah keagamaan di Jawa Timur. Biaya per semester sekolah sang adik sebesar 7 juta rupiah, ditambah biaya bulanan sekitar 1 juta rupiah. Ditambah, Hasan juga harus pelan-pelan mencicil utang piutang sang ayah.
Penghasilan dari hasil jualan kelontong gas tak seberapa, ditambah usaha mereka di tahun itu mulai tersendat. Modal yang ada justru terpakai untuk kebutuhan lainnya. Semakin hari, kondisi keungan keluarga makin sulit, utang semakin membengkak.
Perlahan ia tahu bahwa kondisi tersebut disebabkan akibat sang ayah terseret lingkaran setan judi online. Sang ayah ketagihan bermain judi online. Uang-uang yang ada, dan juga uang pinjaman baik dari bank, dan dari kerabat juga teman-teman, habis digunakan untuk bermain judi online.
Total hutang yang dimiliki keluarga Hasan akibat judi online yang dilakukan sang ayah sebesar 205.101.197 juta rupiah. Dengan rincian utang sang ayah sebesar 137.999.706 juta rupiah, ditambah hutang Hasan yang terpaksa ia lakukan untuk menutupi biaya hidup, biaya pendidikan adik perempuannya, dan membayar hutang-hutang sang ayah, sebesar 67.101.491 juta rupiah. Ia dapatkan dari pinjaman online, dan juga berhutang ke beberapa teman.
“Karena saat itu pengeluaran yang keluar tuh benar benar besar dibandingkan pemasukan. Jadi di setiap bulannya pun terhitung kami minus. Jadi setiap bulan tuh harus minjem lagi minjem lagi,” ungkapnya.
“Bahkan aku pun ada beberapa pinjaman online, dari situ. Karena mau tidak mau saat itu keluarga sudah banyak yang kapok karena emang tidak terbayarkan juga,” sambung Hasan.
Berkali-kali mencoba mengkonfirmasi dan menanyakan dengan baik ke sang ayah, namun tiap kali sang ayah tak pernah memberi jawaban jujur, dan selalu berdalih uang tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan sekolah adik. Alasan yang sama digunakan ayahnya untuk meminjam uang kepada teman-teman dan kerabat.
Beberapa kali, Hasan kembali memberikan modal usaha agar usaha tetap berjalan, namun tak pernah berjalan. Sampai ia harus meminjam uang ke teman sebesar 15 juta rupiah untuk modal usaha. Sempat berjalan baik beberapa bulan, namun setelah ditinggal oleh Hasan, dan usaha dikelola kembali oleh sang ayah, kejadian sama terulang kembali. Usaha kembali tak berjalan, modal habis, barang habis, namun modal tak kembali.
“Cuman setelah aku ke bogor dan ini mulai dihandle oleh orang tua, mungkin ada rasa ingin ibaratnya kembali bermain lagi. Meskipun dia sudah berjanji, untuk tidak bermain,” ungkapnya. “Aku konfirmasi di tahun 2022. Aku menanyakan. Pertama-tama itu beliau tetap denial, tidak mengakui bahkan tidak jujur dan tidak mengakui sama sekali bahwa beliau melakukan hal tersebut (judi online).”
Gali Lubang tutup Lobang, Hingga Menjual Rumah
Hasan, adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adik perempuannya saat ini berusia 21 tahun dan telah berkuliah mengambil jurusan manajemen di salah satu kampus di Bandung dengan beasiswa penuh. Sang ibu telah meninggal dunia pada tahun 2018 akibat sakit lupus otak yang diderita. Sejak saat itu pula mereka hidup bertiga dengan sang ayah.
Sejak kepergian sang ibu, kondisi keuangan keluarga mulai goyah. Hasan, tak mengetahui detail pasti kapan ayahnya mulai bermain judi online. Namun, ia mulai merasa keuangan keluarga mulai goyah saat kepergian sang ibu.
Di tahun 2018 itu, karena pembukuan usaha tidak serapih saat dilakukan oleh ibunya, modal yang harusnya digunakan untuk diputar usaha malah terpakai untuk kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, mereka memutuskan untuk mengambil pinjaman bank sebesar 60 juta rupiah. Tujuannya untuk menambah usaha.
Karena mengambil kredit usaha rakyat (KUR), bunga yang dibayarkan cukup kecil, ketika itu harus dikembalikan sekitar 64 juta rupiah. Awalnya berjalan baik.
Pada tahun 2019, Hasan sempat mulai berkuliah di salah satu kampus swasta di Bandung, mengambil jurusan biologi. Namun, dua semester berjalan, tepatnya di tahun 2020, ketika sang ayah terkena PHK, mau tak mau, keuangan keluarga tak sanggup untuk membiayai kuliahnya, ditambah sang adik masih mengenyam pendidikan. Hasan akhirnya memutuskan untuk keluar dari kampus dan tak melanjutkan kuliah. Setelah keluar dari kampus, ia mulai bekerja.
“Putus kuliah di 2020. Fokus bekerja. Mulai tercicil hutang, tapi karena mungkin sifat menggebu-gebu ingin bermain (judi online) kembali di situ, somehow gak tahu kenapa hutang malah makin membesar,” ungkapnya.
Banyaknya peningkatan utang terjadi mulai dari tahun 2020, 2021 hingga 2022. Dari yang jutaan, sampai puluhan juta rupiah. Pada tahun 2020, karena utang bank sebelumnya belum terbayarkan, ia dan sang ayah berdiskusi untuk mengambil pinjaman bank kedua, sebesar 80 juta rupiah. Hasil diskusi, ia menyetujui pengambilan utang dengan sistem KUR kedua. Uang itu nantinya akan digunakan untuk membayar utang bank sebelumnya, dan sisanya digunakan untuk modal usaha kembali.
Namun, tanpa sepengetahuan Hasan, sang ayah ternyata mengambil pinjaman biasa ke bank dengan jaminan surat tanah milik kerabat ayah. Karena pinjaman biasa, dari 80 juta rupiah, harus dikembalikan sebesar 128 juta rupiah.
Sialnya, setelah mengambil pinjaman bank, pembayaran hanya bisa dilakukan selama tiga bulan awal, setelahnya ia dan keluarga kesulitan untuk membayar. Usaha tak berjalan lancar, modal habis terpakai. Hasan sampai kebingungan. Uang-uang yang ada digunakan untuk apa.
“Sebelum beliau jujur aku kan sudah ada bukti beberapa history itu, kemudian aku tunjukan, bukti bukti yang aku miliki. Dari situ dia mulai jujur, bahwa uang yang kemarin-kemarin itu terpakai untuk judi,” ungkapnya.
Mau tak mau, Hasan harus berusaha menambah income atau pendapatan sebanyak-banyaknya untuk membayar utang-utang sang ayah, juga membiayai pendidikan sang adik, sekaligus biaya hidup sehari-hari. Ia mulai bekerja kesana kemari, sepulang kerja ia mencari tambahan dengan ojek online. Juga mengerjakan pekerjaan freelance, dan bekerja apapun, asal menambah pemasukan.
Karena, Hasan sempat mempelajari cara untuk melunasi utang, salah satunya menambah pendapatan. Cara pertama tak berhasil, cara kedua, yakni menjual aset. Ketika itu ada dua motor miliknya, motor Beat 2012 dijual seharga 6 juta rupiah dan motor Varionya sebesar 4,5 juta rupiah. Selama sebulan, ia harus berangkat dan pulang kerja dengan berjalan kaki. Atau menumpang pada teman.
Di tahun 2022, Hasan terpaksa harus menggunakan pinajam online (pinjol) atas nama pribadi. Total utang pinjol Hasan sejumlah 67 juta rupiah dengan kondisi gagal bayar kala itu. Kemudian, setelah mendapat tawaran kerja di Bogor, dengan gaji yang lebih besar saat itu, sebesar 4,1 juta rupiah, Hasan akhirnya memutuskan untuk merantau ke Bogor selama 9 bulan.
Selama bekerja, ia kerap makan sehari sekali, sering berpuasa, juga makan nasi dan garam. Terkadang ia hanya beli satu bungkus nugget untuk dimakan satu bulan. Kondisi itu berjalan cukup lama. Namun, utang-utang tak terbayarkan.
Akhirnya, ia memutuskan untuk memberi tahu kondisi keungan keluarga kepada sang adik dan juga sekaligus meminta sang ayah untuk berhenti berjudi. Setelah berdiskusi, mau tak mau untuk memulai kembali kehidupan mereka, utang piutang harus terlunasi. Disepakatilah untuk menjual rumah peninggalan sang ibu. Yang seharusnya diperuntukkan untuk Hasan dan sang adik.
“Mulai pembicaraan penjualan rumah yang dimiliki, dengan persetujuan aku dan adik. Aku bilang bahwa tidak apa-apa untuk memulai kembali dari awal, gak apa-apa kita hidup ngontrak, ngak apa-apa kita jelek di mata tetangga, di mata sodara,” ungkapnya.
Di tahun 2023, tiga bulan setelah rumah diiklankan, terjual seharga 250 juta rupiah. Uang itu akhirnya digunakan untuk membayar total hutang sang ayah dan Hasan dengan total 205 juta rupiah. Sisanya, digunakan untuk biaya kontrak rumah. Dan membuka kembali usaha.
Kini Hasan dan keluarga mengtrak tak jauh dari bekas rumah mereka di kawasan Buah Batu, Kota Bandung, dengan biaya kontrak perbulan 1,1 juta rupiah. Dengan ukuran satu buah kamar, dapur, dan ruang tengah. Ia juga menyewa kios dengan ukuran 3x 3 meter tak jauh dari bekas rumah mereka dengan biaya sewa sebesar 500 ribu rupiah perbulan. Usaha kini dikelola oleh sang adik.
Mereka memulai kembali hidup dari awal. Dari nol kembali. Dan sang ayah benar-benar telah berhenti bermain judi online.
“Mungkin ada kelemahan seorang ayah ya terhadap putri dia satu-satunya juga, barulah dia mau terbuka, mau berhenti saat itu,” ungkapnya.
Setelah hutang piutang lunas, Hasan akhirnya merantau ke Bali pada Desember 2023, karena mendapat tawaran kerja di bidang pariwisata dengan gaji sebear 7-8 juta rupiah. Setelah 11 bulan bekerja, ia akhirnya memutuskan kembali ke Bandung, untuk lebih dekat dengan keluarga. Kini ia mulai bekerja di posisi barunya pada posisi kepala divisi di bidang pariwisata. Meskipun dengan biaya yang lebih kecil, sebsar 4,5 juta rupiah.
Baca Juga: Orang Bandung dalam Jeratan Judi Online
Cerita Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online
Tidak semua UMKM di Bandung mampu Jualan Online
Jabar Tertinggi Pemain Judi Online
Ayah Hasan menjadi salah satu dari pelaku judi online dari total 535.644 orang. Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jawa Barat memiliki jumlah pelaku judi online terbanyak dengan nilai transaksi sebesar 3,8 triliun rupiah.
Sementara itu, dampak judi online kepada keluarga Hasan tentu membuat status mereka yang tadinya kelas menengah turun menjadi miskin. Jika dilihat berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2024, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Kota Bandung mencapai 101,10 ribu orang (3,87 persen), berkurang sebanyak 1,70 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2023 yang sebanyak 102,80 ribu orang (3,96 persen).
Garis Kemiskinan (GK) Kota Bandung pada Maret 2024 sebesar 614.707 rupiah per kapita per bulan, terjadi peningkatan sebesar 23.583 rupiah dibandingkan GK pada Maret 2023 yang besarnya 591.124 rupiah.
Sementara itu, presentase penduduk miskin di Jawa Barat pada Maret 2024 sebesar 7,46 persen, menurun 0,16 persen poin terhadap Maret 2023, dan turun sebesar 0,52 persen poin terhadap September 2022.
Menanggapi tingginya judi online, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat edaran larangan judi online melalui surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 98/KPG.03.04/INSPT mengenai Larangan Judi Online dan Judi Konvensional, dikeluarkan tanggal 27 Juni 2024. SE itu disebarkan ke seluruh OPD, BUMD dan Pemda Kabupaten Kota se -Jabar.
"Pemdaprov Jabar dan Forkopimda Jabar semua berkomitmen untuk memberantas judi online dan judi konvensional di Jabar. Jadi tidak boleh ada ruang sama sekali," ungkap Herman Suryatman, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat dalam keterangan resmi.
Bagaimana Judi Online Menjerat Kelas Menengah
Pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ferry Hadiyanto mengungkapkan, melihat dampak judi online bisa dilihat dari dua pendekatan. Secara makro, kondisi perekenomian secara agregat dan kedua melihat individiu secara mikro. Jika dilihat secara menurutnya memang judi itu telah menjadi penyakit yang sudah ada sejak jaman dulu.
Selain itu, dasar permainan judi dibungkus dengan tema permainan. Yang sudah sangat lekat dengan masyarakat. baik secara tradional maupun menggunakan tekonologi. Secara teori, seseorang punya keinginan kaya dengan cara instan atau cepat.
“Jadi keingian untuk cepat kaya membuat seseorang itu akhirnya menemukan jalan pintas, yaitu judi,” ungkapnya kepada BandungBergerak.id melalui sambungan telepon.
Ferry menjelaskan, secara psikologis, tanpa disadari si penjudi akan melakukan hal tersebut tanpa melihat batasan, termasuk pendapatan dirinya sendiri, atau keluarganya, baik karena bekerja atau dari aset yang dimilikinya. Sehingga karena tidak lagi memandang adanya keterbatasan tersebut maka semuanya digunakan untuk dipenuhi.
“Itu lah yang membuat bahwa ada kaitan yang erat antara judi dengan kemiskinan, karena dia bisa menggerus kekayaannya yang dimiliki seseorang,” ungkapnya.
“Jadi secara mikro itu, karena kecenderungan orang itu pengin cepat kaya, lalu dia mencari jalan pintas lalu kemudian ia menggunakan secara untuk bisa mewujudkan hal tersebut.”
Jika dikaitkan dengan kemiskinan struktural, semakin miskin, keinginan untuk keluar dari jerat kemiskinan dan keingan untuk cepat kaya. Hal itu membuat kondisi yang membuat orang menjadi gambling.
Lingkaran Setan Judi Online
Ferry menjelaskan lingkaran setan judi online, pertama tentang teknologi. Teknologi itu bisa setiap waktu, setiap saat, konsepnya everytime, everywhere. Bahwa teknologi membuat aksesibilitas individu anytime anywhere dimanfaatkan betul oleh para pengelola judi.
Catatan lain, Ferr mengungkapkan bahwa si pengguna atau pelaku judi online pasti memiliki pendapatan tertentu atau misal masyarakat kelas menengah, yang bisa mengakses tekonologi, memiliki gawai, dan akses internet. Dalam artian sebenarnya judi online menunjukkan sebuah kondisi masyarakat menengah. Bukan masyarakat yang miskin atau berada di bawah garis kemiskinan.
“Pokonya judi online itu tidak menyasar ke orang yang sangat miskin. berbeda dengan konsep yang non online. Kalau judi yang non online kan secara fisik dia bisa bawah,” ungkapnya.
Faktor lainnya yakni tingkat literasi. Meskipun perkembangan teknologi begitu pesat, tapi tidak dibantu dengan literasi yang seimbang, sehingga masyarakat tidak mampu membedakan ini ada sebuah tipu daya permainan saja ataupun yang mengarah pada judi. Literasi itu termasuk dia memahami aplikasi-aplikasi dan lainnya.
Selain itu, Ferry mengungkapkan bahwa jika dilihat dari aspek teknologi, judi online tidak bisa ditahan. Jadi jangankan judi online, haker membobol situs-situs negara atau situs bank saja sudah banyak kejadian. Sehingga perlu penguatan dari segi penegak hukum. Karena, jika berbicara pemanfaatan teknologi untuk kriminalitas, pasti penjahat itu paling terdepan dari penegak hukum.
Menurutnya, pemberantasan judi online tidak semata-mata pertanggung jawaban dibebankan secara masif kepada satu instansi saja. Mesti dilakukan sinergitas antar instansi dan stakeholder.
“Maka menurut saya itu jangan semata-mata pertanggung jawaban itu dibebankan secara masive kepada kementria Kominfo. enggak bisa kaya gitu,” ungkapnya.
“Yang paling penting tadi, pendekatan judi itu kan berasal dari mentalitas. Jadi mentalitas itu yang sebenarnya harus dirubah. Mindset itu harus dirubah, bahwa judi itu bukan permainan, judi itu adalah bukan game.”
Sehingga perlu ada sinergitas dari setiap lembaga pemerintahan, baik dari sisi agama, kementerian agama, misal mengeluarkan fatwa judi haram. kemudian dari sisi literasi dan pendidikan, Kemendikbud dapat ikut andil. Dan dari sisi penegakan hukum yang harus dipertegas.
Namun, untuk jangka pendek, Ferry mengungkapkan bahwa kejaksaan harus menetapkan seseorang pengedar atau penyelenggara judi online dengan pasal berlapis. Sehingga hukumannya bisa lebih dari 20 tahun, agar membuat efek jera.
“Ya karena korbanya orang miskin. jadi mungkin harus mengambil peran penting itu pemerintah. karen korbannya orang miskin.”
Sementara di tingkat nasiolanal Kementerian Komunikasi dan Informatika terus meningkatkan upaya pemberantasan judi online. Sejak 17 Juli 2023 hingga 17 September 2024, Kementerian Kominfo telah memutus akses 3.383.000 konten perjudian guna menciptakan ruang digital yang aman dan bersih dari praktik ilegal.
“Target kami meminimalisir seluruh praktik perjudian online di Indonesia. Utamanya, bagaimana negara hadir untuk melindungi rakyat kecil dari penyakit, wabah, atau penipuan, yang namanya judi online karena itu tanggung jawab kita,” tegas Menkominfo Budi Arie Setiadi di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Rabu (18/09/2024) dalam keterangan resminya.
Menteri Budi Arie menyatakan telah mengajukan pemblokiran 573 akun e-wallet terkait judi online kepada Bank Indonesia serta menangani 29.000 lebih sisipan halaman judi pada situs lembaga pemerintahan dan pendidikan.
Sebagai bagian dari langkah preventif, Kominfo juga mengajukan 20.842 kata kunci terkait judi online kepada Google sejak 7 november 2023 hingga 8 Agustus 2024 dan 5.173 kata kunci kepada Meta sejak 15 Desember 2023 hingga 8 Agustus 2024 untuk memblokir akses konten terkait.
Kementerian Kominfo terus meningkatkan upaya pemberantasan judi online dengan berbagai langkah strategis. Salah satunya pemberian peringatan kepada platform untuk mengendalikan Domain Name System (DNS) publik yang menjadi celah akses judi online serta pemutusan akses IP address yang masuk dalam daftar blacklist.
“Selain itu, kebijakan pemutusan Network Access Point (NAP) dari negara seperti Kamboja dan Filipina juga diperkuat, serta pemblokiran VPN gratis yang digunakan untuk mengakses situs judi,” ujar Menkominfo.
Untuk memperkuat penegakan, Kementerian Kominfo juga mengeluarkan perintah audit terhadap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang berpotensi digunakan untuk aktivitas judi online, khususnya di sektor keuangan. Jika ditemukan pelanggaran, tanda daftar PSE dapat dicabut.
“Kominfo juga menetapkan kebijakan pembatasan transfer pulsa dengan maksimum Rp1 juta per hari untuk mencegah penyalahgunaan pulsa dalam transaksi judi online, serta meminta 11.693 PSE menandatangani pakta integritas untuk memastikan komitmen mereka,” tutur Menteri Budi Arie.
Kolaborasi lintas sektor menjadi prioritas, termasuk bekerja sama dengan 11 asosiasi dan perhimpunan dalam memperkuat pemberantasan judi online. Kementerian Kominfo juga menjalin koordinasi dengan asosiasi fintech seperti Aftech dan AFPI untuk melakukan pendataan terhadap fintech, khususnya pinjaman online, yang diduga digunakan dalam aktivitas perjudian.
Menkominfo menekankan perlindungan masyarakat terhadap judi online ini menjadi prioritas utama pemerintah. Selain melibatkan jumlah nilai ekonomi yang besar, juga memiliki daya rusak terhadap ekonomi negara.
“Judi online ini bisa menurunkan daya beli masyarakat, sehingga ekonomi kita tidak produktif. Uang rakyat diambil atau dipakai bukan ekonomi yang memiliki multiplier effect bagi pengembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” tandasnya.
Terobosan yang dilakukan Kementerian Kominfo untuk mencegah penyebaran judi online membuahkan hasil penurunan akses masyarakat pada situs judi online sebanyak 50%. Meski demikian, Menteri Budi Arie masih kurang puas karena capaian ini hanya setengah dari keseluruhan aktivitas transaksi judi online.
“Ini baru setengah aja ini. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Bulan Juli 2024, terjadi penurunan jumlah deposit masyarakat pada situs judi online sebesar Rp34,49 Triliun,” jelasnya.
Kementerian Kominfo juga terus mendorong edukasi masyarakat mengenai bahaya judi online melalui berbagai program literasi digital.
"Judi online ini adalah penipuan terbesar bagi rakyat Indonesia. Kami melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti mahasiswa, ibu-ibu, dan pemuda, untuk mengkampanyekan bahaya judi online,” tegas Menkominfo.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Emi La Palau, atau tulisan-tulisan lain tentang Judi Online