• Berita
  • Orang Bandung dalam Jeratan Judi Online

Orang Bandung dalam Jeratan Judi Online

Sebanyak yakni 535.000 warga Jawa Barat terpapar judi online dengan transaksi 3,8 triliun rupiah. Di Bandung, praktik judi online dilakukan orang-orang muda.

Ilustrasi dunia digital dan pengaruh media sosial. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana8 Juli 2024


BandungBergerak.idPusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan, Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang banyak mengakses judi online. Di Bandung, sebuah penelitian menyebutkan judi online tidak hanya mengancam masyarakat umum melainkan juga orang-orang muda maupun remaja.

"Jabar salah satu provinsi yang terpapar judi online cukup besar, yakni 535.000 yang terpapar (masyarakat) dengan transaksi 3,8 triliun (rupiah)," ungkap Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman, mengungkap kabar miring dari PPATK, dikutip dari keterangan resmi, Minggu, 7 Juli 2024.

Kasus judi online memang mengkhawatirkan. Perputaran uangnya sangat fantastis dan terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Secara nasional, PPATK mengakumulasikan transaksi judi online sejak awal 2023 hingga September 2023 sebesar 200 triliun rupiah.

Sejak PPATK berdiri pada 2017, transaksi judi online cenderung meningkat tiap tahunnya dengan jumlah total transaksi yang dianalisis lebih dari 155 triliun rupiah. Upaya pemberantasan judi online seperti angin lalu, terlebih sudah lama beredar isu keterlibatan aparat penegak hukum yang melanggengkan perjudian. Pada 2022 lalu, muncul isu Konsorsium 303 atau perlindungan judi online yang dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo. Isu konsorsium merebak setelah pembunuhan terhadap Brigadir Joshua Hutabarat mencuat.

Secara normatif, Indonesia sebenarnya memiliki Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, disertai Peraturan Pemerintah (PP) No 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan penertiban perjudian. Termasuk dalam konteks ini terkait marak berkembangnya judi online, dimana pada Pasal 27 ayat (2) UU ITE juncto Pasal 45 ayat (2) UU 19/2016 yang menerangkan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian, dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

“Artinya, tindak pidana terhadap perjudian baik konvensional maupun judi online termasuk dalam jerat pidana yang dapat ditertibkan oleh penegak hukum,” tegas pakar hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Satria Unggul Wicaksana, dalam laman resmi. 

Satria menambahkan momentum membereskan “konsorsium 303” harus didukung politik hukum yang kuat, baik dari Kapolri, Kejaksaan Agung, hingga Menteri Politik Hukum & Keamanan (Menkopolhukam) untuk memberantas, hingga ke akar-akarnya, dengan prinsip imparsialitas dan kesamaan di hadapan hukum.

“Termasuk, melibatkan PPATK, BPK, maupun BPKP untuk mengidentifikasi aliran dana dari pengelolaan bisnis illegal tersebut yang menghampiri berbagai orang penting dan oknum penegak hukum yang akan menghambat proses pemberantasan kejahatan terorganisis tersebut,” tutup Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) UM Surabaya.

Baca Juga: Tidak Ada Urgensinya Legalisasi Perjudian di Indonesia
Aliansi Mahasiswa Jawa Barat Menyatakan Indonesia Semrawut, Bandung Kusut
Kemiskinan Mendorong Warga Jawa Barat Meminjam Uang ke Pinjol

Judi Online Menjerat Orang Muda Bandung

Dari sisi teknologi, pemberantasan judi online susah dilakukan. Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memutus akses ke 499.645 konten perjudian di berbagai platform digital sejak 2018 hingga Mei 2021. Namun aplikasi judi online terus bermunculan dengan nama yang berbeda, meski aksesnya telah diputus.

Di masyarakat, judi online justru semakin marak. Fenomena ini mengundang perhatian Dinie Anggraeni Dewi, Raisan Ihsanudin, dan Muhammad Irfan Adriansyah dari Fakultas ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung untuk melakukan analisis pada praktik perjudian yang dilakukan orang muda dan remaja di Bandung.

Dalam penelitian berjudul “Judi Online di Kalangan Remaja Kelurahan Derwati Kecamatan Rancsari Kota Bandung” yang terbit di Jurnal Cerdik: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Dinie dkk menganalisa beberapa faktor penyebab maraknya judi online di kalangan orang muda.

Di masa pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu, maraknya judi online didorong faktor ekonomi. “Banyak orang yang kehilangan pekerjaan atau penghasilan dan mencari cara cepat untuk mendapatkan uang dengan mudah,” tulis Dinie dkk, diakses dari jurnal, Senin, 8 Juli 2024.

Jenis judi online yang dimainkan orang Bandung beragam, mulai dari poker, slot, togel, casino, dan taruhan olahraga. Dinie dkk mencatat beberapa dampak judi online. Pertama, segi hukum, perjudian online adalah kegiatan yang melanggar hukum dan ditegaskan terlarang di Indonesia.

Kedua, segi kesehatan. Bermain judi online bisa menimbulkan adiksi dan kebiasaan buruk yang merugikan kesehatan jiwa juga perasaan pada seseorang. Orang yang terobsesi dengan judi online dimenghadapi dengan stres, ketakutan, kesedihan, masalah tidur, dan bahkan percobaan bunuh diri.

Ketiga, segi ekonomi. Judi online dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar dan berkepanjangan. Orang yang bermain judi online cenderung menghabiskan lebih banyak uang daripada yang mereka mampu, bahkan hingga mengalami kebangkrutan. Judi online juga dapat menyebabkan masalah utang, penipuan, pencucian uang, dan tindak kriminal lainnya yang berkaitan dengan uang.

Keempat, segi sosial. Judi online dapat menyebabkan isolasi sosial dan kerusakan hubungan dengan orangorang terdekat, seperti keluarga, teman, dan pasangan. Orang yang terlibat dalam judi online sering kali mengabaikan hubungan dan interaksi sosial yang penting dalam kehidupan. Judi online juga dapat merusak integritas dan moralitas individu, serta mendorong perilaku menyimpang dan antisosial.

“Teknologi menjadi penyebab utama berkembangnya perjudian online di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, perjudian online dapat berlangsung secara daring dan hanya memerlukan smartphone. Teknologi juga memudahkan masyarakat saat ini untuk mengakses perjudian online. Tarif deposit yang rendah atau sekitar 50.000 (rupiah) juga menarik minat para remaja untuk mencoba perjudian online,” terang Dinie dkk.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, perkembangan teknologi memang semakin canggih dam menjadi salah satu keuntungan yang dimanfaatkan oleh para pelaku untuk mengembangkan aksinya sekaligus menjauhkan hasil judi online agar tidak dapat terendus.

“Perjudian khususnya judi online menjadi marak karena besarnya demand pemain judi di masyarakat sehingga penyedia judi terus tumbuh dan dengan mudah berubah bentuk apabila operasi mereka terdeteksi oleh penegak hukum,” tegas Ivan, dari laman resmi.   

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut artikel-artikel lain tentang Bandung

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//