• Nusantara
  • Kemiskinan Mendorong Warga Jawa Barat Meminjam Uang ke Pinjol

Kemiskinan Mendorong Warga Jawa Barat Meminjam Uang ke Pinjol

Rendahnya literasi digital bukan satu-satunya faktor yang memicu terjadinya pinjaman online (pinjol) di masyarakat Jawa Barat.

Pilihan sejumlah aplikasi pengelolaan keuangan dalam gawai. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergeral.id)

Penulis Iman Herdiana5 September 2023


BandungBergerak.idRendahnya literasi digital memang memiliki kaitan erat dengan maraknya praktik pinjaman online (pinjol) di masyarakat Jawa Barat. Namun kemampuan literasi digital ini bukan faktor utama. Ada faktor lain yang mendorong masyarakat Jawa Barat meminjam uang ke pinjol, antara lain kebutuhan ekonomi atau kemiskinan

Meski demikian, dalam diskusi Festival Literasi Digital (Viral) yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat terungkap bahwa literasi digital seakan-akan menjadi faktor utama yang menyebabkan masyarakat mengakses layanan pinjol. 

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jabar Ika Mardiah mengatakan bahwa literasi digital tidak cuma menyoal kecakapan mengoperasikan gawai. Terdapat empat pilar literasi digital, yakni kemampuan, etika, budaya, dan keamanan digital yang perlu menjadi perhatian di era serba cepat saat ini. 

Sebagai contoh, kata Ika, sekarang praktik pengiriman pesan berbentuk tautan atau link sering terjadi. Hal ini mendorong pengguna gawai untuk langsung mengkliknya padahal bisa jadi isinya spam, phising, scam, dan lainnya. 

"Kemudian juga yang sekarang sedang marak dari sisi keamanan dan berbahaya bagi kita adalah tawaran-tawaran judi online, investasi online bodong, pinjol ilegal, yang sangat marak," tambah Ika Mardiah, dikutip dari siaran pers. 

Jawa Barat dengan Nasabah Pinjol Terbanyak 

Jawa Barat pernah tercatat sebagai daerah dengan jumlah nasabah pinjaman online (pinjol) terbesar di Indonesia. Peringkat ini bisa jadi terus bertahan hingga kini mengingat Jawa Barat termasuk provinsi dengan jumlah penduduk terbesar secara nasional, hampir mencapai 50 juta jiwa. 

Muhamad Beni dalam skripsi berjudul “Pinjaman Online Di Kalangan Masyarakat Kota Bandung” (FISIP Universitas Pasundan) memaparkan, pada Kuartal 1 2022 menunjukan bahwa wilayah Pulau Jawa memiliki jumlah nasabah pinjol terbanyak dibanding wilayah lain di Indonesia, yakni sebesar 4 juta nasabah tersebar di kawasan Jawa Barat khsusnya Kota Bandung, disusul DKI Jakarta sebesar 3,1 juta nasabah, dan Jawa Timur sebesar 1,6 juta nasabah. 

“Kota Bandung merupakan ibu kota dengan penduduk padat, sehingga tak jarang banyak masyarakat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tak hanya itu, sebagian masyarakat tentunya memiliki permasalahan ekonomi sehingga harus melakukan pinjam meminjam kepada orang lain, bahkan melakukan pinjaman online,” tulis Muhamad Beni, diakses Selasa (5/9/2023). 

Beni merinci faktor-faktor penyebab masyarakat terjerat pinjol, pertama karena memiliki utang ke pihak lain sehingga hasil pinjol dipakai untuk menutup utang tersebut; kedua karena pendapatan menengah ke bawah; ketiga karena dana cair pinjol lebih cepat; keempat untuk memenuhi gaya hidup; kelima untuk memenuhi kebut mendesak; keenam karena prilaku konsumtif; ketujuh untuk membeli gawai baru; kedelapan karena tekanan ekonomi; kesembilan untuk biaya sekolah; dan di urutan terakhir karena literasi keuangan rendah. 

Dengan demikian, literasi digital bukan satu-satunya faktor yang mendorong warga mengakses pinjol. Ada faktor-faktor lain yang lebih kompleks termasuk kondisi ekonomi atau kemiskinan. 

“Pinjam meminjam uang banyak diminati oleh pihak yang membutuhkan dana cepat atau pihak yang karena sesuatu hal tidak dapat diberikan pendanaan oleh industri jasa keuangan konvensional seperti perbankan, pasar modal, atau perusahaan pembiayaan. Bagi masyarakat yang kurang berkecukupan, mereka memilih pinjaman online sebagai biaya untuk menutup persoalan seperti tagihan listrik, pendidikan, rumah, bahkan gaya hidup,” tulis Beni. 

Menurut BPS Jabar, jumlah penduduk miskin Jawa Barat pada Maret 2022 sebesar 4,07 juta orang, naik 66,1 ribu orang terhadap jumlah penduduk miskin pada September 2021.  

Kendati demikian, BPS Jabar mencatat persentase penduduk miskin perkotaan di Jawa Barat pada Maret 2021 sebesar 7,82 persen, turun menjadi 7,57 persen pada Maret 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2021 sebesar 10,46 persen, turun menjadi 9,88 persen pada Maret. 2022. Angka-angka tersebut, meski naik turun, menunjukkan Jawa Barat memiliki masalah serius soal kemikinan.

Baca Juga: Akhir Tahun 2022 Warga Jawa Barat Bahagia? Mari Kita Tengok Angka Kemiskinannya
Ratusan Ribu Warga Jabar Mengalami Kemiskinan Ekstrem
HUT Jawa Barat, dari Masalah Pengangguran hingga Lingkungan Menjadi Sorotan

Daftar Pinjol Ilegal 

Pinjol mulai dikenal publik Indonesia sekitar tahun 2016. Kemunculan lembaga keuangan digital ini memang membantu masyarakat untuk mendapatkan akses keuangan dengan lebih mudah. Saat itu, pinjol lebih sering dipergunakan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang membutuhkan dukungan finansial bagi bisnisnya, tanpa harus menyerahkan jaminan atau agunan. 

Sebelum akrab dengan pinjol, masyarakat lebih dulu diperkenalkan dengan istilah financial technology (fintech), yakni jenis layanan keuangan dengan teknologi sebagai basis operasionalnya. Bila merujuk pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fintech adalah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. 

Di Indonesia, ada beberapa jenis perusahaan fintech mulai dari crowdfunding, microfinancing, digital payment system, peer to peer (P2P) lending dan juga aggregator. P2P lending adalah layanan pinjam-meminjan uang. Pada 2018, OJK mengumumkan bahwa ditemukan setidaknya ada 227 perusahaan startup P2P lending yang tidak terdaftar di OJK. 

Pada 2019, OJK mencatat terdapat 127 pinjol terdaftar dan diawasi OJK, dan 1477 pinjol ilegal. OJK mengimbau startup P2P lending atau pinjol wajib melakukan pendaftaran dan mengurus izin ke OJK. 

Namun pinjol yang mula-mula hadir bagai dewa penyelamat, belakangan lebih sering dekat dengan berita negatif akibat mulai banyak korban terbelit utang. Jumlah perusahaan aplikasi pinjol menjamur, terdapat pula aplikasi pinjol ilegal atau tidak memiliki izin dari OJK. Ditambah pula oleh kurangnya payung hukum yang kuat, sehingga membuat layanan pinjol tersebut cenderung beroperasi ke arah negatif. 

Data Kominfo mengungkapkan bahwa sepanjang 2019-2021, OJK mencatat lebih dari 19.000 pengaduan masyarakat terkait pinjol ilegal. Data tersebut terbagi atas 47 persen pelanggaran berat dan sisanya tergolong pelanggaran ringan/sedang. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan pengguna pinjol tertinggi, diikuti oleh Jawa Barat. 

“Beberapa ciri -ciri pinjol ilegal, di antaranya adalah bunga pinjaman yang sangat tinggi, penagihan kasar kepada penerima pinjaman, waktu jatuh tempo pembayaran pinjaman yang tidak sesuai dengan perjanjian di awal, tidak memiliki izin di OJK, serta meminta akses terhadap data pribadi,” kata dosen program studi Administrasi Asuransi dan Aktuaria, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia (UI) Karin Amelia Safitri, dikutip dari laman Universitas Indonesia. 

Karin mengatakan, salah satu solusi bagi masyarakat yang terlibat pinjol ilegal bisa membuat pengaduan ke OJK. Lalu, bagi masyarakat lainnya yang belum pernah berurusan dengan pinjol ilegal, mereka memerlukan edukasi tentang literasi digital, misalnya mengenai ciri-ciri pinjol ilegal. 

Satgas Waspada Investasi yang dibentuk OJK pernah merilis daftar pinjol ilegal. Dari tautan ini, sedikitnya terdapat 100 pinjol ilegal yang patut diwaspadai masyarakat.  

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//