Membayar Parkir di Bandung dengan QRIS, Memudahkan atau Malah Mempersulit?
Menurut para juru parkir, pembayaran parkir dengan QRIS tidak efektif dan efisien. Mereka lebih sas-set dengan pembayaran tunai.
Penulis Awla Rajul15 Oktober 2024
BandungBergerak.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Perhubungan melakukan uji coba sistem pembayaran parkir nontunai menggunakan QRIS di Jalan Banceuy, Jalan Pecinan, dan Jalan ABC. Sejumlah juru parkir (jukir) di kawasan tersebut menilai sistem pembayaran ini kurang efektif dan efisien.
Seorang jukir di Jalan ABC, FW (37 tahun) merasa kesulitan menangani parkir dengan QRIS terutama jika beberapa konsumen keluar dalam waktu bersamaan. Selain itu, belum semua konsumen atau pengguna jalan menggunakan QRIS.
“Lebih baik cash and carry aja. Cuma, sebagai jukir kita mendukung kinerja pemerintah untuk meningkatkan PAD Kota Bandung. Satu, yang penting jangan merugikan pihak jukir dan pemerintah. Ya kalau bisa dikaji lagi biar seefektif mungkin masalah waktunya,” ungkapnya, saat ditemui di Jalan ABC, Jumat, 11 Oktober 2024.
FW berpendapat, jika ada dua konsumen yang keluar sekaligus, sangat mungkin salah satunya tidak bisa dilayani lantaran menunggu pembayaran. Di samping itu, potensi kehilangan pendapatan pun bisa terjadi. Program ini memang diniatkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menghindari parkir liar. Sayangnya, praktik pembayaran parkir dengan metode non-tunai ini sulit dipraktikkan di lapangan.
Di samping itu, dengan metode nontunai QRIS, jukir baru bisa mendapatkan penghasilannya setiap tiga hari sekali.
Ia juga menyinggung salah satu sistem yang sempat diklaim sebagai terobosan di bidang parkir, yakni mesin parkir. “Mesin kan gak terlalu efektif juga,” ungkap juru parkir yang telah bekerja selama empat tahunan ini.
Pria yang tak mau dituliskan nama lengkapnya ini menyebut, mesin parkir yang digulirkan pada masa pemerintahan Wali Kota Ridwan Kamil tidak efektif digunakan oleh konsumen. Mesin parkir ini cenderung hanya dimanfaatkan oleh “mandor” untuk menyetorkan pendapatan parkir.
Kamis, 10 Oktober 2024, Dinas Perhubungan meluncurkan uji coba sistem pembayaran parkir nontunai menggunakan QRIS. Namun, kata FW, hanya dua orang juru parkir yang mendapatkan rompi dan ID Card QRIS.
“Saya mah belum kebagian, sama kayak yang lain,” katanya.
BandungBergerak mencoba menemui juru parkir yang telah mendapatkan rompi dan ID Card QRIS. Dari pengakuan salah seorang jukir pengganti, Tawan, jukir yang mendapatkan rompi dan ID Card Qris sedang libur. Pantauan BandungBergerak, juru parkir di Jalan ABC, Banceuy, dan Pecinan masih menggunakan metode pembayaran tunai dan mengenakan seragam parkir tanpa QRIS.
Di Jalan Banceuy, salah seorang juru parker juga mengaku kesulitan jika menerapkan sistem pembayaran parkir dengan QRIS. Juru parkir akan kelabakan, terlebih jika tengah musim hujan.
“Boleh-boleh saja, cuma ya kita itu gimana ya, bukan gak ngikutin anjuran, takutnya kalau ada yang keluar bareng tuh, apalagi kalau lagi hujan,” kata jukir yang tak mau menyebutkan namanya ini.
Jukir yang telah bekerja lebih dari dua dekade ini mengeluhkan, banyak konsumen yang marah atau emosi jika juru parkir tiba-tiba nongol hanya meminta dibayar. Hal itulah yang ia khawatirkan jika dua kendaraan keluar sekaligus, lantas menggunakan sistem nontunai QRIS yang menurutnya butuh waktu satu menit untuk proses pembayaran.
“Kadang-kadang gini, konsumen kan gak mau ribet, begitu keluar udah. Jadi kalau yang ini keluar, gimana yang sebelah sana? Mang ka mana wae ceunah, baru keluar baru nongol,” ceritanya sambil awas menatap kendaraan yang hendak keluar.
Menurutnya, masih banyak jalan di kawasan Banceuy yang belum menggunakan pembayaran parkir QRIS. Biasanya program Pemkot berlaku menyeluruh. “Semua juga belum (mendapatkan ID Card QRIS), bukan saya aja,” ucapnya.
Meski begitu, para juru parkir sudah mendapatkan pemberitahuan tentang sistem anyar ini, tetapi belum ada sosialisasi lebih lanjut. Ia pun masih menggunakan metode pembayaran tunai dengan memberikan karcis parkir kepada konsumen.
Baca Juga: KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Persoalan Parkir Lebih dari Getok Tarif, Ada Potensi Puluhan Miliar Rupiah yang Belum Bisa Terserap
"Rebutan" Penumpang dan Maskapai Pesawat antara Bandara Husein Sastranegara dan Bandara Kertajati, Industri Pariwisata Kota Bandung Mengeluh Sepi
Stagnasi Kota Bandung Menyelesaikan Permasalahan Akut Kemacetan sampai Parkir Liar
Uji Coba Pembayaran Parkir dengan QRIS
Melalui Dinas Perhubungan, Pemkot Bandung secara resmi memulai uji coba sistem pembayaran parkir non-tunai menggunakan QRIS, Kamis, 10 Oktober 2024. Uji coba ini akan dilakukan selama satu bulan di tepi jalan umum di Jalan Banceuy, Jalan Pecinan dan Jalan ABC. Pemkot juga mengklaim sudah 25 juru parkir yang telah menggunakan rompi dan ID Card QRIS.
Upaya ini dilakukan oleh pemerintah untuk memudahkan masyarakat membayar parkir dan mengoptimalkan retribusi serta mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sistem ini akan diawasi untuk evaluasi dan analisis sebelum diperluas ke lokasi lainnya. Jika berjalan tanpa kendala, metode ini akan diperluas di lokasi-lokasi lainnya di Kota Bandung.
“Di era yang serba digital, ini merupakan terobosan baru yang memudahkan masyarakat dalam melakukan pembayaran saat parkir, dengan cara memindai (scan) QR Code yang tertera pada rompi juru parkir atau ID Card,” tutur Plt Kadishub Kota Bandung, Asep Kuswara, dikutip dari siaran pers.
Dalam siaran pers Pemkot, Salah seorang juru parkir di Jalan Banceuy, Ucep mengaku sangat antusias dengan adanya inovasi pembayaran parkir secara non-tunai ini. “Sebelumnya telah diberi dulu sosialisasi dan diajarkan. Setelah saya pelajari ternyata lebih mudah praktis pake QRIS,” terang Ucep.
Terobosan?
Pemkot Bandung selalu mengklaim memiliki terobosan-terobosan untuk mengelola parkir. Sebelum peluncuran QRIS, masih lekat dalam ingatan, Pemkot pernah meluncurkan mesin parkir di era era Wali Kota Ridwan Kamil. Total tempat parkir elektronik (TPE) atau mesin parkir di Kota Bandung ada 445 unit yang tersebar di 58 ruas jalan.
Alih-alih inovatif, pengadaan mesin parkir Kota Bandung justru dinilai pemborosan. Proyek yang diluncurkan 2016 ini diadakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung senilai 55 miliar rupiah (Diki Suherman, dalam risetnya berjudul Evaluasi Dampak Kebijakan Mesin Parkir Elektronik di Kota Bandung, ITB, 2020).
Sementara DPRD Kota Bandung pernah menyebut proyek TPE telan menelan anggaran pemerintah hingga 80 miliar rupiah dengan pengadaan berdasarkan e-katalog merek Cale seharga 125 juta rupiah per unit. DPRD menyoroti, setelah hampir satu tahun dioperasikan mesin parkir ini tidak menunjukan kenaikan pendapatan secara signifikan. Dengan kata lain, belanja modal ini belum balik modal alias BEP (break event point).
Anggota komisi B DPRD kota Bandung Aan Andi mengatakan, penggunaan mesin parkir tidak memiliki manfaat berarti. Dia menyebutkan, selama ini pendapatan retribusi parkir tidak maksimal. Bahkan, dari target 135 miliar rupiah hanya tercapai 6 miliar rupiah saja dalam setahun. Sehingga, kondisi ini tidak ada bedanya sebelum ada mesin parkir.
Kota Bandung dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, saat ini dihuni sekitar 2,5 juta jiwa. Bahkan pada siang hari, jumlah orang yang beraktivitas di kota ini bisa mencapai 3 juta jiwa.
Tingginya jumlah kendaraan di Kota Bandung memiliki potensi PAD di bidang perparkiran. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya titik-titik parkir di Kota Bandung. Menurut data Dinas Perhubungan Kota Bandung tentang Jumlah Juru Parkir di Kota Bandung 2017- 2021 terdapat 725 titik parkir. Masing-masing titik dijaga lebih dari satu orang juru parkir. Bahkan di titik tertentu jumlah juru parkirnya bisa mencapai lebih dari 50 orang.
Dalam hitungan Pemkot Bandung, potensi PAD dari parkir mencapai 80-135 miliar rupiah per tahun. Namun potensi ini belum bisa dimaksimalkan.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Parkir Bandung