Warga Dago Elos Bercukur Sampai Plontos, Menumbuhkan Babak Baru Setelah Vonis Bersalah Muller
Vonis bersalah Muller bersaudara jauh lebih rendah dari penderitaan warga yang hidup dalam ancaman penggusuran selama bertahun-tahun.
Penulis Yopi Muharam16 Oktober 2024
BandungBergerak.id - Senin, 14 Oktober siang merupakan momen paling krusial bagi warga Dago Elos. Muller bersudara, Dodi Rustendi dan Heri Hermawan divonis bersalah atas pemalsuan dokumen terkait perkara tanah Dago Elos. Hakim menyatakan duo Muller dihukum 3 tahun 6 bulan penjara.
Vonis kemenangan ini dirayakan oleh lima warga Dago Elos, Dodi Nugraha, Oman, Oki, Nay, dan Sonson dengan mencukur rambutnya hingga plontos. Ini nazar bagi mereka.
Pascapembacaan putusan oleh ketua hakim, ketua Forum Dago Melawan, Angga memanggil kelima warga itu untuk menaiki mobil bak terbuka. Di sana alat cukur listrik sudah disediakan, kabel telah disambungkan ke listrik yang bersumber dari genset.
Di bawah terik matahari dengan suhu 30 derajat celcius, mereka dicukur botak seraya bersyukur atas putusan hakim. Euforia kemenangan itu dirayakan oleh seluruh warga Dago Elos dan solidaritas yang mengawal sidang putusan hingga berakhir.
“Sebagai rasa bersyukur, bahwa perjuangan kita itu berhasil meskipun hanya awal,” ujar Oman, ketua RT 01 RW 02, Dago Elos kepada BandungBergerak saat ditemui di rumahnya, Selasa 15 Oktober 2024. Kini, rambutnya sudah plontos rapi.
Di rumahnya, Oman tidak sendiri. Ada Dodi yang juga sudah plontos. Mereka menyebut vonis ini sebagai “kemenangan kecil” karena pihak Muller yang sudah divonis bersalah tetapi mengajukan banding. “Sama. Bersyukur aja atas kemenangan kecil ini,” ungkap Dodi menimpal Oman.
Oman menerangkan ihwal nazarnya ini. Ada filosofis mendalam baginya di balik mencukur rambutnya hingga botak. Dia mengatakan rambut merupakan filosofi kehidupan yang akan bertumbuh terus. Dengan mencukur rambutnya Oman menyebut akan melakukan perjuangan dari awal lagi.
“Kita akan menghadapi hidup dari awal lagi. Kita akan melakukan perjuangan dari awal lagi,” jelasnya. Di samping Oman, Dodi bercerita lain. Dia lebih percaya primbon orang dulu bahwa mencukur rambut artinya membuang sial.
“Buang siallah kalau kata orang tua mah. Atau menggugurkan kesialan bahwa keadilan akan bertumbuh kembali seiring bertumbuhnya rambut saya,” ujarnya sembari tertawa kecil. Oman menyeringai mendegar jawaban Dodi.
Bersyukur dan Berjuang
Di pelataran rumah Oman, pohon bergesekan tertiup angin. Cuacanya sangat sejuk. Sekitar 24 derajat celcius. Matahari menyemburatkan layung di langit. Menandakan siang akan berganti malam.
Oman mengingat saat Senin siang di pelataran gedung Pengadilan Negeri Bandung. Saat ketua hakim membacakan vonis untuk Muller, Oman berteriak bersyukur. Dirinya tak kuasa menahan kesedihan atas kegembiraan mendengar putusan tersebut.
Saat ditanya tentang kepuasan putusan hakim, dirinya berterus terang bahwa vonis tersebut tidak sebanding dengan perjuangan warga. “Kalau saya sendiri kurang puas,” ujarnya. Sebab, warga sudah dihantui dengan penggusuran sejak delapan tahun lalu atau pada 2016 silam.
“Masalahnya enggak sebanding dengan perjuangan warga dan sakitnya warga. Warga menderita hampir 8 tahun. Mereka divonis cuman 3 tahun 6 bulan,” lanjutnya. Di samping Oman, Dodi membandingkan dengan tuntutan diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah 5 tahun 6 bulan.
“Kurang sih kata saya mah. Kan tuntutannya 5,6 tahun, ini cuman 3,6 tahun ya kurang puas aja intinya,” tuturnya. Dodi berharap putusan hakim untuk menjatuhkan hukuman tidak jauh dengan vonis JPU.
Kendati demikian, Dodi masih bersyukur bahwa warga dapat membuktikan duo Muller bersalah. “Alhamdulillah dengan putusan ini,” lanjutnya.
Baca Juga: Hajat Kemenangan Warga Dago Elos Menyambut Vonis Bersalah Muller Bersaudara
Muller Bersaudara Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara
Dago Elos Menang!
Apatis terhadap Pemerintah
Sejak sengketa tanah dimulai pada 2016 silam, pemerintah Kota Bandung terlihat tak acuh kepada warga Dago Elos. Tidak sebatang hidung pun pihak pemerintah menyentuh kasus ini, meski ruang hidup warganya terancam. Hal tersebut dikeluhkan oleh Oman dan Dodi. Mereka menilai Pemkot Bandung abai terhadap permasalahan warganya.
“Saya pribadi itu enggak percayalah sama pemerintah-pemerintah itu. Karena apa? Kita berjuang hanya dibantu oleh (kawan-kawan) solidaritas,” keluhnya. Menurutnya, jika pemerintah peduli terhadap warganya dari mulai sengkta dimulai, Pemkot harusnya segera turun tangan untuk melindungi warga Dago Elos.
“Kalau pemerintah simpati sama warganya, terus mau mengakui ada kita di sini sebagai warganya, mungkin dari dulu pemerintah udah turun tangan untuk membantu kita,” lanjutnya, “Nyatanya enggak ada sama sekali. Itulah yang bikin saya pribadi kecewa.”
Di sisi lain, Dodi berharap, pemerintah membuka mata untuk melihat kondisi warganya. Dodi mengungkapkan jangan sampai menganaktirikan warga sendiri. “Kalau pemerintah sih saya berharap buka matalah, buka telinga gitu. Supaya kita rakyat juga enggak dianaktiriin,” terangnya.
Terkait harpan, Oman menuturkan warganya bisa mendapatkan sertifikat tanah. Terlebih agar warga Dago Elos bisa hidup dengan tenang dan damai tanpa diiringi rasa takut akan digusur. “Harapannya adalah kemenangan yang mutlak. Kemenangan yang artinya kita sudah mendapatkan sertifikat, mendapatkan keadilan juga,” harapnya.
Hal serupa diungkapkan oleh Dodi, warga Dago Elos diharapkan selalu menang untuk melawan mafia tanah hingga mendapatkan haknya. “Harapan saya menang, sampai warga Dago Elos mendapatkan haknya,” tutupnya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artikel lain tentang Dago Elos