• Komunitas
  • PROFIL BERKAWAN SEKEBUN: Menyemai Zine, Menyulam Literasi di Pasar Cihapit

PROFIL BERKAWAN SEKEBUN: Menyemai Zine, Menyulam Literasi di Pasar Cihapit

Toko zine Berkawan Sekebun di Pasar Cihapit bukan toko biasa. Mereka menawarkan zine-zine dari akar rumput dan komunitas.

Mini zine karya anak-anak dari pedagang Pasar Cihapit, Bandung, 7 Oktober 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Penulis Fitri Amanda 17 Oktober 2024


BandungBergerak.idSelain buku, zine sudah lama menjadi alternatif sebagai medium penyampai pesan atau literasi. Publikasi kecil yang dibuat secara mandiri ini sering kali memuat konten kritis, unik, hingga personal. Zine membuka ruang baru bagi siapa saja yang ingin membagikan ide, pengalaman, dan kreativitas. Media zine juga ditekuni komunitas Berkawan Sekebun yang bermarkas di Pasar Cihapit. 

Toko zine Berkawan Sekebun hadir di antara pedagang makanan dan grosiran khas Pasar Cihapit. Berawal dari Bandung Zine Fest 2024, Berkawan Sekebun lahir sebagai ruang untuk para pengkarya zine. Dinda, salah satu pendiri Berkawan Sekebun yang pernah menjadi dosen DKV bercerita bahwa menulis merupakan sesuatu yang menyenangkan.

Ia bersama temannya kemudian bercita-cita memiliki sebuah toko kecil yang khusus menjual zine sekaligus menjadi ruang bagi para penulis baru dan penulis lama untuk berkarya membuat zine. Pasar tradisional dipilih sebagai lokasi Berkawan Sekebun agar zine-zine mereka bisa dijamah oleh siapa saja, khususnya para pengunjung pasar. Terlebih zine selalu bergerak dari akar rumput, sehingga pasar merupakan tempat yang cocok sebagai ruang bagi berbagai lapisan masyarakat.

“Kita gak mau yang menengah ke atas, walaupun ada gitu, tapi nggak. Karena kita memang penginnya bergerilya pergerakan di bawah,” ucap Dinda, di ruangan yang tidak begitu luas namun cukup untuk memajang berbagai koleksi zine dan pernak-pernik lucu lainnya.

Lirik lagu “Bersemi Sekebun” dari Efek Rumah Kaca yang berbunyi “tumbuhlah liar seperti gulma” menjadi inspirasi lain bagi Berkawan Sekebun untuk bisa berkembang bebas di mana saja. “Ketika Berkawan Sekebun ini berdiri, kita ada beberapa teman-teman yang akhirnya bikin zine, terus ya udah dia lepas dan berkarya sendiri di luar, ya silakan. Jadi kita tidak mengikat, bukan formal community, kita cuma grup untuk merangkul teman-teman saja,” jelas Dinda.

Baca Juga:PROFIL KOMUNITAS HAREUDANG BANDUNG: Bergerak Menekan Dampak Buruk Sampah Makanan
PROFIL KELUARGA MAHASISWA TEATER ISBI BANDUNG: Masih Pentingkah Ormawa Saat ini?
PROFIL SASIKIRANA: Membangun Ruang Inkubasi Kompetensi bagi Penari-penari Muda

Berkawan Sekebun toko khusus menjual zine yang terletak di tengah Pasar Cihapit, Bandung, 7 Oktober 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Berkawan Sekebun toko khusus menjual zine yang terletak di tengah Pasar Cihapit, Bandung, 7 Oktober 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Untuk merawat Berkawan Sekebun, Dinda sering kali mengadakan pop-up di luar toko hingga bekerja sama dengan beberapa komunitas yang sejalan, seperti dengan Warung Ubi-Ibu, kolektor zine dengan tema-tema punk dan subkultur lainnya. “Gue juga selalu mengundang teman-teman, nongkrong, ngobrol, walaupun nggak harus ngomongin zine sih. Tapi ngomongin kayak ‘lu lagi bikin apa? Titiplah di toko gue’ kayak gitu,” ucap Dinda seraya tertawa.

Ruang Aman Bagi Banyak Kawan

Dalam delapan bulan perjalananya, Berkawan Sekebun kini tidak hanya menjadi ruang bagi para penulis. Komunitas ini juga menjadi ruang bagi anak-anak dari para pedagang Pasar Cihapit untuk berliterasi dan bahkan membuat zine mereka sendiri. Anak-anak kerap kali mampir untuk membaca hingga membeli pernak-pernik lain yang ditawarkan Berkawan Sekebun. Dinda merasa sebaiknya ia mengajak anak-anak tersebut untuk membuat karya yang menghasilkan.

“Soalnya gak enak yah, duh jajan terus nih di sini. Jadi ya udah gue ajakin mereka bikin mini zine terus dapet duit dari situ. Ini ada beberapa karyanya, kebanyakan gambar sih ya anak-anak umur segituan,” ujarnya sambil menunjukkan karya anak-anak yang terpajang di dinding.

Berkawan Sekebun kemudian berkembang menjadi ruang yang ramah bagi siapa saja, tak terkecuali, termasuk para pedagang yang kadang kisahnya diunggah di media Instagram Berkawan Sekebun. “Jadinya ya suka saling ngedoain gitu. Misalnya kayak ibu tisu, ibu lotek, ibu yakult. Karena ya lucu aja, awal-awal mampir langsung curhat gitu. Ya vibes pasarnya emang begitu,” jelas Dinda yang sesekali sambil meladeni anak-anak yang mampir ke Berkawan Sekebun.

Salah seseorang pegiat di Berkawan Sekebun, Cica membagikan pengalamannya selama di Berkawan Sekebun. Mahasiswi Pendidikan Masyarakat itu merasa sangat senang diberi ruang untuk bermain dan juga merasa sangat dibebaskan dan didukung dalam membuat karyanya.

Berkawan Sekebun toko khusus menjual zine yang terletak di tengah Pasar Cihapit, Bandung, 7 Oktober 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Berkawan Sekebun toko khusus menjual zine yang terletak di tengah Pasar Cihapit, Bandung, 7 Oktober 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Cica awalnya asing dengan zine. Ia baru mengenal zine pada saat menemukan Berkawan Sekebun. Cica juga merasa Berkawan Sekebun memberi kesempatan untuk berkarya sesuka hati tanpa harus diikuti oleh kekhawatiran.

Menjadi ruang yang inklusif, Berkawan Sekebun terbuka akan berbagai genre tulisan. Namun Dinda menambahkan, ia ingin tetap menjaga esensi dari ruang yang dibangun. “Zine yang dibuat bebas, tapi tetap ada batasan, sesuai dengan tema toko ini, yaitu berkawan. Jadi kami ingin menjaga vibes yang positif,” tandas Dinda.

Dinda menambahkan, meskipun Berkawan Sekebun menyambut keresahan-keresahan pribadi atau sosial yang bisa menjadi bahan diskusi, ada beberapa ranah yang belum mulai ia masuki, salah satunya adalah isu politik.

“Karena gue sendiri secara pribadi bukan yang melek politik banget. Nanti malah tidak merangkul seperti dengan namanya ‘berkawan’,” jelas Dinda.

Apakah Berkawan Sekebun pernah menerima zine yang membahas isu politik atau sensitif dan bagaimana mereka menyikapinya? Dinda menjawab, pada dasarnya komunitasnya terbuka pada bermacam-macam zine dan tidak akan menolak genre sebuah zine. Namun untuk zine yang sensitif tidak akan dipamerkan secara terbuka, melainkan disimpan menjadi segmen yang tertutup.

Zine-zine tersebut hanya ditawarkan kepada orang-orang yang dianggap memahami dan memiliki pemikiran yang terbuka. “Gue bilang juga sih sama orangnya bahwa di gue tidak dipajang di depan ya, karena ada anak-anak yang suka baca, ada khalayak umum yang mungkin tidak memahami,” ucapnya.

Selama mengembangkan Berkawan Sekebun Dinda menemukan banyak hal yang mengejutkan. Salah satu hal yang menarik adalah bagaimana berbagai kesempatan dan pertemanan baru muncul secara tak terduga, membuka pintu-pintu yang membawa dirinya menuju hal-hal luar biasa seperti bertemu penulis-penulis yang turut memberikan suasana baru di Berkawan Sekebun.

Perjalanan Berkawan Sekebun juga diwarnai dengan kolaborasi-kolaborasi tak terduga yang datang begitu saja, tanpa direncanakan. Proses ini terasa alami dan menyenangkan bagi Dinda, yang mengalirkan energi positif ke dalam setiap perkembangan Berkawan Sekebun.

Dinda berharap Berkawan Sekebun dapat menjadi ruang berekspresi melalui media zine, bukan hanya sekadar tempat untuk membeli atau menjual karya. Dinda juga membayangkan sebuah tempat yang lebih interaktif di mana orang-orang tidak hanya datang dan pergi begitu saja, tetapi juga berinteraksi lebih dalam melalui diskusi zine. Ruang ini bisa menjadi tempat duduk bersama, berbagi ide, meletakkan karya secara gratis atau komersial, tanpa batasan.

Impian Dinda juga meliputi keinginan untuk merangkul berbagai teman penulis. Baginya, Berkawan Sekebun adalah wadah untuk mendukung mereka yang butuh dorongan dalam perjalanan kreatif para penulis. Dinda ingin menciptakan ruang di mana orang-orang bisa memperluas wawasan mereka. “Mimpi gue orang-orang tuh terliterasi dengan baik,” ucapnya.

*Kawan-kawan dapat menyimak karya-karya lain Fitri Amanda, atau artikel-artikel lain tentang Profil Komunitas Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//