• Berita
  • Penanaman Pohon Tidak Cukup Mengatasi Lahan Kritis Kota Bandung, Pembangunan yang Tidak Terkendali Menjadi Akar Masalahnya

Penanaman Pohon Tidak Cukup Mengatasi Lahan Kritis Kota Bandung, Pembangunan yang Tidak Terkendali Menjadi Akar Masalahnya

Walhi Jabar menyatakan, izin-izin pembangunan di kawasan Bandung utara masih marak. Padahal KBU memiliki fungsi konservasi, lindung, dan resapan air.

Dataran tinggi Kawasan Bandung Utara (KBU)merupakan daerah resapan air yang banyak mengalami alih fungsi lahan, Kamis (12/8/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Nabila Eva Hilfani 23 Oktober 2024


BandungBergerak.id - Pemkot Bandung tengah menjalankan program penghijauan lahan kritis khususnya di kawasan Bandung utara dengan melakukan penanaman pohon. Langkah ini dinilai kurang pas karena penanganan lahan kritis mestinya didahului kajian mendalam untuk menemukan akar persoalannya.

Berdasarkan siaran pers Pemerintah Kota Bandung Kamis, 17 Oktober 2024, program penghijauan lahan kritis ini merupakan bagian dari Bandung Menanam Jilid 6. Sebanyak 7.800 lebih pohon akan ditanam di dua titik lokasi yakni, Blok A di kawasan Taman Kehati dan Blok B di Kawasan Kanhay Kecamatan Cibiru. Agenda yang telah memiliki rancangan hingga desain vegetasi ini akan diselenggarakan Sabtu, 23 November 2024.

Pemkot Bandung menyatakan akan merangkul komunitas, perusahaan, dan lembaga pendidikan untuk melancarkan program penghijauan ini. Terutama untuk perusahaan yang ditekankan untuk terlibat dalam Corporate Social Responsibility (CSR).

Tidak selesai pada penanaman. Pemkot Bandung menjanjikan program ini juga mencakup tahap pemeliharaan hingga tercipta vegetasi baru. Pemasangan barcode di setiap pohon yang ditanam menjadi upaya pemantauan pemeliharaan.

Didi Ruswandi, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Bandung mengatakan, program ini sebagai upaya peningkatan kapasitas resapan, sehingga dapat lebih menangani banjir yang sering terjadi di Kota Bandung.

“Jadi kalau banyak pohon, resapannya akan makin besar," jelas Didi Ruswandi dalam Siaran Pers Pemerintah Kota Bandung Jumat, 18 Oktober 2024.

Tidak sampai di situ. Pemerintah Kota Bandung berencana melakukan perbaikan prosedur Online Single Submission (OSS) atau Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik, agar mengontrol pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU).

Koswara, Penjabat Walikota Bandung mengatakan, pembangunan di KBU tidak terkontrol. Banyak pembangunan yang tidak mementingkan kawasan.

Baca Juga: KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Belum Mampu Memilah Sampah
KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Kondisi Udara Terus Memburuk, Tingkat Polusi Mengkhawatirkan
Banjir, Kawasan Bandung Utara, dan Penggusuran

Akar Permasalahan yang Mestinya Diperhatikan 

Penanganan lahan kritis Kota Bandung memerlukan pengkajian mendalam agar membuahkan hasil yang maksimal, tidak hanya permukaan saja. Penanaman pohon menjadi sebuah upaya yang sering kali ditempuh dalam penanganan kawasan lahan kritis.

Namun nyatanya, tidak semua lahan kritis direhabilitasi dengan cara yang sama. Bagaimanapun, upaya yang dilakukan akan tidak efektif jika akar persoalan lahan kritis luput dari kajian.

“Kalau semisal upaya untuk mengatasi lahan kritis di Kota Bandung ini adalah penghijauan kembali, itu namanya upaya penyesuaian atau upaya adaptasi terhadap masalah. Sedangkan akar masalahnya tidak dituntaskan,” jelas Rizki, koordinator Agrarian Resource Center (ARC) pada BandungBergerak.id saat diwawancara melalui telepon pada Senin, 21 Oktober  2024.

Rizki menjelaskan berdasarkan penelitian yang dilakukannya bersama tim ARC, penurunan muka air tanah menjadi satu hal yang berkontribusi besar pada penciptaan lahan kritis Kota Bandung. Penggunaan air tanah dalam jumlah besar untuk kebutuhan industri menjadi penyebab utama lahan kritis. Apalagi jumlah air tanah di Kota Bandung terbatas.

Kota Bandung tidak seperti daerah-daerah di pesisir yang memiliki cadangan air yang banyak. Kota Bandung hanya mengandalkan turunnya air dari wilayah pegunungan di sekitarnya. Terlebih, semangat konservasi tidak sebanding dengan penggunaan sumber daya alam yang tinggi:

“Kontribusi penciptaan lahan kritis berupa tanah yang sudah tidak subur lagi. Kemudian daya dukung tanah semakin rendah. Terus fluktuasi air yang tidak baik. Tingginya tingkat erosi di Kota Bandung. Hal yang paling berkontribusi pada penciptaan hal itu adalah penurunan muka air tanah di Kota Bandung,” papar Rizki.

Air tanah merupakan barang yang terbatas. Faktanya, air tanah lebih banyak dialokasikan ke sektor yang tidak mengenal batas yaitu industri. “Nah, hal ini bekerja secara terus menerus di Kota Bandung. Lalu apa yang terjadi? Terjadilah masalah baru, yang disebut lahan kritis,” lanjutnya.

Pelaku industri perhotelan skala besar dan pemerintah yang abai menjadi pihak utama yang harus bertanggung jawab terhadap persoalan lahan kritis Kota Bandung. Pemutusan akses pelaku industri yang menggunakan sumber daya alam tanpa prosedur sadar kawasan menjadi langkah awal yang dapat diambil sebagai upaya penanganan akar masalah.

Para pengunjung menikmati suasana Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda, Kamis (13/1/2022). Kawasan hijau yang diresmikan pada 14 Januari 1985 ini memiliki peran strategis dalam menjaga kelestarian ekologis kawasan Bandung utara. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Para pengunjung menikmati suasana Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda, Kamis (13/1/2022). Kawasan hijau yang diresmikan pada 14 Januari 1985 ini memiliki peran strategis dalam menjaga kelestarian ekologis kawasan Bandung utara. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Data Lahan Kritis Kota Bandung

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Jawa Barat, pada tahun 2018 total luas lahan kritis di Kota Bandung mencapai 837,42 hektare yang tersebar di wilayah Kawasan Bandung utara. Dari total luas lahan kritis tersebut terbagi dalam dua fungsi kawasan yang berbeda yaitu kawasan hutan seluas 2,88 hektare dan kawasan penggunaan lain seluas 834,64 hektare. 

Menurut Wahyudin, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar) mengatakan, luas lahan kritis di Kota Bandung per tahun 2024 dapat saja lebih luas dibandingkan angka yang ada di data milik Dinas Kehutanan Jabar tahun 2018 tersebut. Hal itu dapat dilihat dari terus meningkatnya kegiatan pembangunan infrastruktur, Proyek Strategis Nasional (PSN), kegiatan tambang di kawasan hutan, hingga kegiatan industri properti dan perhotelan.

Proyek strategi nasional yang berdampak pada kawasan di wilayah Kota Bandung dua di antaranya kereta cepat dan hasil Undang-Undang Cipta Kerja. Undang-Undang Cipta Kerja memberikan perubahan soal perizinan tata ruang. Lebih besarnya memproyeksikan kemudahan izin bisnis properti untuk memperlancar percepatan pertumbuhan ekonomi.

“Faktanya, situasi itu (percepatan pertumbuhan ekonomi melalui bisnis properti) malah mempengaruhi bentang alam yang berdampak terhadap degradasi dan perubahan iklim serta bencana yang kerap terjadi,” terang Wahyudin, ketika dihubungi, Selasa, 22 Oktober 2024.

Segala kegiatan yang mempengaruhi kawasan tidak seiring dengan implementasi rencana tata ruang yang baik. Ketidakseriusan itu salah satunya terlihat dari masih adanya perizinan pertambangan di kawasan hutan lindung maupun kawasan konservasi. Bahkan, Wahyudin melihat selama ini tidak ada evaluasi soal tersebut.

Bandung Menanam Jilid 6 yang berfokus pada kegiatan penghijauan lahan kritis di Kota Bandung ternyata menjadi upaya pertama kali Pemerintah Kota Bandung dalam penanganan lahan kritis. Wahyudin menjelaskan bahwa sebelumnya Pemkot Bandung belum pernah menangani secara fokus dan serius soal penanganan lahan kritis di Kota Bandung.

Ketiadaan upaya sebelumnya yang dilakukan pemerintah dapat dilihat dari kondisi lahan kritis Kota Bandung yang masih mengalami kondisi sangat kritis. Bahkan, izin-izin pembangunan masih marak diberikan di kawasan Bandung utara tersebut. Padahal kawasan tersebut memiliki fungsi konservasi, fungsi lindung, dan resapan air. 

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Nabila Eva Hilfani, atau tulisan-tulisan menarik lain Tentang Kota Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//