Kebakaran Tempat Pembuangan Brangkal di Ciumbuleuit Menandakan Mendesaknya Payung Hukum untuk Melindungi Kawasan Bandung Utara
Kawasan Bandung Utara saat ini terancam masifnya pembangunan. Kawasan ini merupakan penyangga ekologis bagi Kota Bandung dan sekitarnya.
Penulis Awla Rajul25 Oktober 2024
BandungBergerak.id - Lahan kosong yang dijadikan tempat pembuangan brangkal bercampur sampah di Kawasan Bandung Utara (KBU), Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung terbakar pada Selasa pagi, 22 Oktober 2024. KBU menjadi benteng akhir di Cekungan Bandung yang perlu dijaga dengan instrumen hukum untuk menghalau masifnya pembangunan.
Karang Taruna Kecamatan Cidadap Abidin menerangkan, kabar terbakarnya lahan yang bersebelahan dengan Kabupaten Bandung Barat tersebut pertama kali didapatkan pukul 5.07 pagi. Saat pertama kali mendapat kabar, api masih kecil. Api baru membesar di lahan kosong itu sekitar pukul 8 pagi. Diduga api membesar karena tiupan angin yang cukup kencang.
“Jam 5 ada titik api kecil di bagian atas, tebing itu curam. Karena angin besar dan bersebelahan dengan Bandung Barat, lambat laun apinya menjalar dan terbakar. Yang namanya TPS itu kan yang terbakar bukan cuma atas tapi mungkin di bawahnya itu, seperti kasus (kebakaran) Sarimukti,” ungkap Abidin kepada BandungBergerak saat dihubungi, Rabu malam, 23 Oktober 2024.
Sebanyak 12 unit mobil pemadam kebakaran dikirimkan ke lokasi untuk memadamkan api sejak pukul delapan pagi hingga pukul tujuh malam, Selasa. Hingga hari Rabu kemarin, asap masih mengepul tebal di lahan tersebut lantaran api masih menyala di bagian dalam puing-puing brangkal yang tercampur dengan sampah.
“Khawatir saya kira kalau ada angin pasti akan terbakar lagi menurut saya. Bersyukur tadi hujan, cuma kecil jadi kurang basah,” ungkap pria yang turut membantu di tempat kejadian.
Abidin menerangkan, lahan kosong itu memang dimiliki oleh seseorang yang sudah tua dan pikun. Lahan itu telah dimanfaatkan untuk membuang brangkal, puing-puing bangunan selama empat tahun. Abidin menyayangkan di lahan itu bukan hanya berangkal saja, tetapi sudah tercampur dengan sampah-sampah seperti plastik pembungkus, hingga kayu.
“Kurang lebih 4 tahun itu dipake. Cuma memang tidak terkontrolnya itu tidak cuma berangkal, bahan bangunan, ada plastik, kertas, kayu, macam-macamlah, kayak TPS aja. Lambat laun dipake sama pengepul,” kata Abidin.
Akibat kejadian kebakaran, lahan itu disepakati akan ditutup dan disegel untuk pembuangan brangkal dan lainnya. Abidin yakin, jika hanya brangkal saja tidak akan terjadi kebakaran. Sebab sudah tercampur dengan kayu-kayu dan sampah jenis lain, titik api pun menjadi sulit dikendalikan.
“Tidak menutup kemungkinan (oknum masyarakat membuang sampah). Ini kejadian yang kedua kalinya sebetulnya, di tempat yang sama. Cuma dulu itu tidak sebesar ini, masih bisa teratasi dengan cepat. Kemarin dengan damkar puluhan juga masih belum padam,” terangnya.
Karena kebakaran di lahan kosong di Kawasan Bandung Utara ini, Abidin menyampaikan, pentingnya pemerintah mengendalikan potensi pembangunan. Sejauh yang ia ingat, Wali Kota Bandung terakhir yang menaruh perhatian ke KBU adalah Dada Rosada. Dada dinilai banyak menggelontorkan program penghijauan dan penanaman. Karena banyak program seperti itu, banyak masyarakat yang takut untuk membangun.
“Kalau dulu. Semakin ke sini memang pemerintah kota longgar untuk pengawasan. Makanya kami sebagai warga KBU meminta pemangku kebijakan supaya diperhatikan KBU dengan penghijauan, resapan airnya, lingkungannya. Karena per hari ini KBU, khususnya Punclut, Ciumbuleuit semakin tidak terkendali dengan bangunan-bangunan. Jadi jangan berdiam diri,” tegasnya.
Abidin juga menyinggung Pemkot Bandung yang baru saja melakukan penataan ulang Mata Air Cikendi. Menurutnya, yang perlu terus dilakukan oleh pemerintah adalah pengawasan dan pemeliharaan agar kawasan itu tetap terjaga. Alih-alih hanya sekadar seremoni.
Lahan Brangkal (Masih) di Kawasan Bandung Utara
Lahan brangkal yang serupa juga terdapat di daerah Ledeng, daerah yang juga termasuk ke dalam KBU. Hal itu disampaikan oleh Nugi Herdian, Koordinator Komunitas CAI. Di RW 6 Ledeng, terdapat sebuah lahan yang digunakan untuk membuang brangkal. Ia mengaku sudah pernah mengingatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah agar lokasi seperti itu jangan sembarang dijadikan tempat membuang sampah.
Di bawah lahan kosong yang dijadikan pembuangan brangkal di Ledeng itu, terdapat sungai Sunggapan. Nugi khawatir, jika lahan macam itu dipakai untuk membuang brangkal akan memicu terjadinya longsor yang dapat menutupi aliran sungai.
“Yang kami khawatirkan akhirnya terjadi, namun berbeda, bencananya lebih ke kebakaran (di Ciumbuleuit). Tapi dampaknya tentu ke masyarakat. Kemarin warga banyak yang terkena imbas pernapasan. Tentu perlu ada evaluasi dari pemerintah kecamatan Cidadap, mereka harus betul-betul aware, secara komprehensif melakukan tinjauan serta kajian di sekitar tata ruang Cidadap, karena cidadap ini sangat penting untuk area Cekungan Bandung,” kata Nugi ketika dihubungi Kamis, 24 Oktober 2024.
Nugi lantas menjabarkan berbagai persoalan lingkungan yang mendera KBU. Komunitas CAI yang kerap melakukan peninjauan dan kajian, serta melakukan revitalisasi kawasan, banyak menemukan tempat pembuangan sampah ilegal di daerah sempadan sungai yang sudah terjadi sejak lama. Ada pula masalah limbah peternakan sapi, hingga pembuangan brangkal langsung ke sempadan sungai.
“Belum setahun, banyak warga yang melaporkan adanya pembuangan brangkal langsung di area sempadan sungai. Khawatirnya longsor akan menutupi sungai. Setelah kami tinjau, cukup menggunung ya khawatirnya akan berdampak seperti yang ada di Ciumbuleuit,” tambah Nugi.
Menurut Nugi, Pemkot Bandung tengah menaruh perhatian lebih kepada KBU. Ia pun menunggu gebrakan pemerintah terhadap perlindungan lingkungan yang akan dijalankan di kawasan KBU.
Baca Juga: Seabad Observatorium Bosscha dalam Kepungan Alih Fungsi Lahan Kawasan Bandung Utara
Banjir, Kawasan Bandung Utara, dan Penggusuran
Bencana Mengintai di Balik Keindahan Kawasan Bandung Utara
Darurat Lingkungan Kawasan Bandung Utara
Dari hasil pemetaan dan kajian di KBU, Nugi berkesimpulan, dibutuhkan payung hukum yang lebih relevan dan lebih ketat untuk menjaga kelestarian KBU. Kawasan Bandung Utara diatur secara spesifik melalui Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat.
Meski sudah ada aturan itu, Nugi menilai banyak sekali oknum nakal yang melakukan pembangunan secara serampangan di KBU. KBU diibaratkan sebagai pilar Cekungan Bandung (kawasan Bandung Raya). Jika pilar ini runtuh akan membahayakan keseimbangan kehidupan dengan adanya potensi bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan mata air, dan lainnya.
“Di kawasan hulunya di Bandung Barat setelah kami evaluasi lewat kajian kami, ternyata 60 persen hulu Cikapundung telah terjadi alih fungsi lahan. Nanti kita lihat di musim penghujan seberapa dampaknya ke kawasan kota Bandung. Ini menjadi sinyal bahaya. Apalagi sekarang di segmen KBU perkotaan kan tidak ada yang menjamin kawasan hijau,” tegasnya.
Yang terbaru, kata Nugi, ada rencana pembangunan apartemen di kawasan Ledeng. Sekitar dua bulan lalu terpantau ada kegiatan pengeboran untuk mengambil sampel tanah. Nugi berharap, pemerintah Kota Bandung dan pemerintah provinsi Jawa Barat bisa mengawal rencana pembangunan apartemen yang akan mengancam keuntungan lingkungan di kawasan KBU itu.
“Kami sebagai komunal tentu kekuatan kami terbatas,” ungkapnya.
Di samping itu, Nugi juga mengkritik pengajuan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) terhadap Gedong Cai Cibadak belum ditetapkan hingga saat ini. Pihaknya sudah mengajukan hal tersebut sejak 2019 lalu. Penetapan kawasan cagar budaya di daerah itu sangat penting karena bisa menjadi “penyelamat” penjamahan lingkungan yang serampangan.
“Yang paling penting ya ketetapan zonasi atau ketetapan cagar budaya supaya betul-betul terjaga. Jadi ada pakem, ada rem nih orang-orang yang ingin berkepentingan di sana,” tambah Nugi.
Pemberian payung hukum yang lebih kuat di KBU sangat dibutuhkan, mengingat kawasan ini merupakan primadona bagi investasi. Belakangan, banyak objek wisata di KBU, baik kafe, restoran, hingga hotel yang dijuduli hidden gem. Hidden gem merujuk pada tren masa kini tentang suatu tempat bagus yang tersembunyi. Namun, hidden gem itu tidak jelas perizinannya.
“Sekarang banyak, hampir puluhan. Saya pun sering lihat di kawasan hijau, mereka membangun warung kecil, terus dibuatkan meja seperti kafe dan tidak jelas tuh ke mana sampahnya, terus kenapa pohon-pohonnya diubah sedemikian rupa, kan itu sangat melanggar kaidah lingkungan. Makanya kami sangat tegas kepada Pemkot Bandung agar KBU, hulu Kota Bandung ini segera ditetapkan sebagai kawasan yang secara hukum itu bisa dilindungi secara kawasan,” tegasnya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Kawasan Bandung Utara