Rites of the Souls, Perjalanan Wartakawarsa Menyingkap Jejak Sejarah dan Menata Masa Depan
Wartakawarsa hadir melalui gerak, bunyi, dan rupa yang terinspirasi dari beragam budaya di Nusantara. Upaya menghidupkan dialog tentang kolonialisme melalui seni.
Gilang Anom Manapu Manik
Seniman Visual & Performer
29 Oktober 2024
BandungBergerak.id – Kolonialisme, dekolonisasi, dan rekonsiliasi merupakan tiga fase penting yang mempengaruhi sejarah dan identitas bangsa Indonesia. Masing-masing fase ini membentuk narasi perjalanan panjang bangsa dalam upaya menata kembali diri dari masa lalu yang dipenuhi konflik, eksploitasi, serta ketidakadilan. Menyingkap jejak sejarah adalah langkah pertama menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya rekonsiliasi sebagai bagian dari proses keluar dari fase kelam, penyembuhan luka batin dan upaya membuka lembaran baru hubungan antar negara, wilayah, dan manusia.
Kami memulai proyek Wartakawarsa: Rites of the Souls pada tahun 2021 dengan tim yang terdiri dari, Victoria Harari sebagai historian dan researcher, Ani Kehayova sebagai videographer, Duy Ngo sebagai manager, Bintang Manira Manik sebagai musisi diaspora Indonesia berdomisili di Belanda, dan saya, Gilang Anom M. Manik sebagai seniman visual dan performans berbasis di Indonesia. Proses kami berfokus pada perjalanan dekolonisasi yang tidak hanya sekadar mengandung kritik terhadap sejarah, tetapi juga sebagai upaya untuk menghidupkan kembali dialog tentang kolonialisme melalui medium seni.
Baca Juga: Menerjemahkan Seni di Dinding Pameran
Poetical Urgency, Pameran Seni Kontemporer Alam dan Industri di Lawangwangi Creative Space
Mengingat Tragedi Muram Reformasi 1998 Melalui Pertunjukkan Seni Tari di Kampus ISBI Bandung
Perjalanan Wartakwarsa
Berawal dari gagasan saya dan Bintang Manira Manik, proyek ini diawali dengan serangkaian diskusi untuk mendapatkan perspektif yang holistik tentang topik yang hendak dibawakan serta memahami resistensinya ketika dihadirkan di ruang publik. Disepakati kemudian bahwa pendekatan melalui ritual, doa keselamatan bagi jiwa-jiwa yang terluka serta upaya pembersihan energi kelam melalui media seni merupakan metode yang cair, reflektif dan sublim untuk membuka dialog tentang kolonialisme dan upaya dekolonisasi dengan berbagai pihak.
Berikutnya kami mencari lokasi untuk melakukan seni ritual performatif, yang mendapatkan respons positif maupun negatif dari berbagai pihak. Akhirnya kami menetapkan beberapa lokasi yang memungkinkan terlaksananya rangkaian ritual ini, yaitu bangunan bekas gudang VOC, jembatan VOC, alun-alun VOC yang terletak di Delfshaven, serta bangkai kapal militer yang terletak di Schiehaven. Sebagai bagian ketiga dari proses di tahun 2021, kami menceritakan kembali proyek ini melalui pameran, pemutaran film, pertunjukan dan diskusi di Worm, sebuah yayasan non-profit dan lembaga budaya alternatif multimedia, berlokasi di Rotterdam.
Pada tahun 2024, Gilang Anom M. Manik dan Bintang Manira Manik kembali diundang untuk menghadirkan kembali Wartakawarsa di sebuah Dance Theater Hall di Bucharest, Romania. Kurasi kali ini lebih berorientasi pada Ritual Baru dan ekspresi yang dihadirkan melalui tampilan visual, bahasa, gerak, musik, maupun bunyi. Diinisiasi oleh Rokolektiv dan Shape+, tujuan dari penyelenggaraan acara ini adalah untuk melihat animo dan ekspresi pelaku seni muda berkaitan dengan tema di atas dan mendata cara-cara ungkap baru dalam dunia seni musik maupun pertunjukan, termasuk di dalamnya melihat upaya-upaya dekolonisasi praktik seni dan hadirnya ekspresi yang berorientasi pada kekayaan lokal atau tradisi dari masing-masing wilayah. Kolaborasi Gilang Anom M. Manik dan Bintang Manira Manik ini diawali dengan 2 pertunjukan Wartakawarsa di Den Haag dalam Festival Islam Kepulauan dan The Sun Rotterdam.
Dialog Wartakawarsa
Meski kemerdekaan telah diperoleh, perjalanan menuju rekonsiliasi baru dimulai. Sejarah kelam kolonialisasi meninggalkan luka mendalam yang masih dirasakan hingga kini. Ini termasuk ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, serta diskriminasi budaya yang masih terlihat dalam beberapa aspek kehidupan modern Indonesia.
Rekonsiliasi juga dapat dilihat dari upaya mengembalikan dan merayakan identitas lokal yang telah terpinggirkan selama masa kolonial. Gerakan dekolonisasi budaya, seperti revitalisasi bahasa daerah, seni tradisional, dan praktik-praktik spiritual lokal, menjadi bagian penting dalam proses rekonsiliasi ini. Seni dan budaya menjadi ruang untuk mengekspresikan pengalaman sejarah yang traumatis sekaligus membangun dialog antar generasi.
Menata masa depan berarti belajar dari jejak sejarah kolonialisme dan proses dekolonisasi. Penting untuk memahami bahwa rekonsiliasi bukanlah proses yang selesai dengan cepat; ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesadaran, keterbukaan dan keterlibatan semua pihak.
Wartakawarsa memantik dialog ini melalui ritual performatif yang dihadirkan melalui gerak, bunyi, rupa yang terinspirasi dari beragam budaya lokal di Nusantara, yang dihadirkan melalui ekspresi kekinian. Belajar dari Rajah Bubuka dari wilayah Jawa Barat yang melantunkan doa permohonan akan keselamatan, narasi Parhata di tanah Batak yang menuturkan dinamika relasi dan strata antar keluarga/ manusia, musik dunia yang mengakomodir ekspresi bunyi dari berbagai wilayah, naskah kuno yang berisi pesan-pesan tentang kearifan lokal serta gerak tubuh dan kostum dalam teater tradisi, karya ini hadir. Dengan kembali menoleh cara masyarakat tradisi dalam berungkap, menyatakan rasa dan pikirannya, menghadirkan bentuk seni yang memiliki akar budaya Nusantara, kami berupaya melakukan dekonstruksi praktik seni, yang harapannya bisa menjadi bagian kecil dekolonisasi dan gerakan budaya kaum muda.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain tentang seni